Logo
>

Ekonomi Waspada bikin Pasar Gelisah, Siapa Siap Bertahan?

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani memberikan saran untuk investor di tengah ketidakpastian global

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Ekonomi Waspada bikin Pasar Gelisah, Siapa Siap Bertahan?
Aktivitas pengunjung di depan papan pemantau saham di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (9/4/2025). Mulai pukul 13.30 WIB siang ini, layar kembali didominasi warna merah. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Di tengah gejolak ekonomi global yang semakin tajam, investor di pasar modal Indonesia dihadapkan pada tantangan dan peluang sekaligus.

    Melemahnya indeks saham global, tekanan eksternal dari kebijakan proteksionis Amerika Serikat, hingga persoalan daya beli masyarakat menjadi sorotan utama dalam dinamika perekonomian tahun 2025. IHSG sendiri sempat anjlok pada pembukaan perdagangan awal pekan ini, menandakan sentimen pasar yang masih dibayangi kekhawatiran pelaku usaha dan investor.

    Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, dalam sambungan telepon dengan Kabarbursa.com pada Selasa, 9 April 2025, menilai kondisi perekonomian Indonesia masih dalam tahap waspada, namun belum mengarah pada krisis.

    "Secara keseluruhan, konsumsi masih cukup baik. Pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 4,9 persen, jadi belum sepenuhnya buruk," ujar Aviliani. Namun, ia menyoroti tekanan utama justru datang dari kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang semakin tergerus daya belinya.

    Sebagaimana diketahui, sejak 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta menjadi 47,85 juta orang pada 2024, berkurang sebanyak 9,48 juta individu. Menurut data BPS, rata-rata pendapatan per kapita nasional hanya naik tipis dari Rp47,9 juta pada 2022 menjadi Rp49,8 juta pada 2023, atau sekitar 4 persen, sementara laju inflasi umum (headline inflation) pada tahun yang sama mencapai 4,45 persen. Artinya, pertumbuhan pendapatan nyaris tertelan oleh kenaikan harga barang.

    Tekanan paling tajam terasa pada komoditas pangan, seperti beras yang harganya melonjak hingga 18 persen secara tahunan, memicu inflasi pangan sebesar 9,45 persen, tertinggi dalam lima tahun terakhir. Lonjakan ini tidak hanya menekan kantong rumah tangga, tapi juga berdampak pada pola konsumsi masyarakat yang mulai menahan belanja non-pokok dan beralih ke barang substitusi yang lebih murah.  

    Situasi tersebut diperparah oleh kebijakan fiskal yang cenderung menahan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan pengalihan anggaran belanja, yang membuat realisasi belanja pemerintah daerah tertahan dan tidak mengalir optimal ke masyarakat. Banyak pemerintah daerah yang masih sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), bukan pada dinamika ekonomi lokal atau kinerja sektor usaha mikro dan menengah. 

    "Pengalihan anggaran ini dampaknya sangat terasa. Kalau biasanya anggaran belanja disalurkan sekaligus, sekarang dilakukan secara bertahap. Otomatis pergerakan ekonomi juga ikut tertahan," tutur dia.

    Di sisi eksternal, kebijakan Presiden Donald Trump yang kembali proteksionis membuat pemerintah Indonesia harus mengambil sikap diplomatis dan strategis. Aviliani menyebut, Indonesia tengah berupaya menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS melalui peningkatan impor produk tertentu dari Negeri Paman Sam. 

    Terutama ia optimistis karena Indonesia masuk 15 besar negara pengekspor barang terbesar ke AS. "Harapannya tentu agar kita bisa mendapat penurunan tarif masuk ekspor. Tapi langkah ini juga harus dibarengi dengan reformasi besar-besaran di dalam negeri," ujar dia.

    Adapun, sepanjang tahun 2024, lanskap perdagangan AS menunjukkan perubahan signifikan dalam daftar negara pengekspor terbesar. Meksiko muncul sebagai mitra dagang utama, dengan total perdagangan mencapai USD415 miliar dari Januari hingga Juni 2024, menandai pergeseran penting dalam dinamika perdagangan regional. Kanada mengikuti sebagai mitra dagang kedua terbesar, dengan nilai perdagangan sebesar USD382,6 miliar dalam periode yang sama. Sementara itu, China, yang sebelumnya memegang posisi teratas, turun ke peringkat ketiga dengan total perdagangan USD269,2 miliar, mencerminkan penurunan 20 persen dalam impor dibandingkan tahun sebelumnya.

    Dalam konteks ini, Indonesia tetap mempertahankan perannya sebagai mitra dagang penting bagi AS. Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai USD26,3 miliar, menghasilkan surplus perdagangan sebesar USD16,8 miliar bagi Indonesia. Komoditas utama yang diekspor meliputi elektronik, pakaian jadi, dan alas kaki, sektor-sektor padat karya yang menjadi tumpuan ekspor nasional. 

    Jika dibandingkan dengan total nilai ekspor Indonesia pada Januari–November 2024 yang mencapai USD241,25 miliar (dengan ekspor nonmigas sebesar USD226,91 miliar), maka kontribusi ekspor ke AS mencakup sekitar 10,9 persen dari total ekspor nonmigas. Angka ini menegaskan bahwa pasar AS tetap menjadi salah satu destinasi utama produk ekspor Indonesia di tengah gejolak ekonomi global.

    Menurut Aviliani, ini adalah momentum tepat untuk Indonesia melakukan reformasi dan deregulasi. Bukan hanya sebagai respons terhadap kebijakan AS, tetapi sebagai keharusan lama yang belum tuntas.

    "Investor banyak yang wait and see karena kesulitan masuk ke Indonesia. Masalah tarif, pajak, dan administrasi masih berbelit. Ini saatnya kita berbenah," ucapnya.

    Sikap Ideal di Tengah Ketidakpastian

    Bagi investor dengan profil risiko tinggi, Aviliani justru menyarankan untuk melihat peluang di pasar saham.  Pasar saham Indonesia saat ini berada dalam fase konsolidasi yang kental dengan nuansa kehati-hatian. Hingga awal April 2025, IHSG tercatat turun sekitar 1,8 persen secara ytd, setelah sempat menyentuh level terendah di 6.980 akibat tekanan eksternal dari ketidakpastian ekonomi global dan aksi jual investor asing. Adapun data BEI menunjukkan net sell asing sebesar Rp4,2 triliun sepanjang kuartal pertama 2025 

    "Saat ini adalah waktunya membeli saham-saham berkinerja bagus karena harganya lagi murah. Apalagi emiten seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri sudah umumkan pembagian dividen. Kenapa harus ragu?" katanya.

    Sektor perbankan, infrastruktur, dan konsumer masih menjadi jangkar stabilitas, sementara sektor teknologi dan energi cenderung volatil mengikuti dinamika global. Dalam lanskap seperti ini, pasar saham Indonesia menawarkan peluang terseleksi bagi investor yang siap bermain jangka menengah hingga panjang, terutama di tengah valuasi saham yang cenderung diskon secara historis. 

    Namun bagi masyarakat yang lebih konservatif, instrumen obligasi pemerintah tetap menjadi pilihan aman. "Enggak usah takut. Negara pasti bayar. Jadi tetap aman buat yang low risk," lanjutnya.

    Aviliani juga mengkritisi kecenderungan investor domestik yang terlalu mengikuti aksi investor asing. "Kalau asing jual, kita ikut jual. Harusnya justru beli saat asing keluar. Kita yang rugi kalau ikut-ikutan panik," pungkasnya.

    Ia optimistis, emiten-emiten kuat akan cepat pulih, dan pasar akan kembali stabil seiring berjalannya waktu.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".