KABARBURSA.COM - Di tengah gencarnya pembangunan nasional, sektor infrastruktur kembali menjadi sorotan utama sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah telah menggelontorkan ratusan triliun rupiah dari APBN 2025 untuk mendanai proyek-proyek strategis seperti jalan tol, jembatan, hingga pengembangan energi terbarukan. Tak heran, emiten-emiten infrastruktur di Bursa Efek Indonesia ikut mendapat ekspektasi besar dari para pelaku pasar.
Namun, di balik peluang yang terbentang luas, muncul pertanyaan krusial: apakah emiten infrastruktur seperti JSMR, PGAS, dan PGEO benar-benar menawarkan prospek jangka panjang yang solid? Ataukah semua ini hanya sebatas narasi manis yang belum tentu terealisasi?
PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGAS
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencatatkan dinamika kinerja keuangan yang cukup menarik dalam sepuluh tahun terakhir.
Dari data yang ada, kita bisa menelusuri bagaimana perjalanan perusahaan gas milik negara ini naik-turun menghadapi perubahan iklim ekonomi global, kebijakan energi dalam negeri, hingga volatilitas harga energi internasional.
Jika kita menengok ke tahun 2020, PGAS sempat tertekan hebat dengan kerugian bersih yang cukup dalam, mencapai minus Rp3,86 triliun. Penyebabnya saat itu berkaitan erat dengan pandemi COVID-19, penurunan permintaan gas, dan juga beban non-operasional yang membengkak.
Namun, hanya setahun berselang, pada 2021, perusahaan ini bangkit dengan laba bersih sebesar Rp4,35 triliun, menandakan bahwa fundamental bisnis PGAS masih cukup solid ketika situasi eksternal mulai membaik.
Tahun 2022 menunjukkan konsistensi performa dengan laba Rp4,85 triliun, disusul 2023 yang sedikit terkoreksi menjadi Rp4,24 triliun. Di tahun 2024, performa PGAS kembali menguat secara tahunan dengan laba mencapai Rp5,38 triliun.
Ini menandakan bahwa walaupun tekanan jangka pendek ada, secara umum PGAS masih mencetak arus laba yang stabil dalam skala tahunan.
Pendapatan (revenue) mengikuti pola yang relatif paralel dengan laba bersih. Meskipun tidak disertakan secara terpisah dalam angka di data ini, kita bisa menyimpulkan dari laba yang dicetak, PGAS tetap mampu mengelola margin keuntungan yang kompetitif.
Dari sisi imbal hasil kepada pemegang saham, PGAS terbilang cukup dermawan. Dividen yang dibayarkan dalam beberapa tahun terakhir tergolong tinggi. Pada TTM terakhir, dividen per saham tercatat sebesar Rp148,31 dengan dividend yield mencapai 9,24 persen, angka yang sangat menarik, khususnya bagi investor dengan pendekatan income investing.
Payout ratio-nya pun terbilang tinggi, mencapai hampir 89 persen, menunjukkan bahwa sebagian besar laba perusahaan memang dikembalikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Namun, tingginya payout ratio ini juga perlu dilihat dengan cermat. Misalnya, pada tahun 2019, rasio ini mencapai 105 persen, yang berarti dividen yang dibayarkan melebihi laba bersih, sehingga kemungkinan ditopang dari cadangan atau pos lainnya.
Ini bisa menjadi pertanda kuatnya komitmen manajemen terhadap distribusi keuntungan, tetapi juga sekaligus memberi catatan agar arus kas tetap dijaga agar tidak menekan likuiditas perusahaan.
Kapitalisasi pasar PGAS saat ini berada di kisaran Rp38,9 triliun, dengan nilai enterprise sekitar Rp48,4 triliun. Jumlah saham beredar mencapai 24,24 miliar lembar.
Dengan valuasi ini, PGAS masih berada pada level yang cukup kompetitif dibandingkan perusahaan energi sejenis, apalagi dengan latar belakang fundamental yang sudah mulai stabil dan potensi bisnis gas bumi yang akan terus dibutuhkan dalam masa transisi energi menuju era energi terbarukan.
Secara keseluruhan, data keuangan PGAS mencerminkan karakter perusahaan energi dengan cashflow kuat, disiplin dividen yang tinggi, dan kemampuan untuk bangkit dari tekanan makroekonomi.
Tentu saja, ada beberapa tantangan eksternal yang menjadi faktor penentu dalam jangka panjang. Di antaranya:
- Penurunan pasokan gas: Pasokan dari Blok Corridor diperkirakan menurun dari 410 BBTUD pada 2024 menjadi 129 BBTUD pada 2028.
- Regulasi Harga Gas (HGBT): Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) memberikan tekanan pada margin keuntungan perusahaan.
- Fluktuasi harga energi global: Ketidakstabilan harga energi global dapat mempengaruhi pendapatan dan strategi perusahaan.
Namun secara struktur keuangan, PGAS terbilang cukup siap untuk menyongsong tantangan tersebut dengan kinerja yang dapat diandalkan.
Dan untuk memperkuat posisi di sektor energi, PGAS menjalankan beberapa proyek strategis, seperti:
- Jaringan gas rumah tangga atau Jargas, yang menargetkan penambahan 200.000 sambungan rumah pada 2025.
- Pembangunan pipa gas, yaitu proyek pipa Bintuni-Fakfak dan Tegal-CIlacap untuk mendukung Kawasan industry dan penghiliran gas.
- Pengembangan energi terbarukan: Sebuah proyek biomethane dan revitalisasi LNG Hub Arun untuk diversifikasi sumber energi.
Secara keseluruhan, PGAS menunjukkan prospek jangka Panjang yang positif dengan strategi diversifikasi dan pengembangan infrastruktur gas. Namun, perusahaan harus mengelola tantangan terkait pasokan gas, regulasi harga, dan fluktuasi pasar energi global untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGEO
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memulai tahun 2025 dengan kinerja keuangan yang mencerminkan dinamika khas industri energi baru dan terbarukan: penuh potensi, namun tetap menghadapi tantangan nyata di sisi efisiensi dan margin.
Dalam laporan keuangan kuartal I 2025, PGEO mencatatkan pendapatan sebesar USD 101,51 juta. Angka ini sebenarnya hanya mengalami penurunan tipis sekitar 1,75 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun yang cukup mencolok adalah penurunan tajam pada laba bersih, yang anjlok hingga 33,97 persen menjadi USD 31,37 juta. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan signifikan pada beban operasional yang tercatat melonjak lebih dari dua kali lipat, mencapai USD 2,92 juta.
Dampaknya pun terasa pada margin laba bersih yang turun drastis menjadi hanya 30,91 persen, jauh dari level kenyamanan sektor panas bumi yang umumnya mengandalkan efisiensi sebagai pilar profitabilitas.
Dari sisi laba per saham (EPS), perusahaan mencatat angka sebesar USD 13,46, meski belum ada data pembanding dari tahun sebelumnya. Rasio ini menunjukkan bahwa PGEO masih mampu membukukan keuntungan yang bisa diatribusikan kepada pemegang saham meski tekanan biaya cukup besar.
Masuk ke sisi neraca, PGEO tetap mempertahankan posisi kas dan setara kas yang kuat dengan total USD 703,86 juta, hanya turun 3 persen dibandingkan periode sebelumnya. Total aset perusahaan meningkat sedikit menjadi USD 3,03 miliar, yang menunjukkan adanya ekspansi atau kapitalisasi proyek baru.
Liabilitas juga bertambah tipis 2,11 persen menjadi USD 985,22 juta. Dengan ekuitas yang bertahan di level USD 2,04 miliar dan total saham beredar sebanyak 39,22 miliar lembar, struktur permodalan PGEO masih tergolong sehat.
Meski begitu, indikator profitabilitas seperti Return on Assets (ROA) dan Return on Capital (ROC) masih di level moderat, masing-masing sebesar 4,59 persen dan 4,97 persen.
Nilai ini mencerminkan bahwa aset dan modal yang digunakan belum sepenuhnya menghasilkan imbal hasil yang optimal, sesuatu yang wajar untuk perusahaan yang sedang berada dalam fase ekspansi dan pembangunan infrastruktur jangka panjang.
Arus kas operasi PGEO tercatat positif sebesar USD 77,47 juta,naik hampir 13 persen secara tahunan. Artinya, dari sisi operasional murni, perusahaan masih mampu menghasilkan kas yang solid. Namun sisi investasi menunjukkan angka negatif USD 28,12 juta, yang menandakan aktivitas ekspansi atau pengembangan proyek sedang berlangsung intensif.
Sementara itu, arus kas dari pendanaan hampir datar, hanya minus USD 460 ribu, yang bisa diartikan bahwa tidak banyak aktivitas pinjaman atau pembayaran utang yang terjadi di periode tersebut.
Namun yang cukup mengkhawatirkan adalah angka free cash flow (FCF) yang tercatat minus USD 33,5 juta, terpukul hingga lebih dari 400 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
FCF yang negatif menunjukkan bahwa setelah membayar seluruh pengeluaran modal (capital expenditure), perusahaan belum mampu menyisakan kas bebas dalam skala positif. Ini lazim dalam fase investasi proyek, tetapi tetap perlu dimonitor agar tidak membebani likuiditas di masa depan.
Secara keseluruhan, kinerja keuangan PGEO di kuartal pertama 2025 memperlihatkan bahwa perusahaan ini sedang berada dalam fase “mengeluarkan banyak, menanam banyak” demi hasil jangka panjang.
Dengan proyek-proyek strategis seperti PLTP Lumut Balai Unit-2 yang dijadwalkan beroperasi pada pertengahan tahun ini, PGEO tampaknya masih berada dalam lintasan pertumbuhan. Namun tantangannya nyata, terutama dalam menjaga efisiensi biaya dan memastikan bahwa ekspansi menghasilkan imbal hasil yang proporsional.
Singkatnya, PGEO menunjukkan kemampuan finansial yang stabil, tetapi juga mengingatkan bahwa transformasi energi dan ekspansi infrastruktur hijau bukan jalan mulus tanpa guncangan. Tantangan eksternal dan kebutuhan investasi besar menjadikan setiap dolar yang dibelanjakan saat ini sebagai taruhan atas keberlanjutan jangka panjang perusahaan.
Mundur satu tahun ke belakang, PGEO mencatatkan pendapatan sebesar USD407,12 juta, mengalami peningkatan tipis sebesar 0,20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, laba bersih perusahaan mengalami penurunan sebesar 1,89 persen menjadi USD160,49 juta.
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk biaya depresiasi yang lebih tinggi akibat kapitalisasi aset baru dan peningkatan aktivitas pengeboran.
Berbicara tentang proyek strategis dan ekspansi, PGEO menargetkan peningkatan kapasitas terpasang menjadi 1 gigawatt (GW) dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Untuk mencapai target ini, perusahaan berencana menambah kapasitas hingga 340 megawatt (MW) dari 15 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP).
Salah satu proyek utama adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit-2 di Sumatera Selatan, dengan kapasitas 55 MW. Proyek ini dijadwalkan mulai beroperasi secara komersial pada Mei 2025.
Untuk mendukung ekspansi ini, PGEO telah menyiapkan belanja modal (capex) sekitar USD319 juta pada tahun 2025, yang sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan organik dan proyek strategis di Indonesia.
Prospek jangka Panjang PGEO didukung oleh sejumlah peluang eksternal. Salah satunya adalah Indonesia memiliki potensi panas bumi yang melimpah, dengan total kapasitas mencapai 23,7 GW, namun baru sekitar 2,276 MW yang dimanfaatkan.
Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan pemanfaatan energi panas bumi sebagai bagian dari transisi energi nasional.
PGEO juga mendapatkan pengakuan internasional dengan masuk dalam daftar “2025 ESG Top-Rated Company” oleh Sustainalytics, menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia dalam daftar tersebut.
Meskipun prospek jangka panjang terlihat positif, PGEO menghadapi beberapa tantangan:
- Risiko Finansial dan Regulasi: Pengembangan proyek panas bumi memerlukan investasi awal yang besar dan menghadapi risiko regulasi yang kompleks.
- Penerimaan Masyarakat: Beberapa proyek menghadapi penolakan dari masyarakat lokal karena kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan keselamatan.
Dengan strategi ekspansi yang jelas, dukungan pemerintah, dan pengakuan internasional dalam praktik ESG, PGEO memiliki prospek jangka panjang yang solid pada tahun 2025. Namun, perusahaan perlu mengelola tantangan finansial, regulasi, dan sosial untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Prospek Nyata, tapi Bukan Tanpa Tantangan
Ketiga emiten, baik JSMR, PGAS, dan PGEO, saat ini berada di sektor infrastruktur vital dan menunjukkan kinerja yang secara data dapat dipertanggungjawabkan. Mereka bukan menjual mimpi, tapi menjalankan transformasi dan ekspansi yang terukur.
Tantangan tentu ada, namun strategi mitigasi, dukungan regulasi, dan basis operasional yang kuat membuat prospek jangka panjang ketiganya tergolong menjanjikan.
Jadi, ini bukan sekadar janji manis, melainkan upaya konkret menuju pertumbuhan berkelanjutan yang layak dipantau dan dievaluasi secara berkala.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.