Logo
>

Emiten yang Produksi SDA Disebut Punya Daya Tarik

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Emiten yang Produksi SDA Disebut Punya Daya Tarik

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Emiten yang memproduksi sumber daya alam (SDA) dinilai masih mempunyai daya tarik bagi para investor untuk ke depan.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pembina Galeri Investasi Syariah, Roikhan yang mengacu pada global market.

    "Kalau lihat dari global market maka emiten yang punya produksi SDA itu punya pasar, prospek, dan proyeksi lebih baik," ujar Roikhan kepada Kabar Bursa dikutip, Sabtu, 17 Agustus 2024.

    Terkait di sektor minyak dunia, Roikhan mengimbau agar para investor harus mencari saham yang banyak bertransformasi dengan minyak dunia tersebut.

    Menurut dia, terdapat sejumlah emiten dalam hal tersebut. Di antaranya adalah Elnusa Tbk (ELSA) hingga Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).

    "Terutama kalau kita mau memproyeksikan adanya naik turun harga minyak dunia itu dengan saham di Indonesia, carilah saham yang kira-kira produksinya banyak bertransformasi dengan minyak dunia itu," ungkapnya.

    Di sisi lain, para pelaku pasar saat ini disebut tengah memperhatikan harga minyak. Pasalnya, harga komoditas tersebut kini masih cukup fluktuasi.

    Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee mengatakan, harga minyak kini masih tertekan dikarenakan terdapat masalah pada kekhawatiran permintaan yang lemah.

    “Itu menyebabkan harga minyak tertekan turun ke bawah,” kata Hans dalam acara Webinar “Menangkap Momentum di Balik Dinamika IHSG” yang diselenggarakan Kabar Bursa, Kamis, 15 Agustus 2024.

    Tetapi, lanjut dia, ada beberapa faktor lain yang bisa menguatkan harga minyak, salah satunya adalah konflik di Timur – Tengah yang hingga kini belum berakhir.

    Apalagi, setelah  pejabat dari Hamas dan Hizbullah wafat. Kata Hans, ini cukup menimbulkan kekhawatiran pasar bahwa Iran akan membalas serangan terhadap Israel.

    “Ini membuyarkan ekspetasi orag bahwa perdamaian akan segara ada di Timur – Tengah,”  ungkap dia.

    Menurut Hans, fluktuasi yang relatif tinggi terhadap harga minyak tidak bagus bagi perekonomian. Dia bilang, ini adalah salah satu faktor utama yang cukup mempengaruhi pasar.

    Dia pun berharap perang di Timur Tengah segera berakhir. Jika ini terjadi, Hans yakin bisa berdampak positif terhadap kegiatan pasar keuangan.

    Kemudian, lanjut Hans, ekonomi global saat ini sedang menghadapi peluang pemotongan bunga yang relatif lebih banyak oleh Federal Reserve (The Fed). Alhasil, dia memandang ekspetasi pasar berlebih terkait adanya pemotongan bunga tersebut.

    “Kita akan melihat pasar relatif akan lebih adjust dan perlu menjadi catatan kita beberapa sektor banking belum kembali kepada periode awal karena bank memberikan pencadangan kerugian yang relatif lebih tinggi karena pelambatan pada daya beli,” ucapnya.

    Selain itu, Hans juga memperkirakan pelaku pasar sedang menanti pergantian pemerintahan yang baru jadi mereka sedikit wait and see.

    “Bisnis sedikit berhenti karena mau lihat arah ke depan kebijakan seperti apa yang tentu mempengaruhi pasar,” tuturnya.

    Pengaruh Konflik terhadap Harga Minyak

    Sebelumnya diberitakan, harga minyak mengalami penurunan tajam hingga 2 persen pada Selasa, 13 Agustus 2024 yang dipicu oleh meredanya kekhawatiran di kalangan trader mengenai potensi eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.

    Kekhawatiran tersebut berkurang setelah Iran belum melakukan aksi balasan terhadap Israel terkait pembunuhan seorang pejabat Hamas di Teheran.

    Harga minyak mentah Brent terjun bebas, merosot USD1,61 atau 1,96 persen hingga bertengger di angka USD80,69 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat ikut tergerus, kehilangan USD1,71 atau 2,14 persen dan berakhir di level USD78,35 per barel.

    Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, menegaskan, sebelumnya pasar berekspektasi akan ada serangan balasan dari Iran ke Israel dalam hitungan 24 hingga 48 jam. Namun, lantaran tak terjadi, pasar akhirnya memangkas premi risiko geopolitik dari harga minyak. “Pasar bereaksi dengan memangkas premi risiko dari harga minyak,” ujar Flynn.

    Di sisi lain, Badan Energi Internasional (IEA) masih bertahan dengan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk 2024, namun tak bisa mengelak memangkas perkiraan untuk 2025. Lemahnya konsumsi minyak di China menjadi biang keladi yang menyeret prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

    Namun, Senin, 12 Agustus 2024, menjadi titik balik Brent, melonjak lebih dari 3 persen, berlabuh di USD82,30 per barel setelah sebelumnya menyentuh titik terendah dalam tujuh bulan di USD76,30. Pada hari yang sama, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) meralat proyeksi permintaan tahun 2024, meskipun OPEC+ berencana menggenjot produksi minyak mulai Oktober.

    Gejolak Timur Tengah terus mengancam aliran minyak dari kawasan sentral itu. Meski begitu, ketakutan akan perang besar kian memudar setelah Iran mengisyaratkan niatnya untuk membuka pembicaraan gencatan senjata dengan Hamas, demi meredam serangan balasan.

    “Kami melihat premi risiko geopolitik mulai menyusut,” ungkap Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch Associates, mencermati situasi yang tengah berkembang. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.