KABARBURSA.COM - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda, mendesak pemerintah untuk mengkaji skema penurunan tiket pesawat sebesar 10 persen secara permanen, sebab menurutnya saat ini masih bersifat temporal.
“Penurunan tiket pesawat yang akan dilakukan pemerintah saat ini masih bersifat temporal karena hanya berlaku 16 hari saja selama Libur Nataru mulai 19 Desember 2024-3 Januari 2025. Setelah tanggal 3 Januari 2025 tarif tiket pesawat akan kembali normal. Padahal skema tiket pesawat saat ini dianggap banyak kalangan terlalu mahal,” ujar Syaiful Huda, dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
Huda menekankan skema penurunan tiket pesawat secara permanen penting untuk memastikan peningkatan okupansi penumpang pesawat di tanah air.
Menurutnya jika skema penurunan tiket pesawat bersifat temporal maka harus ada peninjauan tarif tiket pesawat di setiap momentum besar seperti libur Nataru, mudik idul fitri, atau momentum-momentum lain yang melibatkan banyak aktivitas publik.
“Nanti publik bisa bertanya-tanya jika Nataru tiket pesawat turun, tapi di mudik idul fitri tidak atau sebaliknya. Jadi kajian untuk menurunkan tiket pesawat secara permanen sangat penting,” ujarnya.
Ia menjelaskan tiga langkah utama yang diambil pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Langkah pertama adalah pengurangan airport tax sebesar 50 persen, kedua, penurunan fuel surcharge untuk maskapai dari 10 persen menjadi 2 persen, dan ketiga, pemberian diskon harga avtur.
“Kalau melihat komponen penurun tiket pesawat memang masih bersifat sementara. Artinya tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang karena akan memicu kerugian bagi Angkasa Pura sebagai pengelola bandara, merugikan Pertamina sebagai penyedia utama avtur,” katanya.
Syaiful juga mengatakan ada beberapa opsi yang bisa dilakukan agar tiket pesawat turun secara permanen. Di antaranya opsi PPN ditanggung pemerintah, menurunkan pajak avtur, dan membuka ruang penyediaan dan pengelolaan avtur agar tidak didominasi oleh satu pihak.
“Saya kira masih terbuka ruang bagi penurunan tiket pesawat secara permanen. Pemerintah kami rasa perlu mengajak pelaku industri penerbangan bicara bersama agar menemukan formulasi penurunan tiket yang bisa menguntungkan semua pihak,” pungkasnya.
Ada Masalah Monopoli Tata Kelola Energi di Balik Penurunan Harga Tiket Pesawat
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari, menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10 persen, yang berlaku hanya hingga 8 Januari 2024.
Menurutnya, langkah ini tidak akan memberikan dampak jangka panjang bagi sektor pariwisata Indonesia.
“Penurunan harga tiket ini hanya bersifat sementara, lalu setelah itu bagaimana? Ini akan membuat masyarakat kecewa. Pemerintah hanya menurunkan harga avtur dari Pertamina yang terlalu mahal, tetapi masalahnya adalah monopoli dalam tata kelola sektor energi,” kritik Azril saat dihubungi Kabarbursa.com,
Selain mengkritik kebijakan tiket pesawat, Azril juga menyoroti tata kelola sektor pariwisata yang dinilainya masih jauh dari harapan. Ia mengungkapkan kekhawatiran terhadap pengelolaan destinasi wisata super prioritas, seperti Mandalika, yang pembiayaannya dibebankan pada anggaran negara.
“Contoh sederhana seperti Mandalika, hutang pembangunan proyek itu dibebankan kepada APBN kita. Itu tidak adil bagi rakyat. Seharusnya proyek seperti ini tidak dibiayai dengan cara yang membebani keuangan negara,” tambahnya.
Menurut Azril, pengelolaan destinasi wisata super prioritas seharusnya dilakukan secara profesional dan terencana dengan melibatkan pihak-pihak yang memahami sektor pariwisata secara mendalam. Ia menilai bahwa pendekatan yang digunakan pemerintah saat ini masih terlalu mengandalkan pola bisnis konvensional yang tidak sesuai dengan kebutuhan sektor pariwisata.
Azril menekankan pentingnya perencanaan jangka panjang berbasis data untuk memastikan sektor pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan.
Pemerintah Hanya Fokus Fuel Surcharge
Analis independen bisnis penerbangan nasional Gatot Rahardjo menilai bahwa pemerintah hanya mengincar pengurangan fuel surcharge dalam wacana penurunan harga tiket pesawat. Wacananya, pemerintah menurunkan harga sebelum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Sebenarnya, yang diturunkan itu fuel surcharge, yang akan berimbas pada penurunan harga tiket pesawat karena ini merupakan komponen yang secara otomatis membuat harga tiket lebih murah,” kata Gatot saat dihubungi oleh Kabarbursa.com,
Bagi maskapai penerbangan sendiri, ujar Gatot, kemungkinan tidak akan begitu terdampak pada pemangkasan fuel surcharge. Ia juga tidak yakin akan mengurangi secara signifikan margin pendapatan maupun laba mereka.
“Penurunan harga tiket ini tidak akan banyak mempengaruhi margin maskapai. Sebab, beberapa biaya operasional lainnya seperti biaya PJP2U (biaya pelayanan penumpang di bandara) dan PSC (Passenger Service Charge) juga diturunkan 50 persen, serta harga avtur tetap stabil di 19 bandara utama,” jelas dia.(*)