Logo
>

Fenomena Pabrik Tutup yang Kini Melanda BATA, Mengapa?

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Fenomena Pabrik Tutup yang Kini Melanda BATA, Mengapa?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Direktur Eksekutif Institute for Development fo Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengungkap soal fenomena terkait maraknya pabrik yang tutup, salah satunya adalah PT Sepatu Bata Tbk (BATA).

    Menurut Esther, industri manufaktur di Indonesia tengah mengalami deindustrialisasi. Artinya, industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian suatu negara dikarenakan adanya penurunan produktivitas.

    "Secara keseluruhan industri manufaktur di Indonesia itu mengalami ini deindustrialisasi gitu ya. Artinya terdapat penururan produktivitas," katanya kepada Kabar Bursa, Rabu, 8 Mei 2024.

    Lebih lanjut, ia menyoroti pengaruh dari segi kontribusi industri pengolahan tidak terlalu signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB). Adapun pelemahan itu dapat terlihat dari laporan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024 yang baru saja dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

    Dalam laporan tersebut, industri pengolahan pada kuartal I 2024 sebesar 19,28 persen (year on year/yoy) atau naik dari periode tahun lalu 18,57 persen yoy. Meskipun menjadi kontributor terbesar terbadap pertumbuhan ekonomi periode ini. Namun, Dari sisi pertumbuhan, tidak lebih tinggi dari periode yang sebelumnya. Industri pengolahan hanya mampu tumbuh 4,13 persen yoy atau pebih rendah dari tahun sebelumnya yakni 4,43 persen yoy. 

    "Bisa dilihat dari kontribusi ya industri pengolahan di PDB juga ya ga terlalu signifikan terhadap PDB gitu," terang dia.

    Dia pun membeberkan penyebab dari melambatnya pertumbuhan industri pengolahan dalam kuartal I 2024. Pertama adalah yang jelas mengenai persaingan antarprodusen.

    "Produsen-produsen lama itu ya kalah bersaing ya, gitu sih, jadi daya saingnya kurangnya kurang. Itu yang pertama," tuturnya.

    Esther menambahkan, banyak produk lama yang kini tenggelam di pasaran dikarenakan biaya produksinya yang tinggi lantaran harga produk di Indonesia cenderung lebih mahal, jika dibandingkan dengan dengan produk di luar negeri, baik di pasar domestik maupun di pasar global.

    "Harga produk di Indonesia itu lebih mahal ya karena cost doing business, ya, biaya produksinya itu tinggi," terangnya.

    Peneliti Indef itu melanjutkan bahwa hal seperti itulah yang kini dialami oleh BATA. Soalnya, merek sepatu tersebut kini sudah tidak laku di pasaran, karena kini sudah banyak alternatif jenama dengan kualitas dan harga yang beragam.

    "Bata itu dulu terkenal gitu ya zaman saya kecil ya, tapi sekarang, sekarang, sudah banyak alternatif brand gitu," ucap Esther.

    "Jadi konsumen punya banyak pilihan dengan berbagai macam kualitas dan berbagai macam harga ya. Jadi tinggal pilih," imbuhnya.

    Kedua, dia mengungkapkan tingginya biaya produksi di Indonesia karena bahan intermediatenya itu diimpor. Itu yang membuat harga menjadi mahal dan tidak bisa bersaing. Padahal menurutnya yang dibutuhkan konsumen adalah harga murah tapi kualitas tinggi.

    "Yang kedua ya kalau kita lihat kenapa cost doing business atau production cost-nya, ya, biaya produksinya itu tinggi ya karena kadang-kadang sebagian bahan inputnya atau bahan bakunya gitu atau intermediate goodsnya itu diimpor gitu," tandas dia.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.