KABARBURSA.COM – Harga emas sempat menguat hingga 1,3 persen pada perdagangan Rabu, 9 April 2025, dini hari WIB, sebelum akhirnya menyusut jadi hanya naik 0,1 persen ke level USD2.984,16 (sekitar Rp48,6 juta) per ons. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS ditutup 0,5 persen lebih tinggi di USD2.990,20 (sekitar Rp48,7 juta).
Kenaikan ini tertahan karena imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun melonjak ke posisi tertinggi dalam sepekan. Kenaikan yield biasanya membuat emas—yang tidak memberikan imbal hasil—kurang menarik bagi investor.
Tapi di sisi lain, sentimen pasar masih mendukung emas. Dolar AS terpantau melemah terhadap mata uang utama lainnya sehingga membuat harga emas lebih murah bagi investor di luar AS. Dan yang paling besar dampaknya, ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali membara setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif balasan hingga 104 persen untuk impor asal China mulai Rabu dini hari.
“Meski sempat melemah tiga hari berturut-turut, tren emas tetap bullish. Ketegangan dagang dan ekspektasi penurunan suku bunga AS membuat emas kembali dilirik,” kata analis riset senior di FXTM, Lukman Otunuga, dikutip dari Reuters di Jakarta, Rabu.
Otunuga menambahkan, jika emas berhasil menembus USD3.055, potensi melaju ke USD3.100 bahkan USD3.130 terbuka lebar. Tapi kalau gagal bertahan di atas USD3.000, bisa saja turun lagi ke kisaran USD2.950–2.930.
Selama tahun ini saja, harga emas sudah naik sekitar 15 persen seiring kekhawatiran resesi dan ketidakpastian politik global. Komoditas ini memang sering dijadikan “penyelamat” ketika pasar keuangan sedang gonjang-ganjing.
Investor kini menanti rilis risalah pertemuan terakhir The Fed pada Rabu waktu setempat. Risalah ini dinilai penting untuk membaca arah kebijakan suku bunga selanjutnya. Saat ini, pelaku pasar memprediksi peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Mei sekitar 40 persen.
“Lonjakan besar dalam ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam beberapa hari terakhir kemungkinan akan mendongkrak harga emas kembali,” tulis Commerzbank dalam catatannya.
Sementara itu, logam mulia lain cenderung bervariasi. Harga perak turun 0,8 persen ke USD29,86 (sekitar Rp486 ribu) per ons, platinum naik tipis 0,2 persen ke USD914,83 (sekitar Rp14,9 juta), dan palladium melemah 1,3 persen ke USD906,75 (sekitar Rp14,8 juta).
Proyeksi Harga Emas di 2025
Per Selasa, 8 April 2025, harga emas di pasar spot melonjak ke USD3.007,79 per ons troy (sekitar Rp49,1 juta), naik USD40,58 hanya dalam 24 jam terakhir. Angka ini bukan cuma rekor baru, tapi juga sinyal kuat bahwa pasar keuangan sedang mencari pelampung di tengah ombak ketidakpastian.
Dalam dunia investasi, emas kerap dijadikan “tempat lari” ketika semuanya terasa goyah—dan sekarang, kondisi global memang sedang gelap. Ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah terus membara, sementara dari arah Barat, Amerika Serikat baru saja menebar tarif baru yang memicu perang dagang jilid dua. Investor pun ramai-ramai mundur dari aset berisiko, masuk ke logam mulia yang tak pernah kehabisan daya tarik.
Belum lagi urusan inflasi yang belum jinak. Kekhawatiran atas kenaikan harga-harga serta ancaman pertumbuhan ekonomi global yang makin lemas membuat emas makin dilirik. Reuters melaporkan, situasi pasar yang cenderung “risk-off” saat ini menjadi momentum bagi emas untuk unjuk gigi sebagai aset aman.
Dari sisi kebijakan moneter, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve juga ikut mengangkat harga. Ketika bunga rendah, emas yang tak memberikan imbal hasil bunga justru jadi alternatif menarik. Dengan biaya pinjaman lebih murah, menaruh dana di emas jadi terasa masuk akal.
Dilansir dari Economic Times, beberapa bank besar dunia bahkan sudah mulai menaikkan target harga emas mereka untuk tahun ini.
HSBC menaikkan proyeksi harga emas 2025 menjadi USD3.015 per ons, dari sebelumnya hanya USD2.687. Mereka menyebut ketidakpastian global dan ekspektasi suku bunga sebagai pemicu utama.
Bank of America bahkan lebih agresif, memperkirakan harga bisa menembus USD3.063 tahun ini. Alasannya lanskap perdagangan global yang ringkih dan permintaan tinggi dari bank sentral.
Standard Chartered tak kalah optimistis. Mereka memproyeksikan harga bisa mencapai puncak USD3.300 per ons di kuartal kedua 2025. Analis mereka melihat dorongan besar dari permintaan ritel dan bank sentral.
Citigroup ikut dalam barisan. Menurut mereka, harga emas bisa menyentuh USD3.000 dalam 6 hingga 18 bulan mendatang karena didorong oleh kombinasi “badai sempurna” dari tekanan finansial dan ketegangan geopolitik.
Menariknya, yang menggerakkan pasar bukan cuma investor individu atau dana lindung nilai. Bank sentral dari berbagai negara kini juga turut memperbesar cadangan emas mereka. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan melindungi nilai tukar masing-masing negara.
Menurut laporan World Gold Council, negara-negara seperti China, India, dan Rusia sudah meningkatkan kepemilikan emas mereka secara signifikan dalam setahun terakhir. Ketika institusi sebesar ini ikut membeli, harga otomatis terdorong ke atas. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2025. Banyak analis meyakini permintaan dari bank sentral bisa kembali mencetak rekor, seperti yang terjadi pada 2023 dan 2024 lalu.(*)
Harga Emas Menanjak Tipis, Pasar Masih Waspada Tarif Trump
Harga emas dunia sempat menyentuh USD2.984 per ons pada Rabu, 9 April 2025, di tengah ketegangan dagang AS-Tiongkok dan spekulasi pemangkasan suku bunga The Fed.
