KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan produksi siap jual atau lifting minyak pada 2030 hanya bertengger pada level 869.000 barel per hari atau barrel of oil per day (bopd).
Dengan kata lain, proyeksi tersebut resmi meleset dari target lifting 1 juta bopd yang sebelumnya ditetapkan pada 2030.
Selain minyak, lifting gas dalam skenario tinggi diproyeksikan pada level 10,44 juta standar kubik per kaki (mmscfd) pada 2030. Sementara itu, dalam skenario menengah, diproyeksikan sebesar 9,66 mmscfd.
“Saya pegang data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas [SKK Migas] bahwa betul kalau target 2030 1 juta bopd. Ini sekarang tidak keluar angkanya mundur pasca-2030,” ujar Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (29/5/2024).
Dalam paparannya, Dadan menjelaskan bahwa tren lifting migas diproyeksikan mengalami tren peningkatan pasca-2025. Perinciannya adalah pada 2026, lifting minyak mencapai 593.000-621.000 bopd, sedangkan gas 1,08 juta—1,15 juta barel setara minyak atau barrel of oil equivalent per day (boepd). Pada 2027, lifting minyak mencapai 597.000-652.000 bopd, sedangkan gas 1,15 juta—1,26 juta boepd. Pada 2028, lifting minyak mencapai 625.000-720.000 bopd, sedangkan gas 1,27 juta—1,45 juta boepd. Pada 2026, lifting minyak mencapai 642.000-792.000 bopd, sedangkan gas 1,37 juta—1,61 juta boepd.
Impor BBM Tak Terhindarkan
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal sebelumnya mengatakan impor bahan bakar minyak (BBM) tidak terhindarkan usai target lifting minyak 1 juta bopd dimundurkan 2-3 tahun dari rencana awal pada 2030.
Namun, Moshe menyoroti impor BBM yang tinggi di Indonesia memang tidak terhindarkan lantaran populasi yang mengalami pertumbuhan, yakni sekitar 4 persen setiap tahunnya. Selain itu, ekonomi Indonesia juga tetap tumbuh 5 persen sehingga kebutuhan energi bakal tetap meningkat.
Dalam kaitan itu, energi primer masih berasal dari fosil. Walhasil, target lifting minyak 1 juta bph yang mundur 2-3 tahun pada akhirnya berpengaruh terhadap volume impor BBM.
“[Walaupun target mundur], lifting dan produksi harus tetap meningkat. Target 1 juta bph tidak harus 2033, bisa nanti 2040 atau 2050 juga masih dibutuhkan hingga 1 juta bph selama masih bisa,” ujar Moshe saat dihubungi belum lama ini.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto medio Maret membenarkan target lifting minyak Indonesia sebanyak 1 juta barel pada 2030 dipastikan mundur selama 2 hingga 3 tahun. Dengan demikian, target tersebut diproyeksikan baru bisa tercapai pada 2033.
SKK Migas berpendapat peninjauan ulang (review) terhadap target yang termaktub dalam rencana jangka panjang atau long term planning (LTP) perlu dilakukan, khususnya karena adanya pandemi Covid-19 yang menghambat operasional lifting minyak.
“Sebenarnya sudah dapatkan resume, tetapi belum secara resmi kita launching LTP baru, intinya [target lifting minyak 1 juta barel pada 2030] mundur sekitar 2—3 tahun karena diakibatkan pandemi yang kita hadapi,” ujar Dwi.
Sebelumnya Ditarget 580.000 BOPD
Pemerintah kembali menurunkan target lifting minyak dan gas (migas) melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Lifting migas ditargetkan mencapai 580.000-601.000 bopd pada tahun 2025, turun dari target lifting migas tahun ini sebesar 635.000 bopd.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pidato Rapat Paripurna DPR RI mengatakan, mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut, maka lifting minyak bumi 580.000–601.000 bopd dan lifting gas 1.00 juta-1,04 juta boepd.
Berdasarkan KEM PPKF tersebut juga, Sri Mulyani memperkirakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) akan berkisar pada harga USD75–USD85 per barel di tahun 2025.
Di tengah upaya pemerintah menggenjot produksi lifting minyak, realisasi produksi minyak di Indonesia justru malah tergelincir.
Hingga April 2024, realisasi produksi minyak hanya 576.000 bopd. Produksi ini merupakan yang terendah dalam 56 tahun terakhir. Sebelumnya, produksi masih tembus di kisaran 600.000 bopd.
Pemerintah telah menetapkan target lifting minyak di APBN 2024 sebesar 653.000 bopd. Melihat tren ini rasanya sulit bagi pemerintah mencapai target tersebut.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Hudi Suryodipuro mengatakan produksi minyak Indonesia secara year to date sampai dengan 15 April 2024 adalah sebesar 576.000 barel per hari.
“Penurunan produksi dikarenakan banjir yang melanda sebagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di wilayah Sumatra (PHR, PHE Kampar, Tiara Bumi, SRMD dll). Akibat banjir tersebut, banyak sumur eksplorasi mengalami unplanned shutdown, dan saat ini KKKS masih mencoba mereaktivasi kembali sumur-sumur tersebut,” beber dia.
Menurut Hudi, bencana banjir juga menyebabkan sejumlah kegiatan pemboran dan well services tidak dapat dilakukan, sehingga belum ada kontribusi dari kegiatan tersebut. “Kami masih terus berupaya untuk mengejar target produksi 2024, kata Hudi beberapa waktu lalu,” ungkapnya.
“Untuk tetap meningkatkan produksi, SKK Migas mengakselerasi reaktivasi sumur dan juga percepatan pengeboran dan perawatan sumur,” imbuhnya.