Logo
>

Emiten Prajogo Pangestu Lunasi Utang, Saham Langsung Terbang

Ditulis oleh Yunila Wati
Emiten Prajogo Pangestu Lunasi Utang, Saham Langsung Terbang

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Emiten barang baku milik konglomerat Prajo Pangestu, yaitu PT Chandra Asia Pasifik Tbk atau TPIA, berencana melunasi utang senilai Rp750 miliar.

    Dalam keterbukaan informasi, terungkap bahwa obligasi TPIA I tahap III tahun 2020 itu akan jatuh tempo pada 12 Februari 2025. Menurut PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), TPIA berencana untuk melunasi seluruh obligasinya menggunakan dana internal.

    Diketahui, per 30 September 2024, TPIA memiliki liquidity pool senilai USD2,03 miliar, yang terdiri dari kas dan setara kas sebesar USD1,2 miliar dan surat berharga senilai USD830,8 juta.

    Rencana pelunasan obligasi ini langsung menyulut pergerakan saham TPIA. Di penghujung pekan, Jumat, 8 November 2024, saham TPIA terbang tinggi hingga lebih dari 500 poin atau lebih dari 8 persen dan menempatkan harga ke level Rp7.275 dari sebelumya Rp6.775.

    Saham TPIA dibuka pada level Rp6.775, lebih tinggi dari harga penutupan sebelumnya di Rp6.700. Sepanjang hari, harga bergerak cukup dinamis, mencapai titik tertinggi di Rp7.475 dan titik terendah di Rp6.700. Volume perdagangan yang mencapai 145.000 lot dengan nilai transaksi sebesar Rp103,3 miliar menunjukkan tingginya minat pelaku pasar terhadap saham ini.

    Investor asing menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap TPIA, dengan pembelian bersih mencapai Rp13,1 miliar. Data menunjukkan pembelian oleh investor asing sebesar Rp41,4 miliar, sementara penjualan hanya Rp28,3 miliar. Ini merupakan indikasi bahwa kepercayaan terhadap prospek perusahaan semakin meningkat, khususnya di mata investor global.

    Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah volatilitas harga saham TPIA yang cukup tinggi. Pergerakan harga harian antara Rp6.700 hingga Rp7.475 menunjukkan adanya fluktuasi yang signifikan dalam satu hari perdagangan. Meskipun kenaikan saham mencerminkan sentimen positif, volatilitas ini bisa menjadi faktor risiko bagi investor yang kurang berhati-hati.

    TPIA adalah produsen petrokimia dan perusahaan infrastruktur yang beroperasi secara terintegrasi. Perusahaan ini menyediakan olefina, poliolefina, monomer stirena, butadiena, methyl-tertiary-butyl-ether (MTBE), dan butena-1.

    TPIA memiliki satu-satunya naphtha cracker, yaitu fasilitas produksi monomer stirena, butadiena, MTBE, dan butena-1 di dalam negeri.

    Perusahaan ini juga merupakan distributor tunggal listrik untuk wilayah 2.666 hektar di Cilegon. Juga memiliki 120 megawatt (MW) pembangkit listrik combined cycle, pengolahan air dengan kapasitas 5.000 liter per detik, dan dua dermaga, serta 72 tangki dengan kapasitas total sebesar 130 juta liter.

    Naphtha cracker milik PTIA memiliki kapasitas produksi 2.138 kilo ton per tahun (KTA), juga fasilitas produksi polietilena dengan kapasitas 736 KTA.

    Selain itu, napththa cracker tersebut juga memiliki fasilitas produksi monome stirena dengan kapasitas 340 KTA. Juga fasilitas produksi polipropilena dengan kapasitas 590 KTA, fasilitas produksi butadiena dengan kapasitas 137 KTA, fasilitas produksi MTBE dengan kapasitas 128 KTA, dan terakhir fasilitas produksi betene-1 dengan kapasitas 43 KTA.

    Lalu, per tanggal 30 September 2024, saham TPIA dimiliki oleh:

    • PT Barito Pacific Tbk sebesar 34,63 persen
    • SCG Chemicals Co Ltd sebesar 30,57 persen
    • PT TOP Investment Indonesia sebanyak 15,00 persen
    • Prajogo Pangestu sebesar 5,06 persen
    • Marigold Resources Pte Ltd sebanyak 3,92 persen
    • Erwin Ciputra sebanyak 0,16 persen,
    • Publik sebesar 10,66 persen

    Kinerja Keuangan TPIA Jeblok

    Perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia ini pada 31 Oktober 2024 melaporkan hasil keuangan kuartal 3 tahun 2024 yang menunjukkan kinerja yang sangat menantang.

    TPIA mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp906,8 miliar, meningkat signifikan dari kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp331,9 miliar. Ini mencerminkan peningkatan kerugian sebesar 173,2 persen secara tahunan (YoY).

    Pendapatan TPIA untuk periode 9 bulan pertama 2024 tercatat sebesar Rp18,6 triliun, mengalami penurunan 27,9 persen dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp25,8 triliun.

    Penurunan ini sangat berdampak pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, terlihat dari penurunan gross profit yang hanya mencapai Rp418,3 miliar, anjlok sebesar 58,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    Gross margin TPIA tercatat hanya 2,2 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya, menunjukkan bahwa TPIA menghadapi tantangan dalam menjaga profitabilitas dari operasinya.

    Hal ini dipengaruhi oleh penurunan harga produk petrokimia global dan meningkatnya biaya produksi.

    Laporan keuangan TPIA juga menunjukkan EBITDA yang negatif sebesar Rp705,9 miliar, melonjak 76,2 persen dari negatif Rp400,6 miliar pada tahun 2023. Ini menunjukkan bahwa kinerja operasional TPIA masih tertekan.

    Margin EBITDA perusahaan berada di angka -3,8 persen, yang mengindikasikan tekanan besar pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan operasional sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.

    Kerugian bersih yang semakin dalam disebabkan oleh kombinasi dari penurunan pendapatan, margin keuntungan yang tertekan, dan tingginya beban bunga yang mencapai Rp1,78 triliun. Hal ini juga tercermin dalam net margin yang negatif sebesar -4,9 persen, menunjukkan bahwa setiap pendapatan yang dihasilkan tidak cukup untuk menutupi biaya operasional dan keuangan perusahaan.

    Posisi Keuangan yang Terjepit

    Meski mencatat kas sebesar Rp18,2 triliun, TPIA menghadapi tantangan besar dalam hal utang. Utang jangka pendek perusahaan tercatat sebesar Rp6,49 triliun dan utang jangka panjang mencapai Rp30,56 triliun.

    Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) mencapai 0,84, sementara rasio utang terhadap total kapitalisasi berada di angka 0,46. Hal ini menunjukkan bahwa struktur modal TPIA masih didominasi oleh utang.

    Lebih jauh lagi, rasio EBITDA terhadap beban bunga sebesar -0,40 menandakan bahwa TPIA belum mampu menghasilkan cukup EBITDA untuk membayar beban bunga, mencerminkan kesulitan likuiditas perusahaan.

    Dari sisi valuasi, TPIA memiliki rasio price to earnings (PER) yang negatif sebesar -834,92x karena mencatatkan EPS (Earnings per Share) negatif sebesar Rp10,48 per lembar saham.

    Harga saham TPIA pada akhir kuartal 3 2024 ditutup pada level Rp8.750 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp756,9 triliun. Rasio price to book value (PBV) berada di angka 17,24x, yang menunjukkan valuasi tinggi di tengah kondisi keuangan yang sulit.

    Kinerja keuangan TPIA yang tertekan selama kuartal 3 2024 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh perusahaan dalam menghadapi kondisi pasar global yang sulit, terutama di industri petrokimia.

    Fluktuasi harga komoditas, penurunan permintaan global, dan tingginya biaya operasional menjadi beberapa faktor utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan.

    Namun, dengan posisinya sebagai pemimpin di industri petrokimia, TPIA masih memiliki peluang jangka panjang, terutama dengan adanya potensi pemulihan di pasar global dan kebijakan strategis perusahaan untuk terus mengembangkan sektor hilirisasi.

    Perusahaan perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengoptimalkan penggunaan aset serta mengelola utangnya secara lebih efektif.

    Dengan peningkatan kerugian bersih, turunnya pendapatan, dan tantangan likuiditas, TPIA menghadapi kondisi yang sangat menantang pada kuartal 3 2024.

    Meski demikian, kekuatan kas yang masih besar dapat memberikan ruang bagi perusahaan untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang.

    Di tengah tekanan yang ada, fokus pada efisiensi, manajemen utang, dan pemulihan pasar menjadi kunci bagi perusahaan untuk bangkit dari keterpurukan finansial yang sedang dihadapi.(*)

    Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan  Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79