Logo
>

Gen Z Terancam Masalah Keuangan Gara-gara Tren YOLO dan FOMO

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Gen Z Terancam Masalah Keuangan Gara-gara Tren YOLO dan FOMO

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Generasi Z di Indonesia, yang berjumlah sekitar 75 juta jiwa atau 27 persen dari total populasi, menghadapi ancaman kesehatan keuangan mereka. Tren gaya hidup seperti You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO) kian berpotensi merugikan anak muda.

    Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengatakan banyak kasus yang merugikan Gen Z akibat kurangnya pemahaman tentang produk dan layanan keuangan digital.

    Hasan menekankan di era digital ini, literasi keuangan menjadi semakin penting. Teknologi tidak hanya mengubah cara orang bertransaksi, tetapi juga menambah kompleksitas dalam penggunaan layanan keuangan.

    Menurutnya, tren YOLO menjadi salah satu penyebab utama kerugian keuangan anak muda. "Banyak yang ikut-ikutan gaya hidup YOLO, yaitu You Only Live Once, sehingga ketika ada kelebihan uang, langsung dihabiskan tanpa memikirkan rencana pengelolaan keuangan atau investasi untuk masa depan," ujar Hasan dalam Festival Literasi Finansial 2024 bertajuk "Kami Generasi Siap Finansial", Jumat, 27 September 2024.

    Selain itu, fenomena FOMO juga menjadi perhatian. Anak muda sering kali memilih produk dan layanan keuangan digital hanya karena takut ketinggalan tren, padahal produk tersebut mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

    Hasan juga menyinggung tentang Fear of Public Opinion (FOPO), yaitu ketakutan akan pendapat orang lain, yang semakin marak di media sosial. "Banyak mahasiswa yang memilih layanan keuangan hanya karena takut dikritik atau tidak mendapatkan banyak like di media sosial. Ini hal yang perlu dihindari," ujarnya.

    OJK juga memperingatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap modus penawaran layanan keuangan. Anak muda diminta berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi, terutama di media sosial. "Biasanya ada yang tanpa sadar membagikan data pribadi yang seharusnya tidak dibagikan, ini bisa membuka celah untuk penipuan atau penggunaan data untuk layanan ilegal," kata Hasan.

    Ia juga mengingatkan agar setiap produk atau layanan keuangan yang ditawarkan harus memiliki izin resmi dari otoritas yang berwenang. "Jika ada tawaran yang menggiurkan seperti imbal hasil atau bunga 10 hingga 20 persen per bulan, tentu harus diperiksa lebih lanjut dan dicurigai sejak awal," katanya.

    Gayanya Minta Ampun

    OJK mengungkapkan kesehatan finansial generasi muda di Indonesia masih berada di level rendah. Berdasarkan data OCBC NISP Financial Fitness Index, skor finansial anak muda Indonesia hanya mencapai 40,06, jauh di bawah Singapura yang mencatat angka 62.

    Sekretariat Satgas Pasti OJK, Hudiyanto, menjelaskan meskipun kondisi keuangan anak muda Indonesia belum stabil, mereka cenderung konsumtif, sering menghabiskan uang untuk hiburan dan gaya hidup. "Anak-anak muda di Indonesia ini mohon maaf ya, ekonominya belum kuat, uangnya masih pas-pasan. Tapi gayanya minta ampun. Anak muda di Singapura yang mungkin orang tuanya mapan dan lain-lain itu angkanya 62,” ujarnya," katanya.

    Ia juga menggarisbawahi bahwa 56,6 persen generasi Z di Indonesia belum mulai menabung untuk masa depan. Berdasarkan laporan Indonesia Gen Z Report tahun 2022, pengeluaran impulsif seperti untuk makanan dan hiburan memakan 18,69 persen hingga 70,59 persen dari total pengeluaran Gen Z.

    Padahal, mayoritas penduduk Indonesia saat ini terdiri dari generasi Z dan milenial. Dalam tujuh tahun ke depan, semua Gen Z akan memasuki usia produktif. Hal ini dianggap sebagai peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Hudiyanto berharap anak muda Indonesia bisa bangkit dan memperbaiki kebiasaan finansial mereka demi masa depan yang lebih baik. Literasi dan inklusi keuangan harus lebih diperhatikan. Saat ini, indeks literasi keuangan di Indonesia berada di angka 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 75,02 persen, menciptakan kesenjangan sebesar 9,59 persen.

    Kesenjangan ini dapat menimbulkan risiko, seperti penggunaan produk keuangan yang salah, mudah tertipu, atau ketidakmampuan dalam mengelola pendapatan dengan baik. Apalagi, dengan literasi digital Indonesia yang masih rendah, berada di peringkat 56 dari 63 negara.

    Hudiyanto menekankan pentingnya mengelola keuangan sejak dini. Anak muda harus lebih bijak, tidak konsumtif, memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta membiasakan diri untuk berhemat. Jika harus berutang, utang tersebut harus digunakan untuk hal yang produktif.

    Generasi muda juga didorong untuk belajar investasi yang aman, menghindari pinjaman online ilegal, dan menjauhi judi online yang berisiko.

    Inovasi Keuangan

    Dengan kesehatan finansial yang masih perlu diperbaiki, generasi muda Indonesia diharapkan tidak hanya memahami literasi keuangan, tetapi juga berperan dalam mendorong inovasi di sektor jasa keuangan. Sejalan dengan itu, OJK menilai Generasi Z memiliki potensi besar dalam membawa perubahan signifikan di sektor ini, terutama karena kemahiran mereka dalam dunia digital.

    Menurut Hasan, Gen Z merupakan generasi yang sejak awal tumbuh bersama kemajuan teknologi. Keterampilan mereka dalam mengakses teknologi membuat mereka tak bisa lepas dari perkembangan dunia digital.

    “Mahasissa-mahasiswi memiliki peran penting dalam mendorong inovasi di sektor jasa keuangan,” ujar Hasan dalam acara Festival Literasi Finansial 2024 bertajuk “Kami Generasi Siap Finansial” pada Jumat, 27 September 2024.

    Hasan menekankan pentingnya generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk menguasai teknologi terkini seperti blockchain, kecerdasan buatan (AI), dan big data. Penguasaan ini akan membantu mereka merancang produk dan layanan keuangan berbasis digital yang dapat memberikan solusi inovatif di sektor keuangan.

    Dalam meningkatkan inovasi dan literasi keuangan digital, OJK telah mengembangkan sejumlah inisiatif. Pertama, mereka menyusun dan mensosialisasikan modul literasi keuangan digital untuk masyarakat. Kedua, OJK mengembangkan fintech center guna meningkatkan inovasi di sektor keuangan. Ketiga, mereka membangun regulatory sandbox, ruang uji coba untuk mengundang berbagai inovasi baru di sektor jasa keuangan.

    “Inovasi di sektor keuangan, termasuk startup, bisa menjadi peluang besar bagi adik-adik mahasiswa untuk dikembangkan,” kata Hasan.

    Inovasi yang dapat dikembangkan mencakup gamification untuk meningkatkan literasi keuangan, platform berbasis blockchain untuk transaksi yang aman dan efisien, serta aplikasi tabungan yang menggunakan kecerdasan buatan.

    Hasan meyakini potensi inovasi di sektor keuangan tidak akan pernah habis. Mahasiswa sebagai bagian dari Gen Z dianggap memiliki pola pikir terbuka, kreatif, dan berjiwa kewirausahaan tinggi, sehingga mampu memanfaatkan teknologi ini dengan optimal.

    Terakhir, Hasan menyatakan OJK bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk perbankan, akan terus mendorong inovasi dan perubahan untuk memaksimalkan manfaat di masa depan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).