KABARBURSA.COM - Harga emas dunia mengalami penurunan pada Jumat, 27 September 2024, meskipun sepanjang tahun ini telah melonjak 29 persen. Emas juga mencatatkan kuartal terbaiknya dalam lebih dari delapan tahun, setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) dalam beberapa sesi terakhir.
Pelonggaran kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) memperkuat daya tarik emas yang tidak menghasilkan imbal hasil langsung.
Menurut laporan Consumer News and Business Channel Internasional, harga emas turun 0,7 persen menjadi USD 2.651,88 per ons, setelah sebelumnya mencatatkan rekor tertinggi selama empat sesi berturut-turut. Pada Kamis, 26 September 2024, emas menyentuh level tertingginya di USD2.685 per ons.
Sepanjang kuartal III-2024, harga emas naik sekitar 14 persen. Ini menjadi performa terbaik sejak kuartal I-2016, dengan kenaikan tahunan sekitar 29 persen, terbesar dalam 14 tahun terakhir.
Spekulasi terkait pemangkasan suku bunga lebih lanjut, setelah penurunan 50 basis poin oleh The Fed pekan lalu, meningkatkan permintaan spekulatif yang mendorong harga emas mencapai kondisi ‘oversold’ secara teknis. Beberapa bank bahkan memproyeksikan harga emas bisa mencapai USD 3.000.
"Target harga emas USD 3.000 per ons tahun ini sangat mungkin tercapai. Ada banyak faktor yang dapat memicu lonjakan tersebut," ujar Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures, Phillip Streible.
Streible menambahkan, faktor-faktor seperti gagalnya perundingan damai di Timur Tengah, berlanjutnya penurunan pasar tenaga kerja, serta kemungkinan pemangkasan suku bunga lagi sebesar 50 basis poin oleh The Fed, ditambah dengan stimulus ekonomi dari China, dapat mendukung kenaikan harga emas ke depan.
Sempat Melemah
Pada Jumat, 27 September 2024, harga emas dan perak mengalami penurunan, tapi tetap di jalur yang bekal mencatatkan kenaikan mingguan. Ini terjadi seiring dengan meningkatnya ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) AS tahun ini, sementara pasar menanti laporan inflasi untuk mendapatkan panduan lebih lanjut.
Pada pukul 14.15 WIB, harga emas spot tercatat turun 0,19 persen menjadi USD2.667,23 per ons, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi sesi di USD2.685,42. Sementara itu, emas berjangka AS juga melemah 0,22 persen menjadi USD2.689,10 per ons.
Harga perak spot merosot 0,81 persen menjadi USD31,76 per ons, setelah sebelumnya mencapai level tertinggi sejak Desember 2012 di USD32,71. Kenaikan harga perak sebelumnya didorong oleh kinerja positif emas serta langkah-langkah stimulus besar-besaran dari China. Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa reli tersebut mungkin akan mereda karena kekhawatiran mengenai permintaan industri.
Kyle Rodda, analis dari Capital.com, menjelaskan, “Harga emas saat ini didukung oleh antisipasi pemangkasan suku bunga The Fed dan langkah-langkah stimulus China, keduanya memberikan tekanan pada nilai dolar.”
Indeks Dolar (DXY) telah mengalami pelemahan selama empat minggu berturut-turut, membuat komoditas yang dihargakan dalam dolar AS menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Trader saat ini memperkirakan peluang 49 persen untuk pemotongan setengah poin persentase lebih lanjut pada pertemuan The Fed bulan November mendatang. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang untuk memegang emas, yang juga dianggap sebagai aset aman dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan politik.
Fokus pasar kini tertuju pada data Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) inti, yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, yang dijadwalkan akan dirilis hari ini.
Dalam konteks ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung, termasuk konflik di Timur Tengah dan pemilihan presiden di AS, BMI memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga oleh The Fed dapat memengaruhi pergerakan harga emas dalam beberapa bulan mendatang, dan mereka percaya bahwa logam mulia ini akan mencapai titik tertinggi yang baru.
Selain itu, harga logam lainnya juga mengalami penurunan, dengan platinum anjlok 1,14 persen menjadi USD1.000,31 dan paladium terjun 1,91 persen menjadi USD1.030,88.
Dengan situasi ini, investor dan pelaku pasar diharapkan untuk tetap waspada terhadap perkembangan selanjutnya, terutama terkait dengan kebijakan moneter The Fed dan dampaknya terhadap pasar logam mulia.
Harga minyak mengalami penurunan yang signifikan untuk hari ketiga berturut-turut, menandakan potensi penurunan saat minggu mendekati akhir. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran investor mengenai peningkatan pasokan minyak yang diharapkan dari Libya, serta dari kelompok OPEC+ yang lebih luas.
Saat pasar minyak global bereaksi terhadap perkiraan pasokan ini, investor dengan cermat memantau perkembangan di Libya, di mana stabilitas politik dapat berdampak besar pada tingkat produksi. Pembicaraan yang sedang berlangsung dalam OPEC+ mengenai pemotongan produksi dan penyesuaian output juga telah memicu ketidakpastian, menyebabkan para pedagang meninjau kembali posisi mereka. Hingga laporan terbaru, harga minyak mentah acuan telah turun secara signifikan, mencerminkan tren umum keraguan di pasar minyak.(*)