KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam klasifikasi industri IDX Industrial Classification atau IDX IC mencatat empat emiten di subsektor produk rumah tangga tidak tahan lama, turunan sektor barang konsumen primer, yang fokus pada produk kosmetik atau perawatan tubuh, yaitu PT Victoria Care Indonesia Tbk (VICI), PT Kino Indonesia Tbk (KINO), PT Mustika Ratu Tbk (MRAT), dan PT Martina Berto Tbk (MBTO).
Keempat emiten tersebut berhasil mencatatkan diri di pasar saham melalui proses go public, bersaing dengan banyak perusahaan kosmetik lainnya. Perusahaan ini berhasil menunjukkan dinamika yang berbeda dalam hal kinerja keuangan dan harga saham.
Dari segi kinerja keuangan, Victoria Care Indonesia secara umum tampil lebih baik dibandingkan para kompetitornya karena memiliki performa yang lebih sehat. VICI membukukan laba bersih tertinggi di antara empat perusahaan, dengan memperoleh Rp132,8 miliar untuk kuartal III 2024, meskipun ada penurunan dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Dari sisi profitabilitas, VICI unggul karena memiliki margin laba bersih yang sangat baik.
Di sisi lain, KINO menjadi emiten yang berlawanan dengan VICI karena menghadapi penurunan signifikan di laba bersih. Sementara itu, Mustika Ratu dan Martina Berto masih dalam tahap pemulihan.
Mustika Ratu membukukan laba bersih Rp232,1 juta di kuartal III 2024, yang menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama pada 2023. Pada kuartal yang sama, Martina Berto juga mengalami perbaikan signifikan dari kinerja keuangannya dengan mencatatkan laba bersih Rp802,5 juta, berbalik dari kerugian pada tahun lalu.
Sementara itu, jika dilihat dari harga sahamnya, KINO memiliki harga saham tertinggi, diikuti oleh VICI dan MRAT. Adapun MBTO berada di urutan paling belakang karena memiliki harga saham yang sangat rendah di antara para pesaingnya.
Baik MBTO, MRAT, VICI, dan KINO sama-sama menghadapi tantangan bisnis kosmetik yang cukup berat, meskipun dengan dinamika yang berbeda. VICI tampil lebih baik dengan kinerja keuangan yang solid, namun tetap menghadapi risiko penurunan laba yang perlu diwaspadai. KINO menghadapi penurunan signifikan dalam laba bersih, yang mengindikasikan adanya tantangan dalam mengelola biaya dan pendapatan.
Industri Kosmetik Tumbuh Signifikan di Depan Beragam Tantangan
[caption id="attachment_122054" align="aligncenter" width="680"] Produk kosmetik VICI. Foto: Dok VICI[/caption]
Industri kosmetik di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, tercermin dari peningkatan jumlah perusahaan kosmetik yang terdaftar di Tanah Air. Merujuk data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jumlah perusahaan kosmetik Indonesia meningkat sebesar 21,9 persen, dari 913 perusahaan pada tahun 2022 menjadi 1.010 perusahaan pada pertengahan 2023.
Sektor produk perawatan diri (personal care) mendominasi pasar kosmetik Indonesia dengan nilai pasar yang mencapai USD3,18 miliar pada 2022. Produk perawatan kulit (skincare) mengikuti di posisi kedua dengan nilai pasar USD2,05 miliar, sementara kosmetik menyumbang USD1,61 miliar dan wewangian USD39 juta.
Meskipun sebagian besar pasar kosmetik Indonesia diserap oleh kebutuhan domestik, industri ini juga berhasil menembus pasar internasional. Nilai ekspor produk kosmetik Indonesia tercatat mencapai USD770,8 juta pada periode Januari hingga November 2023.
Perkembangan industri ini tidak lepas dari kontribusi pesat sektor e-commerce, di mana produk personal care dan kosmetik secara konsisten berada di tiga besar kategori terlaris di marketplace Indonesia sejak 2018. Penjualan di platform digital tercatat mencapai transaksi sebesar Rp13.287,4 triliun dan volume transaksi 145,44 juta unit sepanjang periode 2018-2022.
Di balik pertumbuhan pesat ini, sektor kosmetik Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha kosmetik, yakni 89,2 persen, merupakan IKM. Meskipun sektor ini inklusif dan memberikan peluang bagi pengusaha lokal, tantangan dalam hal persaingan harga, regulasi yang ketat, serta kebutuhan untuk terus berinovasi di tengah tren pasar yang cepat berubah menjadi isu yang perlu dihadapi.
Selain itu, meskipun diproyeksikan tumbuh sebesar 4,86 persen per tahun dalam periode 2024-2029, dengan nilai pasar yang diperkirakan mencapai Rp30 triliun pada 2024, industri kosmetik Indonesia harus tetap mengantisipasi fluktuasi pasar global yang turut memengaruhi ekspor produk kosmetik lokal. Pada 2023, meskipun Indonesia berhasil mencapai pendapatan USD8,09 miliar dari industri ini, tantangan dalam mengelola biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk kosmetik lokal di pasar global tetap menjadi fokus utama.
Sektor kosmetik Indonesia juga berkontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional, dengan kontribusi mencapai 1,92 persen terhadap PDB dan 6,8 persen terhadap PDB sektor industri pengolahan. Dengan terus bertumbuhnya jumlah pelaku usaha kosmetik, yang kini lebih dari 1.200 unit usaha pada 2024, industri ini menunjukkan potensi besar bagi pengusaha lokal. Namun, keberlanjutan pertumbuhannya tetap bergantung pada kemampuan industri untuk beradaptasi dengan tren pasar yang terus berkembang, serta menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal yang ada.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, dominasi IKM dalam sektor ini menunjukkan bahwa industri kosmetik lokal memiliki potensi besar untuk berkembang.
Dengan pemanfaatan teknologi, inovasi produk, serta strategi pemasaran yang tepat, bisnis kosmetik Indonesia masih memiliki peluang untuk memperluas pangsa pasarnya baik di pasar domestik maupun internasional.
Kinerja Emiten Kosmetik tak Semua Kinclong
[caption id="attachment_122055" align="aligncenter" width="680"] Produk kosmetik KINO. Foto: Dok KINO[/caption]
Sektor kosmetik di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang cukup kompleks, mulai dari persaingan yang semakin ketat hingga regulasi yang terus berubah. Namun, meskipun tantangan ini cukup berat, sejumlah perusahaan kosmetik berhasil merumuskan strategi inovatif untuk tetap bertahan dan bahkan berkembang. Sebagai contoh, Victoria Care Indonesia memanfaatkan kekuatan digital marketing untuk memperluas jangkauan pasarnya, sementara perusahaan lain seperti Mustika Ratu berfokus pada pengembangan produk berbasis bahan alami.
Industri kosmetik Indonesia memang tengah berkembang pesat, tetapi tak semua pemain besar dalam sektor ini mampu mencatatkan performa yang mengkilap. Beberapa emiten besar, seperti Kino Indonesia, Victoria Care Indonesia, Mustika Ratu, dan Martina Berto, kinerja masing-masing perusahaan menunjukkan perbedaan yang mencolok.
KINO melaporkan penurunan laba bersih meskipun berhasil mencatatkan kenaikan penjualan yang cukup signifikan. Pada semester I 2024, KINO membukukan laba bersih Rp30,93 miliar, mengalami penurunan sebesar 2,61 persen dibandingkan dengan Rp31,73 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, penjualan KINO meningkat 14,1 persen yoy, mencapai Rp2,16 triliun, didorong oleh kontribusi terbesar dari sektor minuman yang mencapai Rp1,19 triliun. Sektor perawatan tubuh juga mencatatkan penjualan yang signifikan dengan Rp753,44 miliar, sementara sektor makanan tercatat sebesar Rp189,88 miliar.
Meskipun penjualannya meningkat, KINO menghadapi tantangan berupa peningkatan beban pokok penjualan yang naik menjadi Rp1,23 triliun, dari sebelumnya Rp1,12 triliun pada semester I 2023. Selain itu, kenaikan beban penjualan dan administrasi turut mempengaruhi kinerja perusahaan, menyebabkan penurunan laba bersih per saham yang tercatat Rp22, dibandingkan dengan Rp23 pada periode yang sama tahun lalu.
Berbeda dengan KINO, VICI mencatatkan kinerja positif, dengan laba bersih meningkat sebesar 20 persen menjadi Rp47,1 miliar, dibandingkan dengan Rp39,2 miliar pada kuartal pertama tahun 2023.
Pendapatan VICI juga mengalami kenaikan yang solid sebesar 14,6 persen, mencapai Rp338,5 miliar dibandingkan dengan Rp295,4 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Keberhasilan VICI didorong oleh strategi pemasaran yang tepat, serta penguatan kehadiran di platform digital, termasuk pemanfaatan TikTok Shop yang kembali beroperasi di Indonesia sejak Desember 2023.
Direktur Utama VICI, Billy Hartono Salim, mengungkapkan bahwa keberhasilan perusahaan di kuartal pertama 2024 ini juga didorong oleh program bundling produk khusus menjelang Lebaran 2024 yang cukup sukses.
Selain itu, VICI berhasil mempertahankan margin laba kotor sebesar 55,3 persen, dengan margin laba bersih yang tercatat 13,9 persen, menunjukkan kondisi keuangan yang solid.
Mustika Ratu juga berhasil mencatatkan pencapaian positif, dengan peningkatan penjualan bersih sebesar 0,5 persen pada kuartal ketiga 2024. Penjualan bersih perusahaan tercatat sebesar Rp223,14 miliar, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp222,09 miliar.
Laba usaha Mustika Ratu mengalami lonjakan signifikan sebesar 28 persen, seiring dengan kenaikan penjualan di kategori perawatan diri (personal care) yang tumbuh 3 persen, serta kosmetik yang mengalami lonjakan luar biasa hingga 21 persen. Ini adalah pencapaian yang impresif mengingat ketatnya persaingan, terutama dengan hadirnya produk kosmetik impor dari China.
Presiden Direktur Mustika Ratu, Bingar Egidius Situmorang, mengungkapkan rasa optimisme yang besar terhadap kinerja perusahaan. "Kami terus berinovasi dan berfokus pada kualitas produk berbasis bahan alami Indonesia, yang membedakan kami dari para pesaing global," ujar Bingar. Selain itu, perusahaan juga memfokuskan ekspansinya ke pasar Eropa dan negara-negara Teluk.
Pada semester pertama 2024, Mustika Ratu mencatatkan laba bersih yang melonjak luar biasa sebesar 710 persen menjadi Rp302,19 juta, dibandingkan dengan Rp37,28 juta pada periode yang sama tahun lalu. Meskipun ada peningkatan beban pokok penjualan, laba kotor perusahaan tetap mencatatkan angka positif, yakni Rp74,51 miliar, meskipun sedikit menurun dibandingkan tahun lalu.
Sementara itu, Martina Berto juga melaporkan pencapaian yang positif pada tahun 2023, dengan penurunan rugi bersih dari Rp42,43 miliar menjadi Rp31,93 miliar. Pada tahun 2024, perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 25 persen, dengan proyeksi penjualan mencapai Rp525 miliar.
Bryan Tilaar, Direktur Utama Martina Berto, menjelaskan bahwa perusahaan akan terus beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen, melakukan rejuvenasi produk, serta meningkatkan efektivitas biaya pemasaran dan distribusi. Strategi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yang lebih besar dan profitabilitas yang lebih baik di tahun mendatang.
Salah satu kesamaan yang dimiliki oleh hampir semua perusahaan kosmetik ini adalah komitmen mereka terhadap pembangunan ekonomi lokal. Baik Mustika Ratu maupun Martina Berto menekankan pentingnya pemberdayaan petani lokal dalam penyediaan bahan baku, serta kontribusi pada peningkatan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Melalui inovasi dan fokus pada kualitas, kedua perusahaan ini berharap dapat terus berkembang dan menghadapi tantangan global. Ini juga menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga daya saing mereka di pasar domestik maupun internasional.
Industri kosmetik Indonesia menghadapi persaingan yang semakin ketat, baik dari pemain lokal maupun internasional. Produk kosmetik impor dari China yang semakin populer membuat perusahaan lokal harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya.
Di sisi lain, kehadiran platform digital seperti TikTok Shop menjadi peluang besar untuk memperluas pasar, seperti yang dilakukan oleh VICI. Digitalisasi dan pemasaran yang efektif telah terbukti menjadi strategi yang tepat untuk meraih kesuksesan di pasar yang semakin kompetitif ini.
Dengan demikian, meskipun industri kosmetik Indonesia terus berkembang, kinerja perusahaan-perusahaan kosmetik besar ini menunjukkan bahwa tidak semua emiten dapat memanfaatkan potensi pasar dengan sebaik-baiknya. Sementara beberapa perusahaan berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan yang signifikan, ada juga yang harus menghadapi tantangan besar dalam mengelola beban operasional dan mempertahankan profitabilitas.
Setelah membahas secara mendalam tentang kinerja keuangan perusahaan-perusahaan kosmetik di Indonesia, kini saatnya kita beralih ke aspek yang tidak kalah penting bagi para investor, yaitu valuasi saham. Meskipun kinerja operasional dan pendapatan perusahaan-perusahaan kosmetik ini cukup menggembirakan, penting untuk melihat apakah kinerja keuangan tersebut tercermin dalam nilai saham mereka.
Saham Emiten Kosmetik: Potensi Terpendam di Tengah Kinerja tak Mengilap
[caption id="attachment_122056" align="aligncenter" width="680"] Produk PT Martina Berto Tbk (MBTO). Foto: Dok Martina Berto[/caption]
Analisis performa saham beberapa perusahaan Indonesia memberikan gambaran menarik terkait kinerja keuangan, valuasi, serta prospek pertumbuhan mereka. Berdasarkan data terbaru, berikut adalah ringkasan analisis untuk tiga perusahaan besar: MBTO, VICI, KINO, dan MRAT.
Harga saham MBTO saat ini mencatatkan rasio P/E tahunan sebesar 92, meskipun perusahaan ini mengalami kerugian signifikan dengan rasio P/E TTM (Trailing Twelve Months) -3,35. Dengan EPS negatif sebesar -27,44, laba per saham perusahaan mengalami penurunan yang cukup tajam. Valuasi saham terbilang murah, dengan rasio Price-to-Book (P/B) 0,27 dan Price-to-Sales (P/S) 0,23, yang menunjukkan harga saham yang rendah dibandingkan dengan nilai buku dan penjualannya.
Dalam hal kinerja pasar, harga saham MBTO mengalami kenaikan 3,37 persen selama 3 bulan terakhir. Namun, saham ini masih mencatatkan penurunan jangka panjang dengan penurunan 20,69 persen dalam 3 tahun terakhir dan penurunan lebih tajam sebesar 48,60 persen dalam 10 tahun terakhir, yang menunjukkan tantangan signifikan yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan profitabilitas.
Berikutnya, valuasi MRAT menunjukkan rasio P/E yang sangat tinggi, mencapai 356,86, meskipun rasio P/E TTM perusahaan tetap negatif (-7,89). Dengan rasio Price-to-Sales (P/S) yang lebih tinggi di 0,37, MRAT menunjukkan potensi meski kondisi keuangan saat ini tertekan.
Kinerja saham MRAT tercatat menurun signifikan sebesar 52,66 persen dalam 6 bulan terakhir, dan saham ini tetap tertekan dalam jangka panjang. Meskipun potensi sektor komoditas masih ada, investor perlu berhati-hati dengan kinerja keuangan perusahaan yang sedang dalam penurunan.
VICI memiliki valuasi yang lebih terjangkau dibandingkan sektor pasar yang lebih besar, dengan rasio P/E TTM sebesar 24,30. Perusahaan ini mencatatkan EPS stabil di angka 25,10, namun dengan rasio Price-to-Sales (P/S) yang cukup tinggi di 2,97 dan Price-to-Book (P/B) 4,07, yang menunjukkan valuasi tinggi dibandingkan dengan aset buku perusahaan.
Dari segi dividen, VICI menawarkan hasil dividen sebesar 1,72 persen dengan rasio payout yang cukup kompetitif di 39,79 persen. Meskipun kinerja saham perusahaan tercatat turun 19,38 persen dalam 3 bulan terakhir, VICI menunjukkan potensi jangka panjang dengan kenaikan signifikan sebesar 93,98 persen dalam 5 tahun terakhir.
Dengan rasio P/E tahunan sebesar 92, KINO menunjukkan potensi valuasi tinggi, meskipun rasio P/E TTM negatif -7,89. Rasio Price-to-Sales (P/S) yang lebih tinggi di 0,37 mencerminkan nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan penjualan aktual perusahaan.
Harga saham KINO mengalami penurunan yang signifikan sebesar 27,93 persen dalam 1 tahun terakhir, yang menjadi perhatian bagi investor. Meski begitu, perusahaan menunjukkan perbaikan di sektor dividen, dengan hasil dividen yang cukup menarik sebesar 1,72 persen dan rasio payout 39,79 persen.
Harga saham MBTO dan MRAT menunjukkan tekanan signifikan. Sementara itu, VICI mencatatkan kinerja yang lebih stabil meskipun mengalami penurunan pendapatan, sedangkan KINO menghadapi penurunan laba bersih namun tetap menawarkan potensi dividen yang menarik.
Bagi investor, penting untuk mempertimbangkan dengan hati-hati kondisi keuangan masing-masing perusahaan, serta potensi pertumbuhan jangka panjang yang dapat ditawarkan di tengah tantangan pasar yang ada. (*)