KABARBURSA.COM – Harga emas melonjak lebih dari 1 persen pada perdagangan Sabtu, 12 Juli 2025, seiring meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan ancaman tarif dagang. Sementara itu, harga perak mencetak rekor tertingginya dalam lebih dari 13 tahun terakhir.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, harga emas spot tercatat naik 1 persen menjadi USD3.356,93 (sekitar Rp54,7 juta) per ons pada pukul 14.43 waktu setempat (EDT), setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak 24 Juni di sesi sebelumnya. Kontrak berjangka emas AS ditutup naik 1,4 persen di USD3.371,20 (sekitar Rp55 juta) per ons.
Kenaikan harga emas terjadi di tengah penurunan pasar saham global, menyusul eskalasi kebijakan tarif AS. Trump mengumumkan tarif baru sebesar 35 persen untuk produk impor dari Kanada mulai bulan depan, serta menyatakan rencana menerapkan tarif menyeluruh sebesar 15 hingga 20 persen bagi sebagian besar mitra dagang.
Selain itu, pemerintah AS juga menetapkan tarif 50 persen terhadap impor tembaga dan produk dari Brasil, menambah tekanan terhadap pasar komoditas global.
“Kita sedang berada di fase pasar yang kembali dipenuhi premi ketidakpastian, dan emas mendapat angin karena statusnya sebagai safe haven,” ujar Aakash Doshi, kepala strategi emas global di State Street Global Advisors.
Doshi memperkirakan harga emas akan bergerak dalam kisaran USD3.100 hingga USD3.500 pada kuartal ketiga. “Paruh pertama tahun ini sangat kuat, dan saya rasa kita kini masuk fase konsolidasi,” katanya.
Sebagai komoditas tanpa imbal hasil (non-yielding), emas cenderung diuntungkan dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan suku bunga rendah.
Sentimen ini makin diperkuat oleh pernyataan Gubernur The Fed, Christopher Waller, yang kembali membuka peluang pemangkasan suku bunga bulan ini. Investor kini memperkirakan kemungkinan penurunan hingga 50 basis poin hingga akhir tahun.
Sementara itu, perak spot melonjak 3,9 persen ke USD38,46 (sekitar Rp627 ribu) per ons—level tertinggi sejak September 2011. Lonjakan harga juga terjadi pada platinum yang naik 2,8 persen ke USD1.399,13, serta palladium yang melejit 6,5 persen ke USD1.216,12 per ons.
Kenaikan tajam palladium dipicu spekulasi bahwa pernyataan besar Trump mengenai Rusia yang dijadwalkan Senin mendatang bisa memuat sanksi yang berdampak terhadap pasokan logam tersebut.
“Secara fundamental palladium memang tidak terlalu solid, tapi jika pasokan dari Rusia terganggu, reli ini bisa berlangsung lebih lama,” kata Tai Wong, trader logam mulia independen.
Di sisi lain, setelah tarif tembaga diumumkan, selisih harga kontrak berjangka logam seperti perak, platinum, dan palladium di pasar AS terhadap patokan London mengalami kenaikan. Hal ini memicu lonjakan biaya pinjaman (lease rates) karena pedagang membongkar posisi terbuka di bursa NYMEX/COMEX.
“Trader membongkar posisi terbuka mereka dan harus meminjam di sisi lainnya,” ujar seorang trader logam mulia. Ia menambahkan bahwa aktivitas tersebut tidak mempengaruhi pasar emas secara langsung.(*)