KABARBURSA.COM - Morgan Stanley telah menurunkan peringkat pasar saham Indonesia menjadi underweight di kawasan Asia dan negara-negara berkembang pada Selasa, 11 Juni 2024. Seorang ahli strategi dari Morgan Stanley, seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg, menyatakan dalam sebuah analisis bahwa kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan risiko bagi investasi saham.
"Dalam catatan kami, kami mengidentifikasi ketidakpastian jangka pendek terkait arah kebijakan fiskal di masa mendatang, serta beberapa kelemahan dalam pasar valuta asing, yang terjadi seiring dengan tingginya tingkat suku bunga AS dan proyeksi yang kuat terhadap dolar AS," ujar Daniel Blake, ahli strategi dari Morgan Stanley.
Perubahan pandangan Morgan Stanley terjadi seiring dengan kenaikan nilai tukar dolar AS yang mulai terlihat, menjelang keputusan tentang suku bunga yang akan diambil oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), yang dijadwalkan hari ini, serta keputusan yang akan diambil oleh Bank Indonesia (BI) dalam pekan yang akan datang. Selain itu, transisi dalam pemerintahan juga menimbulkan ketidakpastian terkait kebijakan fiskal yang dapat memberikan beban tambahan bagi pengeluaran pemerintah di masa depan.
Nilai Tukar Rupiah
Kinerja nilai tukar rupiah sendiri semakin melemah mendekati Rp16.300 per dolar AS pada perdagangan Rabu, 12 Juni 2024. Mata uang Garuda melemah 0,03 persen di level Rp16.289 terhadap the greenback pada pukul 10.23 WIB. Ini menandai posisi terlemah Rupiah sejak Maret 2020 di era pandemi Covid-19.
Pelemahan rupiah menyusul penguatan dolar dan ketidakpastian pasar keuangan seiring penurunan suku bunga The Fed imbas perekonomian negeri paman Sam yang masih kuat. Rupiah pada penutupan perdagangan sebelumnya berada di level Rp16.284 per USD pada Selasa, 11 Juni 2024. Berdasarkan data Trading View, dalam sebulan rupiah sudah melemah 1,43 persen dan secara secara year to date (ytd) melemah 5,16 persen.
Bloomberg juga mencatat, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah mengabaikan kekhawatiran mengenai pelemahan nilai tukar rupiah baru-baru ini. Ini menandakan mungkin hanya ada sedikit tekanan politik bagi bank sentral untuk menaikkan suku bunga minggu depan.
Masih dalam posisi yang baik. Depresiasi rupiah sejalan dengan mata uang lainnya karena “semua negara mengalami hal yang sama, tertekan oleh dolar,” ujar Presiden Jokowi, Senin, 10 Juni 2024.
Menurut Bloomberg, komentar Presiden ini sangat kontras dengan sikap Indonesia pada April, ketika seluruh birokrasi pemerintah disiagakan untuk membantu membendung pelemahan mata uang.
Perusahaan-perusahaan negara diinstruksikan untuk menunda melakukan pembelian dolar dalam jumlah besar, sementara eksportir didesak untuk memulangkan pendapatan mereka dalam mata uang asing.
Bank Indonesia juga melakukan kejutan kenaikan suku bunga pada April menjadi 6,25 persen. “Kali ini Bank Indonesia memberi sinyal lebih percaya diri. Rupiah akan tetap terkendali dan tetap kuat di atas 16.300 per dolar,” kata Edi Susianto, direktur eksekutif manajemen moneter bank sentral, pada Selasa, 11 Juni 2024, dikutip Bloomberg.
Bank sentral menegaskan kembali bahwa mereka akan melanjutkan upayanya, termasuk intervensi pasar, untuk membendung arus keluar modal dan menstabilkan rupiah.
Menurut Susianto, pasokan dolar yang melimpah dari eksportir dan masuknya dana asing juga akan mendukung mata uang tersebut.
Karena pihak berwenang tidak terlalu terpengaruh oleh nilai tukar rupiah, bank sentral kemungkinan besar tidak akan mempertimbangkan untuk menaikkan BI-Rate pada pertemuan 20 Juni mendatang dan memilih mengambil langkah-langkah lain untuk mengatasi volatilitas mata uang. Bloomberg mencatat, rupiah telah merosot 2,6 persen pada kuartal ini ke level terendah dalam empat tahun.
Sektor perbankan kini menghadapi tekanan baru di tengah pembayaran dividen musiman dan arus keluar jamaah haji, ditambah dengan aksi jual di pasar keuangan negara berkembang di tengah ketidakpastian mengenai jalur kebijakan The Fed.
Kebijakan Fiskal Indonesia
Dari segi kebijakan fiskal, pemerintah kini masih merancang formulasi yang tepat dalam menghadapi transisi kepemimpinan dan menjelang 2025. Ini karena sejumlah program yang dianggap bisa membebani APBN. Di antaranya adalah janji kampanye Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka seperti menyediakan makan siang dan susu untuk pelajar.
Kebijakan ini dianggap Morgan Stanley dapat menimbulkan beban fiskal yang besar, sementara prospek pendapatan Indonesia juga memburuk. Ini terasa dari penurunan nilai ekspor Indonesia April 2024 mencapai USD19,62 miliar atau turun 12,97 persen dibanding ekspor Maret 2024.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–April 2024 mencapai USD81,92 miliar atau turun 5,12 persen dibanding periode yang sama tahun 2023. Sementara ekspor nonmigas mencapai USD76,67 miliar atau turun 5,43 persen. Bank Indonesia juga baru saja melaporkan posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia meningkat mejadi USD139 miliar pada akhir Mei 2024.
Jumlah kenaikan cadev ini sebesar USD2,8 miliar dibanding posisi pada akhir April 2024 sebesar USD136,2 miliar. Namun, peningkatan cadev ini masih bersumber dari penerbitan surat utang negara (SUN).
Jika menengok pada APBN KiTa edisi April 2024 mencatat, komposisi utang pemerintah hingga 30 April 2024 tercatat Rp8.338,43 triliun. Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp76,33 triliun atau meningkat sekitar 0,92 persen dibandingkan posisi utang pada akhir Maret 2024 yang sebesar Rp8.262,1 triliun.
Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,64 persen, turun dari rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang mencapai 38,79 persen. Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang kontribusinya sebesar 87,94 persen.
Kejadian yang Berulang
Morgan Stanley pernah menurunkan rekomendasi pasar saham Indonesia dari equal eight menjadi underweight pada Juli 2013. Kala itu, penurunan rekomendasi terjadi setelah Federal Reserve mulai mengetatkan kebijakan moneter pertama kalinya pasca krisis 2008 dengan melakukan tapering off. (Tapering off adalah aksi bank sentral mengurangi quantitative easing (QE) dalam bentuk pembelian surat berharga dengan tujuan meredam pertumbuhan jumlah uang beredar)
Kala itu, Morgan Stanley menurunkan rekomendasi pasar saham Indonesia dengan alasan World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi terbesar Asia Tenggara pada 2013 hanya bisa 5,9 persen. Angka itu lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 6,2 persen.
Penurunan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia kala itu disebabkan tingkat inflasi yang tinggi didorong oleh kenaikan harga BBM subsidi yang membuat arah kebijakan Bank Indonesia cenderung mengetatkan moneter (menaikkan suku bunga).
Saat itu, pasar saham Indonesia mulai bergejolak sejak pertengahan mei 2013. Secara keseluruhan, IHSG turun sebesar 24 persen dalam periode Mei-Agustus 2013. Selama periode itu, tekanan net sell asing juga cukup deras. Sekitar Rp5 triliun dana asing di pasar saham keluar pada periode Mei-Agustus 2013.
Namun penurunan itu hanya terjadi sampai Agustus, setelah itu dalam waktu setahun, IHSG bisa melampaui level tertinggi indeks saham Indonesia pada Mei 2013.
Selain itu, Morgan Stanley juga pernah menaikkan peringkat rekomendasi pasar saham Indonesia menjadi overweight pada Juni 2020. Kala itu, alasannya ekonomi Indonesia dianggap bisa pulih ke level sebelum pandemi Covid-19 pada kuartal I/2021. Indonesia juga masuk kelompok ekonomi Asia yang bisa pulih lebih cepat setelah Covid-19.
Dari kenaikan rekomendasi itu, IHSG mencatatkan kenaikan hingga 63 persen dalam periode satu tahun. (*)