KABARBURSA.COM - Sejumlah BUMN besar, termasuk Pertamina, PLN, dan Telkom, kini berada di bawah kendali Danantara, perusahaan pengelola BUMN yang diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja dan sinergi antar-perusahaan negara. Namun, dengan masuknya BUMN besar ke dalam Danantara, muncul pertanyaan terkait efektivitas pengawasan DPR.
Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak, menegaskan bahwa meski BUMN besar tersebut berada di bawah Danantara, DPR tetap memiliki kewenangan pengawasan yang harus dijalankan.
“DPR tetap berhak melakukan pengawasan langsung terhadap BUMN-BUMN yang tergabung di Danantara,” ujar Amin kepada KabarBursa.com di Jakarta, Minggu, 30 Maret 2025.
Ada beberapa bentuk pengawasan yang dapat dilakukan DPR: Pemanggilan Direksi atau Pengelola Danantara untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). Evaluasi Laporan Keuangan dan Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Serta pengawasan kebijakan investasi.
Meski demikian, Amin Ak mengingatkan bahwa efektivitas pengawasan ini sangat bergantung pada seberapa terbuka dan transparan Danantara dalam memberikan akses informasi kepada DPR. Jika mekanisme pelaporan tidak jelas, DPR bisa kesulitan dalam mendapatkan data yang dibutuhkan untuk melakukan pengawasan yang efektif.
Birokrasi dan Pengawasan Lewat Kementerian BUMN
Mengingat Menteri BUMN juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara, ada kemungkinan pengawasan yang dilakukan DPR harus melalui kementerian terlebih dahulu.
Hal ini dapat memperlambat akses DPR terhadap informasi yang diperlukan. Amin menilai bahwa DPR mungkin hanya bisa meminta klarifikasi atau rekomendasi kebijakan melalui Menteri BUMN, bukan langsung ke perusahaan yang dikelola oleh Danantara.
“Risiko adanya tumpang tindih wewenang antara Kementerian BUMN dan Danantara bisa mengurangi efektivitas sistem check and balance yang seharusnya ada di pengelolaan BUMN,” jelas Amin.
Amin juga menekankan bahwa jika Menteri BUMN memiliki kontrol penuh atas Danantara, DPR harus lebih kritis untuk memastikan tidak terjadi monopoli kekuasaan yang dapat merugikan masyarakat dan negara.
“DPR harus memastikan ada keseimbangan kekuasaan dan transparansi dalam pengelolaan BUMN, agar tidak ada pihak yang mendominasi atau mengambil keuntungan secara tidak sah,” tegasnya.
Lembaga Audit Independen
Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Bakhrul Fikri, menilai pengawasan terhadap Danantara tidak bisa hanya mengandalkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, perlu ada lembaga audit independen untuk memastikan akuntabilitas holding investasi tersebut.
“BPK dan KPK masuk dalam struktur pengawasan, sehingga ada potensi bias. Maka, harus ada lembaga independen dari luar yang mengawasi kinerja Danantara,” ujar Bakhrul kepada kabarbursa.com di Jakarta, Jumat, 28 Maret 2025.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peran publik, termasuk media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, dalam melakukan pengawasan. “Sebagai pengelola Sovereign Wealth Fund, Danantara wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan yang detail, terutama terkait keuangan dan kinerja masing-masing BUMN di bawahnya,” tambahnya.
Bakhrul juga menyoroti skema inbreng yang digunakan dalam pembentukan Danantara. Menurutnya, pengalihan kepemilikan saham BUMN strategis ke satu entitas dapat menyulitkan pemantauan publik.
“Semua BUMN strategis kini berada di bawah satu holding yang tidak tunduk langsung pada mekanisme politik, seperti pengawasan DPR terhadap aksi korporasi besar. Ini memang meningkatkan fleksibilitas bisnis, tetapi juga membuka celah tata kelola yang kurang transparan,” jelasnya.
Ia menilai, tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko kebijakan strategis di sektor perbankan, energi, dan infrastruktur lebih banyak ditentukan oleh manajemen Danantara tanpa keterlibatan DPR.
Ia juga mengingatkan bahwa banyak BUMN yang selama ini bermasalah dan merugi. Dengan masuknya seluruh BUMN ke dalam satu holding, ada kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan sehat akan menanggung beban perusahaan yang sedang sakit.
“Banyak BUMN yang kondisinya sudah sakit-sakitan selama lebih dari satu dekade. Jika disatukan dengan BUMN kategori blue chip, ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan dalam pengelolaan aset negara,” ujarnya.
Pengawasan DPR Berpotensi Melemah
Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri, menyoroti dampak pembentukan holding Danantara terhadap mekanisme pengawasan DPR.
Menurutnya, pengalihan kepemilikan saham BUMN strategis ke PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai induk holding berisiko melemahkan fungsi kontrol parlemen terhadap aset negara.
“Dari sisi kebijakan publik dan good governance, langkah ini bisa mengurangi peran DPR dalam mengawasi BUMN strategis. Sebelumnya, pengawasan bisa dilakukan secara langsung melalui Kementerian BUMN, namun sekarang mekanismenya menjadi lebih tidak langsung atau indirect,” ujar Bakhrul kepada Kabarbursa.com, di Jakarta, Jumat, 28 Maret 2025.(*)