KABARBURSA.COM – Fokus pelaku pasar modal Indonesia diperkirakan akan bergeser dari kekhawatiran geopolitik menuju prospek suku bunga dan kebijakan tarif global dalam waktu dekat.
Retail Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, menilai pergeseran ini membuka ruang bagi sektor perbankan dan properti untuk menjadi primadona baru menggantikan dominasi saham sektor komoditas.
Indri membeberkan selama sepekan perdagangan terakhir pada periode 23 hingga 27 Juni 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tipis sebesar 0,14 persen ke level 6.897, seiring aksi jual asing yang tercatat mencapai Rp2,4 triliun di pasar reguler. Dari keseluruhan sektor, tercatat lima sektor mengalami penguatan, sementara sisanya mencatatkan pelemahan. Sektor kesehatan menjadi penopang utama dengan kenaikan sebesar 1,46 persen. Sebaliknya, sektor energi membebani laju IHSG dengan koreksi terdalam mencapai 4,17 persen.
Sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan lalu antara lain datang dari keputusan gencatan senjata antara Iran dan Israel yang membuat tensi geopolitik mereda, disusul pernyataan Vice Chair Federal Reserve, Michelle Bowman, yang menyebutkan bahwa sudah waktunya mempertimbangkan pemangkasan suku bunga, mengingat risiko terhadap pasar tenaga kerja kini lebih besar dibandingkan kekhawatiran inflasi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga memicu gejolak baru setelah menyatakan akan mengganti Ketua The Fed, Jerome Powell, pada September atau Oktober 2025. Trump menilai Powell sangat buruk karena tidak segera menurunkan suku bunga acuan secara signifikan.
Sementara itu, sektor industri China mencatatkan penurunan laba sebesar 9,1 persen secara tahunan pada Mei 2025, menjadi yang terburuk sejak Oktober 2024, akibat tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat dan deflasi yang masih berlanjut.
Di Amerika Serikat, data S\&P Global Composite PMI Flash bulan Juni menurun ke level 52,8 dari 53 pada bulan sebelumnya. Indeks kepercayaan konsumen juga melemah ke level 93 dari 98,4, dan Initial Jobless Claims tercatat turun menjadi 236.000 dari posisi 246.000.
“Dengan adanya gencatan senjata antara Iran dan Israel, harga minyak dunia anjlok lebih dari 10 persen dalam sepekan karena kekhawatiran gangguan pasokan minyak global mulai mereda. Iran merupakan negara ketiga penghasil minyak terbesar di OPEC dan memiliki kendali atas selat Hormuz, jalur utama perdagangan minyak dunia,” kata Indri dalam keterangan yang diterima KabarBursa.com pada Senin, 30 Juni 2025.
Ia menambahkan, berdasarkan data ekonomi tersebut, pelaku pasar menilai prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed sudah mulai terlihat dalam waktu dekat. Berdasarkan FedWatch Tool dari CME Group, sekitar 21 persen pelaku pasar memprediksi pemangkasan akan terjadi pada bulan Juli, sementara mayoritas yakni 75 persen memproyeksikan pemangkasan pertama terjadi pada bulan September 2025.
“Pelemahan sektor energi ini disebabkan oleh pelaku pasar yang mulai keluar dari saham komoditas karena meredanya ketegangan Timur Tengah usai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Iran,” ujar Indri.
Proyeksi Pasar untuk Periode 30 Juni – 4 Juli 2025
Menatap pekan ini, Indri mengimbau pelaku pasar untuk mencermati berbagai sentimen kunci baik dari global maupun domestik. Dari sisi global, data Indeks NBS Manufacturing PMI China untuk bulan Juni diperkirakan akan melemah ke level 49,5 dari sebelumnya 49,7 akibat tekanan tarif dan deflasi berkelanjutan. Sementara itu, Indeks ISM Manufacturing PMI Amerika Serikat diprediksi meningkat tipis ke level 48,8 dari 48,5.
Data ketenagakerjaan AS juga menjadi perhatian, di mana Non-Farm Payrolls untuk Juni diperkirakan menurun menjadi 129.000 dari sebelumnya 139.000, dan Indeks S\&P Global Composite PMI Final AS diprediksi tetap stagnan di level 52,8.
Dari dalam negeri, Indeks S&P Global Manufacturing PMI Indonesia untuk Juni diperkirakan naik ke 48,5 dari sebelumnya 47,4. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei diproyeksikan tumbuh menjadi 1 miliar dolar AS dari sebelumnya 0,15 miliar dolar AS. Sementara itu, tingkat inflasi domestik diperkirakan naik ke 2,4 persen dari posisi bulan sebelumnya di 1,6 persen.
Indri menilai bahwa secara keseluruhan, gencatan senjata dan potensi pemangkasan suku bunga menjadi sentimen positif bagi IHSG. Ia menyatakan bahwa fokus pasar akan beralih dari ketegangan geopolitik menuju kebijakan tarif dan arah suku bunga acuan, terlebih menjelang tenggat waktu penerapan kebijakan tarif AS pada 9 Juli 2025.
Lebih lanjut, Indri menyebut pelaku pasar kemungkinan akan bersikap hati-hati sembari menanti arus dana asing kembali masuk ke pasar Indonesia. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, ia memperkirakan sektor perbankan dan properti akan menjadi sektor tujuan rotasi dari sektor komoditas.
"IHSG pun diprediksi akan bergerak dalam rentang konsolidasi dengan support di level 6.740 dan resistance di 7.060," ujar dia
Indri juga membeberkan sejumlah rekomendasi investasi untuk menyikapi dinamika pasar saat ini. Di sektor properti, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan kode emiten CTRA direkomendasikan beli di level 955 dengan target harga 1.015 atau potensi kenaikan sebesar 6,28 persen. CTRA berada dalam fase konsolidasi kuat dan ditutup membentuk pola candlestick marubozu di atas garis EMA 5, yang mencerminkan potensi penguatan lanjutan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga.
Di sektor logistik dan transportasi, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) dengan kode emiten ASSA direkomendasikan beli saat terjadi pullback pada kisaran harga 705–720, dengan target harga 780 atau potensi kenaikan sekitar 10,64 persen. ASSA diperkirakan akan mendapat manfaat dari peningkatan aktivitas ekspor-impor jelang tenggat kebijakan tarif AS, dengan pola teknikal menunjukkan kemungkinan retracement ke level 705 sebelum melanjutkan penguatan.
Sementara itu, dari sektor tambang logam, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dengan kode emiten AMMN direkomendasikan beli di harga 8.525 dengan target 9.250 atau potensi kenaikan 8,50 persen. Saham AMMN tercatat mengalami penguatan konsisten selama sepekan terakhir, diiringi volume transaksi yang meningkat dan akumulasi asing yang signifikan, didukung oleh indikator teknikal stochastic oscillator yang masih mengarah positif.
Untuk investor yang mencari instrumen defensif di tengah ketidakpastian kebijakan suku bunga, IPOT juga merekomendasikan pembelian obligasi pemerintah seri FR0097. Obligasi ini memiliki kupon tahunan sebesar 7,125 persen dan jatuh tempo pada 15 Juni 2043. Dengan imbal hasil hingga jatuh tempo (Yield-to-Maturity/YTM) sebesar 6,9 persen dan kenaikan harga ID10 sebesar 0,83 persen dalam sepekan terakhir, FR0097 dinilai menarik untuk dikoleksi sebagai safe haven.(*)