Logo
>

Harga Batu Bara Anjlok 75 Persen: Titik Terendah Sejak 2021

kelompok komoditas logam dan mineral serta logam mulia mengalami kenaikan harga secara bulanan.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Harga Batu Bara Anjlok 75 Persen: Titik Terendah Sejak 2021
Ilustrasi tumpukan batu bara yang telah ditambang. Foto: Shutterstock

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga batu bara di pasar internasional pada Maret 2025 mengalami penurunan signifikan, menyentuh level terendah sejak Mei 2021. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa penurunan harga komoditas energi, termasuk batu bara dan minyak mentah, menjadi faktor utama dalam tren penurunan harga komoditas energi secara keseluruhan.

    “Secara umum perubahan harga komoditas di pasar internasional bervariasi, baik secara month to month maupun secara year on year,” ujar Amalia dalam konferensi pers di kantornya, Senin 21 April 2025.

    Ia menjelaskan kelompok komoditas logam dan mineral serta logam mulia mengalami kenaikan harga secara bulanan. Sementara itu, harga komoditas energi dan pertanian justru menunjukkan tren penurunan. Penurunan harga komoditas energi ini didorong oleh turunnya harga minyak mentah dan batu bara.

    “Penurunan harga komoditas energi didorong oleh menurunnya harga minyak mentah dan batu bara,” katanya.

    Berdasarkan data World Bank, harga batu bara dunia pada Maret 2025 tercatat sebesar 103,97 dolar AS per metrik ton, menyentuh level terendah sejak Mei 2021. Sebagai perbandingan, pada puncaknya pertengahan 2022 lalu, harga batu bara sempat melambung hingga hampir mencapai 450 dolar AS per metrik ton.

    Kondisi ini patut menjadi perhatian, mengingat batu bara merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Tren penurunan tajam harga batu bara bisa mempengaruhi kinerja neraca perdagangan nasional ke depan, terlebih jika tidak dibarengi dengan diversifikasi ekspor atau penguatan produk hilirisasi.

    Di sisi lain, Amalia juga menyinggung aktivitas industri mitra dagang utama Indonesia yang turut memengaruhi permintaan terhadap komoditas ekspor. Ia menyebutkan, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur di beberapa negara seperti Tiongkok (51,2), Amerika Serikat (50,2), dan India (58,1) masih berada di zona ekspansif, yang menandakan aktivitas industri sedang tumbuh. Namun, Jepang tercatat berada di zona kontraksi dengan angka 48,4.

    “Dan pada Maret 2025, PMI manufaktur di beberapa negara mitra dagang utama Indonesia berada pada zona ekspansif. Sementara untuk Jepang berada di zona kontraksi,” terang Amalia.

    Permintaan Energi Global

    Harga batu bara melonjak tajam pada perdagangan Rabu waktu setempat, 26 Maret 2025. Kenaikan dipicu oleh sejumlah faktor yang mendorong kenaikan permintaan serta adanya kebijakan pemangkasan produksi oleh salah satu produsen utama dunia, Glencore Plc. Tren ini mencerminkan perubahan signifikan dalam dinamika pasar energi global, di mana konsumsi batu bara tetap tinggi meskipun ada upaya transisi menuju energi terbarukan.

    Laporan terbaru Global Energy Review yang dirilis oleh International Energy Agency (IEA) mengungkapkan bahwa permintaan energi global meningkat sebesar 2,2 persen sepanjang 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan tahunan dalam satu dekade terakhir yang hanya sekitar 1,3 persen. Meski masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2 persen, akselerasi permintaan energi ini menunjukkan betapa besar kebutuhan energi, terutama di negara-negara berkembang dan ekonomi baru yang menyumbang lebih dari 80 persen dari kenaikan tersebut.

    Batu bara tetap menjadi salah satu sumber energi utama, dengan permintaan global yang meningkat 1 persen sepanjang tahun lalu. Gelombang panas ekstrem yang melanda China dan India menjadi pemicu utama lonjakan konsumsi listrik untuk pendinginan, yang pada akhirnya mendongkrak permintaan batu bara. Dua negara ini menyumbang lebih dari 90 persen dari kenaikan konsumsi batu bara global.

    Sementara itu, di Amerika Serikat, penggunaan batu bara dalam pembangkitan listrik juga mengalami peningkatan, terutama di awal 2025. Bukan karena kebijakan pemerintah, melainkan akibat musim dingin terdingin dalam enam tahun terakhir yang membuat konsumsi listrik melonjak. Kenaikan harga gas alam yang signifikan juga membuat pembangkitan listrik berbasis gas menjadi lebih mahal dibandingkan batu bara, sehingga para produsen listrik di AS lebih memilih kembali mengandalkan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi.

    Data dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan bahwa total pembangkitan listrik di AS meningkat 5,5 persen secara tahunan pada Januari 2025, dengan penggunaan batu bara meningkat hampir di seluruh wilayah kecuali bagian barat.

    Strategi Glencore Memicu Sentimen Positif

    Selain faktor permintaan yang meningkat, kenaikan harga batu bara juga ditopang oleh keputusan Glencore Plc untuk memangkas produksi. Perusahaan ini mengumumkan pengurangan produksi batu bara dari tambang Cerrejon di Kolombia sebesar 5 hingga 10 juta ton dari perkiraan awal, sehingga total produksi tahun ini hanya akan berkisar antara 11 hingga 16 juta ton.

    Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap tren penurunan harga batu bara dalam beberapa waktu terakhir. Sejak awal 2025, harga batu bara Newcastle telah anjlok sekitar 20 persen ke level USD100 per ton, jauh dari puncaknya di atas USD450 per ton pada September 2022 saat krisis energi global memuncak akibat invasi Rusia ke Ukraina.

    Strategi pemangkasan produksi yang dilakukan Glencore bukanlah hal baru. Perusahaan ini memang dikenal sering melakukan pengurangan produksi untuk menjaga stabilitas harga ketika pasar mengalami tekanan. Pada 2022, saat harga batu bara melonjak drastis, Glencore mencatat laba besar. Namun, dalam dua tahun terakhir, harga batu bara terus mengalami penurunan akibat rekor produksi dari China dan India, yang menyebabkan stok batu bara global melimpah dan menekan harga jual.

    Dengan kebijakan baru ini, Glencore diperkirakan akan menurunkan target produksinya untuk tahun 2024 yang sebelumnya berada di kisaran 92 hingga 100 juta ton. Langkah ini diharapkan dapat membantu menyeimbangkan pasar dan mencegah harga batu bara jatuh lebih dalam.

    Glencore terus menunjukkan fleksibilitas dalam menyesuaikan strategi produksinya sesuai dengan fluktuasi harga pasar. Setelah mengambil alih kepemilikan penuh atas Cerrejón dari Anglo American dan BHP pada tahun 2021, perusahaan asal Swiss ini menerapkan kebijakan yang adaptif—mengurangi produksi saat harga melemah demi menjaga keseimbangan pasar dan mendukung komoditas utama mereka.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.