Logo
>

DPR Beri Saran Kemendag terkait Tarif Bea Masuk dari China

Ditulis oleh Pramirvan Datu
DPR Beri Saran Kemendag terkait Tarif Bea Masuk dari China

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengingatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait rencana kebijakan tarif bea masuk barang dari China sebesar 200 persen.

    "Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri itu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 30 Juni 2024.

    Dia mengatakan setiap sektor industri seharusnya kebijakannya atau pendekatannya berbeda-beda, tidak bisa disamakan begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya.

    Menurut dia, jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil maka model kebijakannya pun mesti dibuat lebih spesifik alias tidak digeneralisir atau diterapkan kepada seluruh industri lainnya.

    Menurut dia, langkah yang paling relevan yang harus dilakukan Kemendag, yaitu mengidentifikasi persoalan pada setiap sektor industri dengan dibarengi kajian yang mendalam.

    "Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif. Ini penting dilakukan agar resep yang akan diterapkan efektif," ujarnya.

    Darmadi memperkirakan potensi membanjirnya barang ilegal sulit dibendung, jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakkan hukum yang memadai.

    "Setiap kebijakan yang dikenakan pajak sampai 200 persen maka pasti akan banyak masuk barang ilegal, industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri," katanya.

    Darmadi kembali mengingatkan ada sejumlah sektor industri selain tekstil yang jika kebijakan tersebut diterapkan justru berpotensi bakal mengancam keberlangsungan bisnis mereka.

    Dia mencontohkan industri kosmetik, elektronik dan alas kaki bisa terancam, sehingga perlu strategi atau pendekatan kebijakan yang berbeda untuk industri tersebut.

    "Jadi tidak boleh semua industri diperlakukan sama untuk kebijakan importnya. Jangan sampai kebijakan itu justru mengancam industri lainnya," ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan akan mengenakan bea masuk, bahkan dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China dalam menyikapi persoalan perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).

    Perang dagang China dan AS, Menurut dia, menyebabkan terjadinya over capacity dan over supply di China, yang membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.

    "Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan)-nya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat.

    Pungutan Tambahan

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, berencana untuk menerapkan tarif dan pungutan tambahan pada barang-barang yang diimpor dari China ke AS.

    Rencana ini mencakup tarif pada produk-produk strategis seperti kendaraan listrik, baterai, dan perlengkapan tenaga surya.

    Respons terhadap rencana ini membuat pasar terkejut, dengan para pelaku pasar khawatir bahwa kenaikan tarif impor dari China oleh AS bisa menyebabkan perlambatan perdagangan global. Ini diungkapkan oleh Asian Development Bank (ADB) Indonesia.

    Kepala Ekonom ADB Indonesia Arief Ramayandi menjelaskan, jika perdagangan global menurun akibat kebijakan AS, kemungkinan besar tidak begitu memengaruhi terhadap perdagangan RI.

    “Ini baru pengumuman ya karena kita tidak tahu, tapi kemarin sempat shaking market [guncang pasar] karena ekspektasi dari orang-orang kalau memang betul apa yang disebutkan tarif impor dari China dinaikkan AS, maka perdagangan global bisa melambat,” kata Arief.

    Namun, persoalannya adalah negara-negara yang berada di kawasan Indonesia memiliki keterkaitan rantai pasok produksi China. Sebab, banyak sekali barang yang dikirimkan China ke AS yang beberapa kompartemennya diproduksi pada negara di wilayah ini.

    Peranan WTO Melemah

    Selanjutnya, Arief juga menyoroti peranan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang perannya semakin melemah. Dalam kaitan itu, ia menilai jika WTO tidak dapat mendamaikan perang dagang dua negara tersebut, maka peranan organisasi internasional itu harus dipertanyakan.

    “Kalau misal negara AS dan China mengalami hal itu dan tidak ada yang berani atau mencegahnya berarti peranan dari WTO akan turun lagi,” ucapnya.

    Dengan begitu, Arief juga mewaspadai jika RI memiliki perselisihan perdagangan dengan negara lain, maka pihak mana yang akan membantu. Oleh karena itu, pada akhirnya kondisi tersebut bisa berpengaruh negatif ke perdagangan global.

    “Ujung-ujungnya kondisi ini bisa berpengaruh negatif ke perdagangan global. Net ekspor di masa mendatang diperkirakan tidak terlalu baik,” tutup Arief.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.