KABARBURSA.COM - Harga emas dunia sedikit tergelincir pada perdagangan Selasa waktu AS atau Rabu, 12 Februari 2025, dini hari WIB setelah menyentuh rekor tertinggi. Investor mulai mencairkan keuntungan, meski secara keseluruhan sentimen pasar masih cenderung optimistis di tengah kekhawatiran perang dagang global akibat kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump.
Harga emas spot turun tipis 0,1 persen menjadi USD2.904,87 (sekitar Rp46,48 juta) per ons pada pukul 13.41 ET (18.41 GMT), setelah sempat menyentuh puncak USD2.942,70 (sekitar Rp47,08 juta) di sesi perdagangan sebelumnya. Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup melemah 0,1 persen di USD2.932,60 (sekitar Rp46,92 juta).
“Ini hanya aksi ambil untung dari trader jangka pendek di pasar berjangka… pasar mulai sedikit terlalu jenuh dan butuh koreksi teknikal serta konsolidasi,” kata analis senior di Kitco Metals, Jim Wyckoff, dikutip dari Reuters di Jakarta, Rabu.
Trump baru saja menaikkan tarif impor baja dan aluminium menjadi tarif tetap 25 persen, tanpa pengecualian bagi negara mana pun. Langkah ini diharapkan bisa membantu industri dalam negeri AS yang tengah lesu, tetapi juga berisiko memicu perang dagang di berbagai lini.
Kini, perhatian pelaku pasar tertuju pada data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu hari ini karena akan memberikan petunjuk baru mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed.
Jajak pendapat Reuters menunjukkan Federal Reserve kemungkinan akan menunggu hingga kuartal berikutnya sebelum memangkas suku bunga lagi. Namun, tarif baru yang diterapkan Trump berpotensi meningkatkan inflasi AS dan memperlambat jadwal pemangkasan suku bunga.
Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pernyataannya di hadapan Komite Perbankan Senat mengatakan bank sentral tidak terburu-buru menurunkan suku bunga mengingat ekonomi AS yang masih “kuat secara keseluruhan” dan inflasi yang masih di atas target 2 persen.
“Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, The Fed bisa memperpanjang jeda pemangkasan suku bunga, yang dalam jangka pendek dapat membatasi kinerja emas,” kata manajer portofolio senior di Sprott Asset Management, Ryan McIntyre.
Secara umum, emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi suku bunga yang lebih tinggi dapat mengurangi daya tarik aset ini karena tidak memberikan imbal hasil. Namun, Wyckoff menambahkan, kebijakan Trump yang tak terduga bisa tetap mendorong harga emas ke level tinggi. “Situasi ketidakpastian ini bisa terus menopang harga emas, dan aksi ambil untung seperti hari ini justru bisa menjadi peluang beli bagi trader yang masih bullish,” ujarnya.
Logam Mulia Lainnya Juga Melemah
Tak hanya emas, harga logam mulia lainnya juga mengalami pelemahan. Harga perak spot turun 0,4 persen menjadi USD31,92 (sekitar Rp511 ribu) per ons. Platinum melemah 0,8 persen ke USD986,03 (sekitar Rp15,8 juta), sementara paladium turun 0,3 persen ke USD980,25 (sekitar Rp15,68 juta).
Pada perdagangan sebelumnya, harga emas sempat mencatatkan rekor baru. Harganya melesat melewati batas psikologis USD2.900 per ons untuk pertama kalinya pada Senin, 10 Februari 2025. Kenaikan ini tak lepas dari meningkatnya permintaan aset safe-haven setelah Donald Trump kembali mengobarkan isu perang dagang dengan ancaman tarif baru yang berpotensi memicu inflasi.
Harga emas spot naik 1,6 persen ke USD2.905,24 (sekitar Rp46,48 juta) per ons, setelah sempat menyentuh level tertinggi USD2.911,30 (sekitar Rp46,58 juta) dalam sesi perdagangan. Sementara itu, kontrak berjangka emas di COMEX ditutup menguat 1,6 persen di USD2.934,40 (sekitar Rp46,95 juta).
Langkah Trump yang baru mendeklarasikan tarif baru langsung memicu spekulasi bahwa ketegangan perdagangan global bakal semakin panas. Secara umum, kebijakan tarif dianggap inflasioner dan berpotensi memicu perang dagang lebih luas, yang membuat investor berbondong-bondong mencari perlindungan di aset seperti emas batangan—komoditas yang kerap dijadikan lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakstabilan geopolitik.
“Jelas bahwa perang tarif berada di balik lonjakan harga emas kali ini. Ini mencerminkan ketidakpastian yang meningkat dan ketegangan dalam perdagangan global,” ujar analis dari Marex, Edward Meir.
Tahun ini, emas telah mencetak rekor tertinggi untuk ketujuh kalinya, didorong oleh kombinasi faktor mulai dari kebijakan tarif Trump, inflasi yang masih tinggi, hingga ketidakpastian terhadap pertumbuhan ekonomi global. Tak heran jika analis pasar memperkirakan emas bakal terus naik.
“Emas jelas sedang mengincar level USD3.000, dan momentumnya sangat kuat, hampir tanpa henti. Pertanyaannya bukan lagi ‘apakah harga akan sampai ke level itu?’, tetapi ‘kapan?’,” kata analis independen, Ross Norman.(*)