KABARBURSA.COM - Kepercayaan investor terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan mengalami guncangan ringan setelah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per Juli 2024 menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Moderasi harga batu bara serta kegagalan dalam mencapai target lifting minyak bumi menjadi penyebab utama. Harga gas alam dan batu bara masing-masing terperosok sebesar 26,4 persen dan 32 persen, menambah tekanan pada dinamika pasar. Lalu bagaimana nasib kinerja Emiten Batu Bara dan Migas?
Pengamat Pasar Modal, Wahyu Laksono, penurunan PNBP ini tidak secara otomatis mengikis daya tarik IHSG di mata para investor. "Penurunan PNBP (dari hasil Batu Bara dan Migas, red) tak serta merta menurunkan minat investor di sektor energi," ungkap Wahyu kepada Kabar Bursa, Rabu, 14 Agustus 2024.
Dia menjelaskan, harga yang berfluktuasi tidak selalu menjadi alasan utama bagi investor untuk melepas saham mereka. Menurutnya, fundamental dan valuasi emiten tetap menjadi prioritas utama.
Wahyu juga menambahkan, meski harga komoditas yang menurun berpotensi mengurangi pendapatan emiten, yang pada gilirannya dapat menekan harga saham mereka, ini adalah hal yang wajar. "Komoditas turun, pendapatan turun, harga saham ikut turun. Itu sudah logis," kata Wahyu.
Agar diketahui, proses lifting mencakup semua upaya untuk mengangkat atau memproduksi hidrokarbon (minyak dan gas) dari sumur pengeboran ke fasilitas permukaan, di mana minyak dan gas tersebut kemudian diolah dan dipersiapkan untuk distribusi.
Lifting sering menjadi indikator utama dalam industri minyak dan gas karena menggambarkan volume produksi aktual yang dihasilkan oleh perusahaan migas. Target lifting biasanya ditetapkan oleh pemerintah atau perusahaan sebagai sasaran produksi yang diharapkan dalam periode tertentu. Jika target lifting tidak tercapai, hal ini dapat berdampak pada penerimaan negara dan keuntungan perusahaan.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per Juli 2024 tercatat sebesar Rp338 triliun. Angka ini mengalami penurunan sebesar 3,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh moderasi harga batu bara dan ketidakmampuan realisasi lifting minyak bumi yang tidak memenuhi target pemerintah. Sri Mulyani menjelaskan bahwa realisasi PNBP saat ini mencapai 68,7 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa volatilitas harga komoditas global berdampak signifikan terhadap APBN. Misalnya, harga gas alam dan batu bara masing-masing turun sebesar 26,4 persen dan 32 persen.
Hingga akhir Juli 2024, Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai Rp1.454,4 triliun, yang setara dengan 55,1 persen dari target dan mencatat peningkatan sebesar 4,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa belanja negara telah mencapai Rp1.638,8 triliun, atau sekitar 49,3 persen dari target, dengan pertumbuhan sebesar 12,2 persen.
“Jika kita lihat, pertumbuhan belanja kita cukup tinggi dan konsisten, dibandingkan bulan lalu yang tumbuh 14 persen,” ujarnya pada Senin, 13 Agustus 2024.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Sri Mulyani, APBN 2024 mencatat defisit sebesar Rp93,4 triliun per akhir Juli, yang setara dengan 0,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Defisit ini masih rendah dibandingkan dengan target defisit tahun ini dalam APBN 2024, yaitu 2,2 persen,” tambahnya.
Namun, Sri Mulyani juga menekankan bahwa keseimbangan primer tetap mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun.
Sri Mulyani mencatat bahwa harga minyak Brent meningkat 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 3,4 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd), menunjukkan harga yang lebih tinggi dibanding tahun lalu maupun Januari.
“Namun, penerimaan pajak dari Migas kemungkinan masih turun karena pencatatan didasarkan pada harga tahun lalu yang lebih rendah, serta faktor lifting yang juga akan terlihat nanti,” tambahnya.
Selanjutnya, harga gas alam mengalami penurunan signifikan, yaitu 26,4 persen (yoy) dan 19,2 persen (ytd). Harga batubara juga turun 32 persen (yoy) dan 0,3 persen (ytd). Meski menjadi salah satu komoditas penting di Indonesia, harganya jauh lebih rendah dibanding paruh pertama tahun lalu.
Surplus dalam keseimbangan primer ini menunjukkan bahwa utang lama tidak perlu dilunasi dengan penarikan utang baru, sehingga menghindari kondisi gali lubang-tutup lubang.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa peranan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat penting bagi perekonomian. Karena itu perlu banyak ahli ikut meneliti dan mengevaluasi detail bagaimana APBN dan APBD berfungsi serta memberi dampak perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
“Kita perlu memahami instrumen (APBN) yang sudah diamanahkan oleh negara untuk dikelola,” kata Sri Mulyani, Senin, 12 Agustus 2024.
Menurut dia, seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus memahami APBN dan APBD untuk berada dalam frekuensi yang sama dalam memahami amanah pengelolaan keuangan negara.
Kemenkeu, kata Sri Mulyani, membentuk jaringan Local and Regional Experts dan membangun forum Regional Chief Economist (RCE) di setiap kantor wilayah Kemenkeu.
Menurut dia, semakin banyak masyarakat dan pemangku kepentingan memahami APBN dan APBD, maka akan semakin banyak yang ikut mengawal dan menjaga Keuangan Negara untuk mencapai tujuan Bangsa.
Deretan Emiten Batu Bara dan Migas:
Emiten Batu Bara:
- PT Bumi Resources Tbk (BUMI)
- PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
- PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
- PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
- PT Bayan Resources Tbk (BYAN)
- PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS)
- PT Harum Energy Tbk (HRUM)
- PT Indika Energy Tbk (INDY)
Emiten Migas:
- PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
- PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)
- PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS)
- PT Elnusa Tbk (ELSA)
- PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX)
- PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI)
- PT Sillo Maritime Perdana Tbk (SHIP). (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.