KABARBURSA.COM - Gejolak ekonomi global dan domestik telah mulai memberikan dampaknya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Pada kuartal pertama 2024, terlihat surplus APBN yang tipis, sebesar Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Penerimaan negara hanya mencapai Rp 620,01 triliun, mengalami penyusutan 4,1 persen year on year (YoY), sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 611,9 triliun, tumbuh 18 persen YoY.
Dampak dari penerimaan negara yang rendah ini memicu pertimbangan untuk menambah utang guna membiayai kebutuhan belanja yang akan datang.
Menurut Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah hingga Maret 2024 mencapai Rp 8.262,1 triliun, menunjukkan penurunan sebesar Rp 57,12 triliun dari bulan sebelumnya.
Meskipun rasio utang pemerintah terhadap PDB masih di bawah batas aman 60 persen, pemerintah perlu hati-hati mengingat besarnya utang harus sejalan dengan kemampuan penerimaan.
Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Wahyu Utomo, menegaskan bahwa meski pendapatan negara terkontraksi, surplus APBN menandakan risiko masih terkendali.
Namun, strategi pembiayaan dengan pertimbangan pasar keuangan yang cenderung tidak stabil tetap menjadi perhatian. Pemerintah akan terus memantau implementasi APBN dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas keuangan.
Sementara itu, realisasi pembiayaan hingga Maret 2024 mencapai Rp 104,7 triliun, sebagian besar melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 104 triliun.
Dengan tantangan yang dihadapi, perlu adanya keseimbangan antara kebutuhan belanja dan pengelolaan utang yang cermat untuk memastikan kelangsungan ekonomi nasional.