KABARBURSA.COM – Rencana merger antara Grab dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menghadapi hambatan regulasi dari pemerintah Indonesia.
Menurut tiga sumber Reuters yang mengetahui pembicaraan tersebut, pemerintah belum memberi lampu hijau atas kesepakatan yang diperkirakan bernilai sekitar USD7 miliar.
Grab, yang berbasis di Singapura, disebut telah menunjuk penasihat untuk menegosiasikan akuisisi terhadap GoTo sejak kuartal kedua 2025. Namun, proses tersebut kini tertunda seiring munculnya kekhawatiran soal dominasi pasar, kesejahteraan pekerja, serta kepemilikan asing dalam perusahaan digital nasional.
Salah satu sumber mengatakan bahwa pemerintah meminta entitas hasil merger Grab-GoTo untuk memberikan jaminan peningkatan insentif dan bonus kepada pengemudi dan kurir.
“Pemerintah menilai merger ini bisa berdampak pada pengurangan tenaga kerja dan kenaikan tarif untuk konsumen,” ujar sumber Reuters yang enggan disebut namanya karena sifat diskusi yang rahasia.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menolak memberikan komentar atas laporan ini. Namun, Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima detail resmi terkait syarat merger Grab-GoTo.
Pada Mei lalu, ratusan pengemudi ojek daring melakukan aksi unjuk rasa di berbagai kota besar. Mereka menolak potensi merger Grab dan GoTo yang dianggap bisa mematikan persaingan serta memperburuk pendapatan mereka.
“Kalau dua perusahaan besar ini bergabung, kami khawatir tidak punya pilihan. Tarif bisa dipaksa turun, insentif dikurangi,” ujar perwakilan pengemudi saat aksi di Jakarta.
Pemerintah Dorong Kepemilikan Nasional GoTo
GoTo saat ini dimiliki 73,9 persen oleh investor asing, menurut laporan tahunan 2024. Dua pemegang saham terbesarnya adalah SoftBank dari Jepang dengan 7,65 persen dan Alibaba melalui Taobao dengan 7,43 persen.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa pemerintah menginginkan GoTo menjadi perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh investor Indonesia.
"Kami ingin ekonomi digital nasional dikendalikan anak bangsa," ujarnya kepada Reuters, tanpa merinci skema yang diinginkan.
Kedua perusahaan hingga kini belum memberi konfirmasi resmi. Grab menyampaikan bahwa mereka tidak sedang dalam pembicaraan merger dan belum menandatangani kesepakatan apapun.
GoTo juga merujuk pada keterbukaan informasi sebelumnya bahwa belum ada kesepakatan dengan pihak manapun terkait rencana akuisisi. Hingga 20 Juni 2025, saham GoTo diperdagangkan dengan valuasi sekitar USD4,4 miliar, lebih kecil dari valuasi Grab yang mencapai USD19 miliar.
Baik Grab maupun GoTo masih mencatatkan rugi bersih tahunan sejak IPO mereka. Menurut data LSEG, merger akan membantu dua perusahaan ini memangkas biaya operasional, termasuk tumpang tindih infrastruktur dan sumber daya.
Di sisi lain, Grab baru saja menggalang dana sebesar USD1,5 miliar melalui penerbitan obligasi konversi, dengan kemungkinan digunakan untuk akuisisi di Asia Tenggara. (*)