KABARBURSA.COM -Perusahaan yang bergerak di sektor konstruksi, PT Fimperkasa Utama Tbk atau dalam kode saham FIMP, menggelar paparan publik insidentil terkait perkembangan bisnis dan prospek usaha di tengah sentimen global.
Dari sisi keuangan, hingga 31 Desember 2024, FIMP mencatatkan total aset sebesar Rp34,7 miliar dengan laba tahun berjalan Rp237,8 juta.
Direktur Utama FIMP, Mohamad Melky Thalib, mengatakan perusahaannya tetap optimis menghadapi tantangan usaha di 2025 ini.
"Kami memahami dinamika pasar yang tengah terjadi dan berkomitmen untuk tetap menjaga transparansi informasi kepada para investor. Langkah ini bertujuan untuk memberikan kejelasan atas kondisi fundamental perusahaan," kata Melky dalam acara public expose secara daring pada Selasa, 11 Februari 2025.
Menurut dia, FIMP memiliki cakupan usaha yang luas, termasuk pembangunan gedung hunian, perkantoran, industri, pusat perbelanjaan, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur transportasi seperti jalan, jembatan, flyover, dan underpass. Selain itu, tujuan perusahaan ini memperluas jangkauan proyek ke penjuru Indonesia.
Ia juga memaparkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang etap stabil di angka 5,03 persen sepanjang 2024, dengan sektor konstruksi mencatatkan pertumbuhan 7,02 persen. FIMP masih melihat peluang besar di sektor industri. Lantaran industri selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut dia Pemerintah telah menunjukkan komitmen dalam pengembangan infrastruktur ke depan.
Berbagai Proyek Strategis
Dalam pengeloaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 misalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp400 triliun, yang sebagian besar akan diserahkan kepada sektor swasta.
Melky menilai kebijakan tersebut memberikan kesempatan lebih luas bagi perusahaan seperti kami untuk terlibat dalam berbagai proyek strategis.
Pada sisi keuangan perusahaan. Melky menegaskan upaya menjaga kesehatan keuangan dengan memastikan arus kas tetap positif. Salah satu langkah utama adalah dengan mempercepat penagihan piutang dan menerapkan efisiensi di berbagai aspek operasional.
Selain itu, FIMP akan fokus pada ekspansi bisnis dengan tetap menjalankan kontrak yang ada serta mencari proyek baru untuk tiga tahun mendatang.
FIMP juga memastikan bahwa seluruh kegiatan operasional tetap berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan. "Kami akan terus mengoptimalkan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki untuk menggarap proyek-proyek infrastruktur nasional. Dengan strategi ini, kami yakin dapat mempertahankan tren kinerja positif di tahun 2025 dan seterusnya," ujar dia.
Saham-saham infrastruktur berguguran di tengah sentimen global.
Pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, menyebut lemahnya saham infrastruktur dipengaruhi oleh sentimen global dibandingkan kebijakan domestik.
Pelemahan saham infrastruktur merata, tidak hanya di Indonesia namun juga Eropa, Asia dan Amerika. "Faktor utama yang mempengaruhi adalah dampak dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat terhadap Tiongkok, terutama dengan penerapan tarif impor sebesar 25 persen untuk tembaga dan aluminium,"kata Ibrahim kepada Kabarbursa.com pada Senin, 10 Februari 2025 melalui telepon.
Hal ini dinilai menciptakan tekanan besar pada sektor industri dan investasi di seluruh dunia.
Ibrahim menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memangkas anggaran infrastruktur sebesar Rp81,3 triliun, tetapi kebijakan ini tidak serta-merta menjadi faktor utama pelemahan saham infrastruktur. "Walaupun anggaran infrastruktur dikurangi, dananya dialihkan ke program sosial seperti makan sehat, gizi, dan kesehatan gratis yang menjadi fokus Presiden Prabowo. Jadi, pemangkasan ini tidak berdampak langsung pada anjloknya saham infrastruktur," ucap dia.
Menurutnya, tekanan utama terhadap pasar saham berasal dari ketidakpastian geopolitik global. Selain itu, penguatan dolar berdampak pada biaya proyek infrastruktur di Indonesia. "Jika dolar terus menguat, harga bahan baku seperti besi dan baja akan semakin mahal," ucap dia.(*)