KABARBURSA.COM - PT Eratex Djaja Tbk, berkode saham ERTX, perusahaan tekstil ekspor yang berbasis di Probolinggo, Jawa Timur, menghadapi gugatan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh pihak ketiga, yaitu CV Pacific Indojaya.
Permohonan tersebut tercatat diajukan ke pengadilan pada 16 Juni 2025 dan menyangkut klaim piutang sebesar Rp1,49 miliar.
Namun, manajemen ERTX dengan tegas menolak dasar hukum dari permohonan tersebut.
Direktur ERTX Bejoy Balakrishnan, menyatakan bahwa langkah CV Pacific Indojaya merupakan upaya litigasi yang tidak berdasar dan cenderung mengganggu stabilitas perusahaan.
“Permohonan PKPU ini tidak memiliki dasar hukum dan justru bertujuan untuk menekan serta merusak nama baik Eratex,” ujar Bejoy dalam keterangan resminya dikutip Minggu, 22 Juni 2025.
Menurut dia, CV Pacific Indojaya baru didirikan pada 27 Desember 2024 berdasarkan Akta No. 5 di hadapan notaris di Kabupaten Kuningan. Sementara itu, klaim tagihan yang diajukan kepada Eratex justru merujuk pada periode Juli hingga Oktober 2024, atau beberapa bulan sebelum badan hukum tersebut terbentuk. Hal inilah yang menjadi salah satu kejanggalan utama menurut manajemen.
Lebih lanjut, perusahaan mengungkap bahwa sebagian tagihan yang diklaim oleh CV Pacific Indojaya telah dialihkan kepada individu bernama Indra Pranaja Tjulan melalui perjanjian jual beli piutang (cessie) pada 5 Mei 2025. Cessie tersebut tercatat dalam Akta No. 3 oleh Notaris Getri Permata Sari, SH, MKn.
Manajemen mempertanyakan keabsahan pengalihan tersebut, mengingat pihak pengalihan belum secara sah memiliki klaim hukum yang valid.
“Secara hukum, mereka tidak memiliki tagihan yang sah terhadap Eratex. Ini mencerminkan indikasi penyalahgunaan proses PKPU,” kata Bejoy.
Kinerja Konsisten Tumbuh
Eratex menegaskan bahwa proses PKPU tersebut tidak memiliki dampak terhadap operasional maupun kondisi keuangan perusahaan. Dalam tiga tahun terakhir (2022–2024), ERTX mencatatkan kinerja yang konsisten positif dan terus tumbuh. Perusahaan berhasil membukukan laba selama tiga tahun berturut-turut serta mencatatkan total aset lebih dari Rp1,34 triliun hingga akhir 2024.
Selain itu, ERTX merupakan eksportir tekstil terkemuka yang hampir seluruh produksinya ditujukan ke pasar internasional. Selama 2024, total devisa yang dihasilkan dari ekspor hampir mencapai USD100 juta. Perusahaan juga menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di sektor manufaktur tekstil dengan total 8.401 karyawan per akhir 2024.
“Kami adalah perusahaan mapan yang telah beroperasi sejak 1972. Bisnis kami berjalan normal dan permohonan ini tidak mengganggu sama sekali,” tegas Bejoy.
ERTX menjalankan bisnis tekstil terintegrasi mulai dari pemintalan, penenunan, pencelupan, finishing, pencetakan, konveksi, hingga ekspor. Perusahaan memiliki kantor pusat di Surabaya dan fasilitas produksi di Probolinggo, Jawa Timur, serta kantor cabang di Hong Kong untuk mendukung kegiatan ekspor.
Sejak 2022 hingga 2024, Eratex selalu membukukan laba bersih dan saat ini memiliki total aset lebih dari Rp1,34 triliun. Dengan 8.401 karyawan, perusahaan berkontribusi signifikan dalam menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa ekspor hampir USD100 juta pada tahun 2024.
Menilik data perdagangan terakhir, Jumat, 20 Juni 2025 kemarin, saham ERTX mengalami penurunan 4,76 persen atau 5 poin menjadi Rp100 per lembarnya. Jika dilihat data perdagangan 3 bulan terakhir sahamnya malah mengalami kenaikan dari Rp78 per lembar menjadi Rp100 atau mengalami tren bullish.
ERTX Anggap Gugatan Adalah Hoaks
Senada dengan Bejoy, kuasa hukum ERTX, Jupryanto Purba, yang menyatakan bahwa informasi yang menyebut Eratex digugat sebesar Rp1,49 triliun adalah hoaks dan menyesatkan.
“Faktanya, nilai yang disengketakan hanya Rp1.495.194.369. Itu pun kami duga merupakan utang yang direkayasa. Klien kami sama sekali tidak memiliki utang kepada CV Pacific Indojaya,” ujar Jupryanto pada Minggu, 22 Juni 2025.
Menurutnya, setelah dilakukan pemeriksaan internal, tidak ditemukan adanya invoice, purchase order, maupun surat penawaran dari CV Pacific Indojaya kepada PT Eratex Djaja Tbk. Ia juga menyebut bahwa NPWP serta Nomor Induk Berusaha CV Pacific Indojaya baru diterbitkan pada 28 Desember 2024, sehingga tidak mungkin ada aktivitas penagihan sah sebelum tanggal tersebut.
Tak hanya itu, Jupryanto mengungkap bahwa pihaknya telah mengajukan laporan polisi dengan Nomor: LP/B/637/IX/2024/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 22 Oktober 2024, terkait dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang berkaitan dengan pihak internal dan eksternal perusahaan.
Dalam SP2HP ketiga tertanggal 15 Januari 2025, penyidik menyatakan akan memanggil pihak Bank BCA Cabang Surabaya serta Wandy Chandra, pengurus CV Pacific Indojaya.
“Klien kami juga akan menempuh upaya hukum tambahan atas pemberitaan menyesatkan dari media-media yang menyebut nominal Rp1,49 triliun, karena itu mencemarkan nama baik perusahaan,” tegas Jupryanto.
Manajemen ERTX menambahkan bahwa permohonan PKPU ini sama sekali tidak mempengaruhi kegiatan usaha maupun kondisi finansial perusahaan.(*)