KABARBURSA.COM - Pemerintah saat ini tengah membahas kemungkinan penurunan harga tiket pesawat sekitar 10 persen. Langkah itu untuk mengantisipasi lonjakan perjalanan pada musim liburan mendatang.
Namun, Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin menekankan bahwa meski penurunan harga ini diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi konsumen, dampak jangka panjang mungkin terbatas.
"komentar saya sih sebetulnya ini bisa cukup berdampak terhadap harga tiket khususnya untuk meringankan konsumen ya dalam menyambut liburan akhir tahun maupun juga untuk penerbangan-penerbangan lainnya seperti penerbangan bisnis," ucap Ziva kepada Kabar Bursa di Jakarta, Sabtu 14 September 2024.
Menurutnya untuk benar-benar mengurangi biaya tiket secara efektif, penting untuk melakukan analisis mendalam menggunakan metode costing atau rekayasa keuangan.
Dengan pendekatan ini, maskapai bisa meminimalisir biaya yang berlebihan dan menurunkan harga tiket. Namun, perlu dicatat bahwa berbagai faktor internal dan eksternal masih mempengaruhi biaya operasional maskapai.
"Di tingkat domestik, kebijakan fiskal seperti pajak impor untuk pesawat dan suku cadang tetap tinggi. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini lebih dari Rp15.000 turut membebani maskapai, mengingat banyak pengeluaran maskapai dalam bentuk dolar untuk suku cadang, pelatihan, dan asuransi," jelasnya.
Di sisi eksternal, konflik global, terutama di Eropa Timur dan Timur Tengah, mempengaruhi ketersediaan bahan baku dan proses logistik. Hal ini memaksa operator logistik untuk mengalihkan rute, yang pada akhirnya berdampak pada biaya operasional maskapai.
Ziva menambahkan dalam enghadapi situasi ini, penting untuk menilai dan mengoptimalkan strategi biaya secara menyeluruh.
Evaluasi yang menyeluruh dapat membantu maskapai untuk menawarkan harga tiket yang lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas layanan, sekaligus memastikan efisiensi jangka panjang.
"Proses pemulihan pasca-pandemi COVID-19 ini memerlukan strategi yang solid dan berkelanjutan untuk memberikan manfaat bagi konsumen, operator, dan seluruh pemangku kepentingan," tutupnya.
Penyebab Tiket Pesawat Mahal
CEO Capital A Berhad, induk usaha maskapai penerbangan AirAsia, Tony Fernandes, mengungkapkan penyebab mahalnya harga tiket pesawat.
Kata dia, penyebab tingginya harga tiket pesawat di Indonesia karena dampak dari tingginya harga Avtur, bahan bakar pesawat, yang dijual Pertamina.
Ironisnya lagi, harga tiket pesawat antar kota atau antar provinsi di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan rute dari atau ke luar negeri.
Tony bilang, harga avtur yang dijual Pertamina jadi salah satu komponen paling dominan yang menyebabkan mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia. Bahkan, harga avtur yang dipasok BUMN ini, menjadi yang paling tinggi harganya se-Asia Tenggara (ASEAN).
“Harga bahan bakar (Avtur) di Indonesia adalah tertinggi di ASEAN, sekitar 28 persen lebih mahal, bahkan mungkin di dunia,” kata Tony
Dia pun menyinggung soal minimnya kompetitor penyedia Avtur di Indonesia menjadi penyebab mahalnya harga bahan bakar tersebut, dan berimbas pada biaya operasional maskapai yang berujung pada tingginya harga tiket pesawat penerbangan domestik di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnnya.
Dia menyontohkan di Malaysia, terdapat beberapa pemasok Avtur dari perusahaan berbeda, sementara Indonesia masih dipasok sepenuhnya oleh Pertamina, sehingga memaksa maskapai membeli Avtur dari Pertamina.
Pemerintah Beri Relaksasi
Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia berencana memberi kesempatan kepada badan usaha swasta untuk memasok bahan bakar Avtur di bandara-bandara.
Diharapkan, dengan masuknya swasta, penjualan avtur tidak lagi dimonopoli oleh Pertamina sehingga bisa menciptakan harga yang lebih kompetitif, sehingga bisa menurunkan harga tiket pesawat
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa badan usaha swasta diperbolehkan untuk berinvestasi di Depot Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU), terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
“Pemerintah membuka kesempatan untuk perusahaan-perusahaan lain berinvestasi di bidang ini, terutama di daerah-daerah Indonesia Timur,” kata Luhut saat konferensi pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia sependapat, jumlah pemasok Avtur di Indonesia harus ditambah agar tidak hanya bergantung pada Pertamina.
Dengan hadirnya lebih banyak pemain di pasar, harga Avtur di Indonesia akan menjadi lebih kompetitif, dan pada akhirnya akan berimbas pada turunnya harga tiket pesawat. “Harga Avtur akan turun, karena bukan monopoli Pertamina,” tuturnya.
PT Angkasa Pura II (Persero), pengelola utama Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, telah melayani 26 juta penumpang pesawat selama periode Januari hingga Juni 2024.
Pgs SVP of Corporate Secretary PT Angkasa Pura II Cin Asmoro menyatakan bahwa pergerakan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta sudah melampaui masa sebelum pandemi COVID-19.
“Pada semester I 2024, jumlah penumpang di Bandara Soekarno-Hatta mencapai 26 juta orang, meningkat sekitar 2 persen dibandingkan semester I 2019 yang mencatat 25,48 juta penumpang,” ujar Asmoro dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 18 Juli 2024.
Ia menambahkan, jumlah penumpang pada Januari – Juni 2024 juga meningkat sekitar 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023, yang tercatat 24,45 juta penumpang.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.