Logo
>

Hadapi Tarif AS, Kemendag Bidik Pasar Non-Tradisional

Peluang yang besar kepada produk-produk yang berasal dari Indonesia untuk bisa dipasarkan di kawasan negara-negara Magribi.

Ditulis oleh Dian Finka
Hadapi Tarif AS, Kemendag Bidik Pasar Non-Tradisional
Tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak hanya berdampak pada ekspor nasional.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan bergerak cepat mencari pasar alternatif menyusul kebijakan tarif tinggi sebesar 32 persen yang dikenakan Amerika Serikat terhadap produk Indonesia.

    Direktur Jendral Perundingan Perdagangan Internasional Kemdag menyatakan salah satu langkah yang diambil adalah mengoptimalkan kerja sama dagang dengan negara non-tradisional, seperti melalui Indonesia-Canada CEPA yang telah rampung Desember lalu.

    "Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama, bisa di tandatangani, ini bisa jadi pasar alternatif yang sangat menjanjikan yang didukung fasilitasi tarif dan non tarif di kawasan Amerika Utara," ujar Djatmiko dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangaan, Jakarta, Senin 21 April 2025. 

    Selain itu, Djatmiko mengatakan pemerintah juga melirik Arab Saudi sebagai pasar tujuan ekspor berikutnya. Negara tersebut dinilai memiliki prospek besar, terlihat dari perubahan neraca dagang Indonesia yang semula mencatat defisit kini berbalik menjadi surplus. 

    Di sisi lain, Kemendag menargetkan penyelesaian negosiasi perjanjian dagang dengan Tunisia, negara strategis di kawasan Afrika Utara.

    "Menurut hemat kami, ini akan menjadi peluang yang besar kepada produk-produk yang berasal dari Indonesia untuk bisa dipasarkan di kawasan negara-negara Magribi," jelasnya.

    Lanjutnya ia menekankan Indonesia turut memprioritaskan penyelesaian negosiasi kerja sama perdagangan dengan Peru. Negara Amerika Selatan itu dinilai sebagai salah satu negara berkembang yang cukup dinamis dan berpotensi menjadi pasar yang menarik bagi produk-produk Indonesia. 

    Di samping itu, pemerintah juga terus mendorong finalisasi perjanjian dagang Indonesia–Uni Eropa CEPA, serta menargetkan rampungnya kesepakatan dagang dengan kawasan Eurasia pada tahun ini.

    "Eurasia ini custom union, terdiri dari Rusia, Belarus, Kazakhstan, Tiri Instanbul. ini juga punya potensi yang luar biasa besar, kalau kita bisa memiliki perjanjian-perjanjian di Eurasia, akan memasuk kita ke kawasan Eropa Timur dan sebagiannya dari kawasan Asia Tengah," tutupnya.

    DPR Sentil Kemendag

    Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka mendesak Kementerian Perdagangan untuk segera memberikan strategi untuk menghadapi tarif timbal balik dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). 

    "Mohon segera ada respons, khususnya dari Menteri Perdagangan, strategi apa yang sudah disiapkan hadapi tarif timbal balik Amerika," tegas Diah kepada media di Jakarta, Sabtu, 5 April 2025.

    Ia juga menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari “Perang Dagang Trump” yang akan menimbulkan efek domino serius terhadap perekonomian nasional.

    “Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar negara penyumbang defisit perdagangan Amerika. Nilai impornya dari Indonesia dinilai lebih tinggi sekitar USD 18 miliar dibanding ekspor mereka ke kita. Maka, kita tak bisa anggap enteng kebijakan tarif 32 persen ini,” ujar Rieke.

    Adapun ekspor utama Indonesia ke AS saat ini didominasi oleh komoditas padat karya dan strategis, seperti tekstil dan rajutan (termasuk jersey), alas kaki, minyak sawit, udang, ikan, serta peralatan elektrik. Menurut Rieke, sektor-sektor ini sangat rentan terdampak kebijakan proteksionis AS dan membutuhkan perlindungan serta strategi penyesuaian yang konkret dari pemerintah.

    Politisi PDI Perjuangan itu juga memperingatkan bahwa kebijakan dagang AS akan melahirkan efek berantai kenaikan tarif masuk barang akan meningkatkan harga jual, menekan daya beli konsumen AS, dan pada akhirnya berdampak pada penurunan permintaan ekspor dari Indonesia.

    “Kalau permintaan dari pasar AS turun, maka produksi dalam negeri juga akan ikut turun. Ini mengancam industri, lapangan kerja, dan pendapatan buruh kita,” tambah Rieke.

    Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pelaku industri, dan parlemen dalam menyusun langkah strategis nasional untuk melindungi kepentingan ekonomi rakyat Indonesia di tengah gejolak dagang global.

    “Kita butuh keberpihakan nyata terhadap industri dalam negeri. Jangan biarkan tekanan global membuat ekonomi kita goyah,” katanya.

    Waspadai Efek Domino PHK

    Lanjutanya Rieke, mengingatkan pemerintah agar mewaspadai dampak lanjutan dari gejolak ekonomi global, khususnya kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat, yang dapat memperburuk kondisi industri nasional dan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

    “Pengangguran meningkat sejak akhir tahun 2024 hingga Maret 2025. PHK tidak hanya berdampak pada pekerja, tapi juga menekan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya memicu anomali deflasi dan meningkatkan risiko fiskal di kuartal IV 2025,” kata Rieke

    Ia menyatakan dukungannya terhadap langkah Presiden Prabowo yang mendorong tim ekonomi pemerintah untuk merumuskan kebijakan inovatif berbasis kepentingan dan keselamatan nasional.

    “Saya yakin Presiden Prabowo sangat memahami bahwa devisa negara harus ditingkatkan melalui ekspor komoditas barang dan jasa. Tapi strategi peningkatan devisa harus sejalan dengan penguatan industri nasional, penciptaan lapangan kerja di dalam negeri, dan penyiapan tenaga kerja formal,” pungkas Rieke. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.