KABARBURSA.COM-Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif fiskal guna mendorong sektor mobil listrik dan properti, namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dianggap terbatas mengingat kondisi daya beli kelas menengah yang melambat.
Kementerian Keuangan baru-baru ini menerbitkan tiga aturan baru terkait insentif pajak untuk industri kendaraan listrik dan properti.
Center of Reform on Economics Mohammad Faisal berpendapat bahwa dampak dari insentif mobil listrik mungkin tidak terlihat dalam waktu dekat, bahkan mungkin membutuhkan waktu hingga 10 tahun. "Oleh karena itu, evaluasi terhadap kebijakan insentif yang ada dianggap perlu untuk menghindari pemberian insentif yang berlebihan," jelas dia Kamis 22 Februari 2024.
Pertama, subsidi pajak PPN diberikan untuk pembelian mobil listrik lokal sesuai PMK Nomor 8/2024.
Kedua, insentif PPnBM diberlakukan untuk impor mobil listrik CBU dan CKD melalui PMK Nomor 9/2024. Sementara itu, PMK Nomor 7/2024 mengatur insentif PPN untuk pembelian rumah di kisaran harga tertentu.
Meskipun langkah-langkah ini diambil, kontribusi sektor otomotif dan real estate terhadap PDB relatif kecil menurut laporan BPS.
Guyuran insentif fiskal dinilai terbatas karena alokasi anggarannya tidak besar. Misalnya, alokasi untuk insentif PPN properti hanya sekitar Rp 2,96 triliun.
Pakar ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita insentif untuk mobil listrik tidak akan signifikan karena keterbatasan infrastruktur pendukungnya.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri dari juga meragukan efektivitasnya mengingat kondisi daya beli yang lemah. "Sebagai alternatif, pemerintah harusnya memberikan insentif kepada sektor produksi untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak," tutupnya.