KABARBURSA.COM - Omid Kordestani, mantan komisaris Twitter, menggugat perusahaan media sosial tersebut. Gugatan ini muncul setelah miliarder Elon Musk, pemilik X Corp., diduga menolak mencairkan saham senilai lebih dari US$20 juta atau setara Rp318 miliar yang menjadi hak Kordestani.
Kordestani menjabat sebagai komisaris Twitter dari tahun 2015 hingga 2020, dan tetap berada di dewan direksi selama dua tahun lagi hingga Musk membeli platform tersebut seharga US$44 miliar. Sebagian besar kompensasi yang diterima Kordestani berupa saham, namun ia mengklaim bahwa Musk enggan membayarkannya.
Pengacara Kordestani menuduh bahwa X Corp., nama baru Twitter setelah diubah oleh Musk, berusaha untuk memanfaatkan tujuh tahun pengabdian Kordestani tanpa memberikan haknya.
Gugatan ini diajukan di Pengadilan Tinggi California di San Francisco dan menjadi bagian dari rangkaian masalah hukum yang terus membayangi Musk sejak pengambilalihan Twitter. Sebelumnya, pada bulan Maret, empat mantan eksekutif juga menggugat Musk dengan tuduhan menahan lebih dari US$128 juta dalam pembayaran pesangon setelah mereka dikeluarkan dari perusahaan.
Pihak X Corp. menolak memberikan komentar terkait gugatan ini.
Sebelum bergabung dengan Twitter, Kordestani merupakan salah satu pemimpin bisnis utama di Google yang dimiliki oleh Alphabet Inc.
Elon Musk, sosok inovator dan miliarder di balik perusahaan-perusahaan besar seperti Tesla, SpaceX, dan Twitter (sekarang X Corp.), kerap berada di bawah sorotan media, tidak hanya karena prestasinya, tetapi juga karena sejumlah persoalan hukum yang menghantui.
Elon Musk, dengan segala keberaniannya untuk berbicara dan bertindak, memang kerap terlibat dalam kontroversi hukum. Meski begitu, hal ini tidak mengurangi pesonanya sebagai seorang visioner yang terus mendorong batas-batas teknologi dan bisnis global. Namun, setiap langkah dan keputusannya jelas membawa konsekuensi, termasuk persoalan hukum yang berulang kali menghampirinya.
Berikut adalah deretan kasus hukum yang pernah atau sedang dihadapi oleh Elon Musk:
- Gugatan Mantan Komisaris Twitter (2024) Salah satu kasus terbaru yang dihadapi Musk adalah gugatan dari Omid Kordestani, mantan komisaris Twitter. Kordestani menuntut X Corp. karena Musk diduga menolak mencairkan saham senilai lebih dari US$20 juta yang menjadi haknya setelah pengambilalihan Twitter oleh Musk pada 2022.
- Gugatan Mantan Eksekutif Twitter (2024) Pada bulan Maret 2024, empat mantan eksekutif Twitter menggugat Musk dengan tuduhan menahan lebih dari US$128 juta dalam pembayaran pesangon setelah mereka dikeluarkan dari perusahaan. Kasus ini menambah daftar panjang persoalan hukum yang muncul sejak Musk mengambil alih Twitter.
- Tuduhan Manipulasi Saham Tesla (2018) Musk juga pernah terjerat kasus hukum dengan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) pada 2018. SEC menuduh Musk melakukan penipuan setelah ia mengklaim di Twitter bahwa ia telah "mengamankan pendanaan" untuk menjadikan Tesla perusahaan privat. Klaim tersebut ternyata tidak berdasar, dan Musk akhirnya setuju untuk membayar denda sebesar US$20 juta serta mundur sebagai Ketua Dewan Direksi Tesla selama tiga tahun.
- Kasus Pemecatan di Twitter (2022) Setelah pengambilalihan Twitter, Musk melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal yang menyebabkan sejumlah mantan karyawan menggugat perusahaan tersebut. Mereka menuduh bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan tanpa pemberitahuan yang memadai dan tanpa pemberian kompensasi yang layak.
- Gugatan Soal Pengaruh di Dogecoin (2023) Musk juga menghadapi gugatan terkait perannya dalam mempromosikan Dogecoin, sebuah mata uang kripto. Gugatan ini menuduh Musk terlibat dalam skema piramida yang menyebabkan lonjakan harga Dogecoin, yang kemudian anjlok dan menyebabkan kerugian bagi banyak investor.
- Konflik Ketenagakerjaan di Tesla (2020) Tesla, di bawah kepemimpinan Musk, beberapa kali menghadapi gugatan dari pekerja terkait kondisi kerja di pabrik-pabriknya. Beberapa kasus melibatkan tuduhan diskriminasi rasial dan pelecehan di tempat kerja, serta dugaan pelanggaran hak-hak serikat pekerja.
- Kasus Tuntutan terhadap "Pedo Guy" (2019) Musk juga pernah dituntut atas pencemaran nama baik oleh seorang penyelam gua asal Inggris, Vernon Unsworth. Kasus ini muncul setelah Musk menyebut Unsworth sebagai "pedo guy" di Twitter, terkait insiden penyelamatan tim sepak bola anak-anak di Thailand. Musk akhirnya memenangkan kasus ini setelah juri memutuskan bahwa ucapannya tidak serius dan tidak merupakan fitnah.
Starlink Indonesia Milik Elon Musk Bermasalah
Starlink, layanan internet satelit global yang dikembangkan oleh SpaceX milik Elon Musk, kini menghadapi serangkaian tantangan dan kontroversi di Indonesia. Meskipun layanan ini menjanjikan akses internet cepat di wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur konvensional, peluncurannya di Indonesia ternyata tidak semulus yang dibayangkan.
Salah satu kendala utama yang dihadapi Starlink di Indonesia adalah masalah perizinan. Layanan ini harus mematuhi regulasi telekomunikasi yang ketat di Indonesia. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, menegaskan bahwa setiap penyedia layanan internet harus mendapatkan izin operasi yang sah. Proses perizinan yang berlarut-larut ini menjadi hambatan signifikan bagi Starlink untuk memperluas jangkauan layanannya di tanah air.
Kehadiran Starlink juga memicu kekhawatiran di kalangan penyedia layanan internet lokal. Banyak yang melihat Starlink sebagai ancaman terhadap bisnis mereka, terutama di daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau internet cepat. Dengan teknologi canggih dan kemampuan menawarkan layanan yang mungkin lebih murah dan lebih cepat, Starlink dianggap bisa menggeser dominasi pemain lokal, yang berpotensi mengguncang industri telekomunikasi nasional.
Pemerintah Indonesia juga mengkhawatirkan aspek keamanan terkait penggunaan teknologi satelit asing untuk komunikasi internet. Beberapa pihak di pemerintahan mempertanyakan apakah data-data yang dikirim melalui jaringan Starlink akan aman dan terlindungi, mengingat layanan ini dikelola oleh perusahaan asing. Kekhawatiran tentang kedaulatan digital ini menjadi salah satu alasan pemerintah bersikap hati-hati dalam memberikan izin operasi penuh kepada Starlink.
Selain masalah regulasi dan ekonomi, kehadiran Starlink juga menimbulkan kontroversi sosial dan lingkungan. Beberapa komunitas lokal menyoroti potensi dampak lingkungan dari peluncuran ribuan satelit yang menjadi bagian dari infrastruktur Starlink. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa layanan ini hanya akan menguntungkan segelintir masyarakat yang mampu membayar biaya layanan yang relatif mahal, sementara kesenjangan digital tetap tidak teratasi di lapisan masyarakat yang lebih luas.
Meskipun Starlink dikenal dengan keunggulan teknologinya, tidak semua wilayah di Indonesia bisa memanfaatkan layanan ini secara optimal. Indonesia, dengan kondisi geografis yang sangat beragam, menghadirkan tantangan tersendiri bagi operasional satelit, seperti interferensi cuaca yang dapat mempengaruhi kualitas layanan. Hal ini menambah daftar panjang kendala yang harus diatasi oleh Starlink untuk bisa beroperasi dengan efektif di seluruh wilayah Indonesia. (*)
Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia
dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu.
Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional.
Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.