KABARBURSA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan fraud dalam klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di tiga rumah sakit. Penyelidikan ini melibatkan tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dari audit yang dilakukan terhadap klaim layanan kesehatan di enam rumah sakit di tiga provinsi, ditemukan dua modus utama tindak pidana korupsi. Fokus audit adalah pada layanan fisioterapi dan operasi katarak.
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa dari 4.341 kasus yang diklaim oleh tiga rumah sakit, hanya sekitar 1.000 kasus yang tercatat dalam buku catatan medis. Artinya, terdapat sekitar 3.269 klaim fiktif yang diajukan.
"Modus pertama adalah medical diagnose yang tidak benar," jelas Pahala. Misalnya, sebuah rumah sakit mengklaim 10 kali tindakan fisioterapi untuk satu pasien, padahal pasien tersebut hanya menjalani dua kali terapi. Begitu juga dengan operasi katarak, dimana klaim diajukan untuk 39 pasien, tetapi faktanya hanya 14 pasien yang menjalani operasi.
Modus kedua yang diidentifikasi adalah Phantom Billing, yang menurut Pahala merupakan tindak kejahatan yang lebih parah. Dalam modus ini, rumah sakit mengajukan klaim tindakan medis padahal tidak ada pasien maupun tindakan medis yang dilakukan. Semua dokumen medis direkayasa sehingga seolah-olah ada pasien yang menerima beberapa tindakan medis, padahal semuanya fiktif.
"Bedanya dengan modus medical diagnose adalah, pada phantom billing pasiennya tidak ada, terapinya tidak ada, tetapi klaimnya ada," tambah Pahala. Sementara pada medical diagnose, pasien dan terapinya ada, namun jumlah klaimnya dilebih-lebihkan.
Fraud atau kecurangan dalam BPJS Kesehatan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kinerja program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara keseluruhan.
Fraud dalam BPJS Kesehatan merupakan masalah serius yang berdampak pada keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Beberapa bentuk fraud yang sering terjadi antara lain:
Fasilitas kesehatan mengajukan klaim atas pelayanan yang tidak pernah diberikan. Fasilitas kesehatan mengubah data pasien atau tindakan medis untuk mendapatkan klaim yang lebih tinggi. Penggunaan kartu peserta oleh orang lain tanpa izin. Menggunakan identitas palsu untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis.
BPJS Kesehatan mengalami kerugian besar akibat pembayaran klaim palsu. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan justru tersedot untuk menutup kerugian akibat fraud. Peserta yang patuh membayar iuran dirugikan karena dana BPJS Kesehatan digunakan untuk kepentingan yang tidak sah.
BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah fraud, menggunakan teknologi untuk mendeteksi pola kecurangan, bekerja sama dengan kepolisian, kejaksaan, dan KPK untuk menindak pelaku fraud, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya fraud dan pentingnya melaporkan kecurangan, membangun budaya anti-fraud di lingkungan BPJS Kesehatan.
Dampak Finansial:
- Kerugian finansial: BPJS Kesehatan mengalami kerugian besar akibat pembayaran klaim fiktif dan manipulasi data. Pada tahun 2022, BPJS Kesehatan menaksir kerugian akibat fraud mencapai Rp 10 triliun.
- Beban keuangan meningkat: Kerugian akibat fraud meningkatkan beban keuangan BPJS Kesehatan, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, pengembangan infrastruktur, dan perluasan cakupan kepesertaan menjadi berkurang.
- Efisiensi menurun: Fraud menyebabkan inefisiensi dalam pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan, dan memaksa BPJS Kesehatan untuk mengalokasikan dana lebih banyak untuk kegiatan pencegahan dan pemberantasan fraud.
Dampak terhadap Kualitas Pelayanan:
- Penurunan kualitas pelayanan: Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, seperti pengadaan alat kesehatan, obat-obatan, dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, menjadi berkurang akibat fraud.
- Keterbatasan akses layanan: Keterbatasan dana akibat fraud dapat menyebabkan keterbatasan akses layanan kesehatan bagi peserta JKN, seperti antrian panjang di rumah sakit, kekurangan obat-obatan, dan keterlambatan dalam penanganan kasus medis.
- Ketidakpuasan peserta: Penurunan kualitas pelayanan dan keterbatasan akses layanan dapat menyebabkan ketidakpuasan dan kekecewaan bagi peserta JKN, yang pada akhirnya dapat menurunkan kepercayaan terhadap program JKN.
Dampak terhadap Citra dan Reputasi:
- Kerusakan citra: Fraud dapat merusak citra dan reputasi BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN.
- Kehilangan kepercayaan publik: Kejadian fraud dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap program JKN dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya.
- Penurunan kredibilitas: Fraud dapat menurunkan kredibilitas BPJS Kesehatan di mata stakeholders, seperti pemerintah, pemberi kerja, dan peserta JKN.
Dampak Sosial:
- Ketidakadilan: Fraud dalam BPJS Kesehatan dapat menciptakan ketidakadilan bagi peserta yang patuh membayar iuran, karena dana yang mereka bayarkan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Ketidakpercayaan antar peserta: Kejadian fraud dapat memicu rasa tidak percaya antar peserta JKN, karena mereka khawatir bahwa dana iuran mereka disalahgunakan oleh peserta lain.
- Gangguan stabilitas sosial: Fraud dalam BPJS Kesehatan dapat mengganggu stabilitas sosial, karena dapat memicu protes dan demonstrasi dari masyarakat yang merasa dirugikan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.