KABARBURSA.COM - Harga emas dunia naik tipis pada perdagangan Rabu, 14 Mei 2025, dini hari WIB. Pemulihan ini terjadi setelah logam mulia tersebut anjlok sehari sebelumnya karena didorong aksi beli murah (bargain hunting) serta data inflasi AS yang melandai.
Optimisme pasar kembali terangkat, terutama setelah muncul kepastian jeda tarif dagang antara Amerika Serikat dan China, ditambah sentimen positif dari data inflasi AS yang tak seburuk prediksi.
Harga emas spot naik 0,4 persen menjadi USD3.246,95 per ons, setelah sempat menyentuh titik terendah USD3.207,30 pada Senin lalu. Di sisi lain, emas berjangka AS ditutup menguat 0,6 persen ke level USD3.247,8 per ons. Kenaikan ini memperpanjang napas investor yang sempat terpukul oleh gejolak tarif dagang AS-China.
“Koreksi besar terjadi pada Senin karena pasar bereaksi atas kabar kesepakatan dagang antara AS dan China,” ujar Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas TD Securities, dikutip dari Reuters di Jakarta, Rabu. “Tapi faktanya, tarif untuk China masih di angka 30 persen—angka yang terlalu tinggi bagi kestabilan ekonomi,” lanjut Melek.
Washington dan Beijing pada Senin menyepakati jeda 90 hari dalam perang tarif. Usai pertemuan akhir pekan di Jenewa, pemerintah AS menyatakan akan memangkas tarif impor China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sebaliknya, China juga menurunkan tarif atas produk AS dari 125 persen ke 10 persen. Meski harga emas naik, ketidakpastian global tetap menggantung.
Harga emas sepanjang 2025 telah memecahkan banyak rekor. Kombinasi kekhawatiran perlambatan ekonomi akibat tarif Trump, aksi beli bank sentral dunia, dan tensi geopolitik mendorong investor memburu logam mulia. Arus besar masuk ke exchange-traded funds (ETF) berbasis emas ikut mempertebal reli logam mulia tahun ini.
Dari sisi makro, indeks harga konsumen (CPI) AS naik 0,2 persen pada bulan lalu. Angka ini lebih rendah dari prediksi ekonom yang memperkirakan kenaikan 0,3 persen. Data dari Biro Statistik Tenaga Kerja ini menjadi sinyal bahwa inflasi AS melandai, memberi ruang bagi The Fed untuk melanjutkan pelonggaran moneter.
“Laporan ini cukup bersahabat untuk pasar logam mulia. Tidak ada tekanan inflasi yang berarti, sehingga Federal Reserve tak perlu menunda pemangkasan suku bunga,” tulis Jim Wyckoff, analis senior Kitco Metals, dalam catatan risetnya. Ekspektasi pasar mengarah pada pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September mendatang.
Suku bunga yang lebih rendah menjadi kabar baik bagi emas, karena logam ini tidak memberikan imbal hasil (non-yielding). Saat suku bunga rendah, daya tarik emas justru meningkat sebagai penyimpan nilai.
Selain harga emas naik, logam mulia lain juga ikut menguat. Perak spot naik hampir 1 persen menjadi USD32,89 per ons, platinum naik 1,4 persen ke USD985,92, dan palladium menanjak 1 persen ke level USD955,15.
Pasar kembali pulih, namun kecemasan atas tarif global dan volatilitas tetap mengintai. Untuk saat ini, harga emas naik seiring inflasi AS melandai dan perang tarif sedikit mereda.
Goldman Sachs Proyeksikan Harga Emas Hingga Akhir 2025 Tembus USD3.700
Goldman Sachs menaikkan perkiraan harga emas untuk akhir 2025 menjadi USD3.700 per ons, dari sebelumnya USD3.300, dengan rentang proyeksi di kisaran USD3.650–USD3.950 per ons. Kenaikan proyeksi ini didorong oleh permintaan bank sentral yang lebih kuat dari perkiraan, serta aliran dana yang lebih besar ke produk emas berbasis bursa (exchange-traded fund/ETF) akibat meningkatnya risiko resesi.
“Jika resesi benar-benar terjadi, aliran dana ke ETF bisa makin cepat dan mendorong harga emas hingga USD3.880 per ons pada akhir tahun,” tulis Goldman Sachs dalam catatan yang diterbitkan beberapa waktu lalu, dikutip dari Yahoo Finance.
Meski begitu, bank investasi itu juga mengingatkan, jika pertumbuhan ekonomi justru mengejutkan ke arah positif berkat berkurangnya ketidakpastian kebijakan, maka aliran dana ke ETF kemungkinan akan kembali ke pola prediksi berbasis suku bunga, dengan harga akhir tahun mendekati USD3.550 per ons.
Sementara itu, Gedung Putih mengumumkan bahwa smartphone dan komputer dikecualikan dari tarif “resiprokal” Amerika Serikat. Namun, Presiden Donald Trump tetap memperingatkan bahwa bea masuk untuk produk-produk tersebut tetap mungkin diberlakukan di masa mendatang.
Harga emas spot mencetak rekor baru pada Senin di level USD3.245,42 per ons, meski pergerakannya masih tanpa arah jelas seiring pasar terus mencerna perkembangan berita tarif yang bergulir. Goldman Sachs juga merevisi naik asumsi permintaan emas dari bank sentral, dari sebelumnya 70 metrik ton per bulan menjadi 80 metrik ton per bulan.
Sementara itu, J.P. Morgan memperkirakan harga emas bakal berada di angka USD3.000 per ons selama 2025 dengan rata-rata kuartal empat tahun itu di kisaran USD2.950 per ons.
“Kami tetap memegang pandangan bullish untuk jangka panjang terhadap emas,” ujar Natasha Kaneva, kepala strategi komoditas global di J.P. Morgan, dikutip dari laman JP Morgan.
Menurutnya, kalau skenario tarif Donald Trump menyeluruh benar terjadi, itu bisa “memacu efek harga yang sangat besar” bagi logam mulia. Kekhawatiran soal pertumbuhan ekonomi dan risiko inflasi yang makin tinggi pun akan terus mendorong permintaan investor terhadap emas.(*)