Logo
>

Hamas Tolak Gencatan Senjata, Timteng Kembali Bergolak

Ditulis oleh KabarBursa.com
Hamas Tolak Gencatan Senjata, Timteng Kembali Bergolak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Hamas menyebut laporan tentang kemajuan dalam perundingan gencatan senjata antara Israel dan Amerika Serikat sebagai sebuah ilusi. Pernyataan ini muncul usai Presiden AS, Joe Biden, mengungkapkan optimismenya terkait negosiasi terbaru yang digelar di Qatar.

    Pada Sabtu 17 Agustus 2024 lalu, kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa para negosiator mengaku berhati-hati optimis atas kemajuan menuju kesepakatan gencatan senjata. Namun, seorang pejabat senior Hamas menegaskan, tidak ada perkembangan nyata, dan para mediator hanya menjual ilusi kepada dunia.

    Dalam pernyataan bersama baru-baru ini, AS, Qatar, dan Mesir mengklaim telah mengajukan proposal gencatan senjata serta pembebasan sandera, yang diharapkan dapat mempersempit kesenjangan antara Israel dan Hamas.

    Israel menegaskan, kesepakatan gencatan senjata apa pun akan mensyaratkan pembebasan semua sandera yang tersisa. Beberapa telah dibebaskan, namun lainnya diperkirakan tewas dalam serangan di Gaza.

    Poin-poin utama yang masih diperdebatkan meliputi tuntutan Israel untuk mempertahankan pasukan di dua koridor strategis, cara mencegah Hamas kembali ke Gaza utara, dan jumlah sandera yang dapat dibebaskan pada tahap pertama.

    Sementara perundingan terus berlangsung, ketegangan di kawasan Timur Tengah tetap memuncak. Pada Sabtu, Hizbullah melepaskan rentetan roket ke wilayah utara Israel, menyusul salah satu serangan paling mematikan di Lebanon sejak bentrokan antar kedua belah pihak dimulai lebih dari 10 bulan lalu.

    Israel Serang Rafah saat Gencatan Senjata

    Militer Israel mengklaim telah meluncurkan "serangan terarah" terhadap milisi Hamas di Rafah timur, menyusul instruksi evakuasi yang ditujukan kepada warga sipil di daerah tersebut. Serangan ini memicu balasan dari milisi Gaza, yang menembakkan roket ke wilayah selatan Israel.

    Operasi militer Israel ini berlangsung setelah Hamas menyetujui perjanjian gencatan senjata, yang kemudian ditolak oleh Israel karena dianggap “jauh dari memenuhi tuntutan mereka.” Meskipun belum jelas detail kesepakatan tersebut, diperkirakan mencakup pembebasan warga Israel yang disandera oleh Hamas dan pemulangan warga Palestina ke Gaza.

    Sebelumnya, Israel telah mendesak sekitar 100.000 warga Palestina untuk meninggalkan Rafah timur sebelum operasi militer “terbatas” dimulai. Tentara Israel menegaskan bahwa ini bukan evakuasi massal, dan pengungsi akan diarahkan ke kota tenda di Khan Younis dan al-Mawasi.

    Serangan tersebut menandai eskalasi terbaru sejak pertempuran dimulai pada 7 Oktober, ketika pejuang Hamas menyerbu Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 252 orang. Sejak itu, lebih dari 34.700 orang dilaporkan tewas di Gaza, menurut data dari kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.

    Dalam pernyataan terbaru, pasukan pertahanan Israel (IDF) mengonfirmasi serangan di Rafah, menyasar posisi Hamas di wilayah timur kota tersebut. Tank-tank Israel terlihat mendekati perbatasan Gaza-Mesir, meski laporan ini belum bisa diverifikasi.

    Serangan tersebut berlangsung seiring dengan adanya laporan bahwa Hamas telah menyetujui proposal gencatan senjata yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir. Namun, Israel tetap menyatakan bahwa kesepakatan tersebut jauh dari harapan mereka, dan berniat mengirim delegasi untuk perundingan lebih lanjut.

    Tak lama setelah serangan udara Israel, sirene berbunyi di Israel selatan sebagai tanda peringatan serangan roket dari Gaza. Kelompok Jihad Islam Palestina mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut sebagai balasan atas serangan Israel. Sistem pertahanan Iron Dome terlihat mencegat sejumlah roket yang mengarah ke Sderot dan Nir Am.

    Pada Mei 2024, di tengah gencatan senjata yang diupayakan antara Israel dan Hamas, serangan Israel terhadap Rafah mengguncang kawasan tersebut. Meskipun ada janji perhentian konflik yang seharusnya memberi nafas lega bagi penduduk Gaza, serangan yang dilancarkan di Rafah menggarisbawahi betapa rapuhnya perdamaian itu.

    Serangan ini terjadi setelah negosiasi yang dilakukan oleh mediator internasional seperti Mesir dan Qatar tampaknya belum sepenuhnya berhasil mengamankan gencatan senjata yang efektif di lapangan. Israel menyatakan serangan tersebut sebagai "operasi yang ditargetkan" terhadap milisi Hamas di wilayah Rafah timur, yang dikenal sebagai salah satu titik panas dalam konflik.

    Penduduk Rafah, yang sudah hidup di bawah ancaman serangan dan tekanan pengungsian, kembali dilanda ketakutan. Rumah-rumah yang tersisa dari serangan sebelumnya rusak lebih parah, sementara para keluarga yang sempat kembali ke wilayah tersebut dalam harapan akan stabilitas, kini kembali terpaksa mencari perlindungan.

    Sementara itu, Hamas menuding Israel melanggar kesepakatan dan menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah provokasi yang dapat membatalkan semua upaya perdamaian yang telah dilakukan. Situasi ini memicu ketegangan baru, memperkeruh proses negosiasi yang belum menemukan solusi jangka panjang.

    Serangan di Rafah ini menunjukkan bahwa bahkan di tengah upaya gencatan senjata, wilayah Gaza tetap rentan terhadap eskalasi baru, dan penduduknya terus berada di garis depan konflik yang tampaknya tak berkesudahan.

    Di sisi lain, militer Israel terus mendorong evakuasi di Rafah timur. IDF mengumumkan bahwa evakuasi ini hanya bersifat sementara dan terbatas, mengarahkan warga ke wilayah al-Mawasi dan Khan Younis yang dianggap lebih aman. Namun, para pengungsi Palestina yang tinggal di kamp-kamp darurat merasa bingung dan khawatir tentang masa depan mereka.

    Wakil pemimpin Hamas mengungkapkan bahwa kesepakatan gencatan senjata mencakup pertukaran tahanan dalam tiga fase, yang dimulai dengan jeda pertempuran selama 42 hari. Pada fase pertama, Hamas akan membebaskan 33 sandera sebagai imbalan pembebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel. Namun, hingga kini, Israel masih meragukan kelengkapan kesepakatan tersebut.

    Fase kedua akan melibatkan penghentian penuh operasi militer Israel di Gaza, sementara fase ketiga mencakup pertukaran jenazah dan rekonstruksi Gaza yang diawasi oleh Qatar, Mesir, dan PBB. Namun, Israel tetap mempertanyakan realisasi dari usulan ini, dan perundingan lebih lanjut masih diperlukan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi