KABARBURSA.COM – Harga emas dunia bergerak naik tipis pada Rabu, 18 Juni 2025, dini hari WIB, karena didorong lonjakan permintaan aset lindung nilai (safe haven) akibat ketegangan geopolitik Iran–Israel. Namun penguatan dolar AS membatasi laju kenaikan logam mulia tersebut. Sementara itu, harga perak justru melesat ke level tertingginya dalam 13 tahun terakhir.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, harga spot emas naik 0,2 persen ke level USD3.390,59 per ons troi pada pukul 13.51 waktu New York atau 00.51 WIB. Sedangkan kontrak berjangka emas di Amerika Serikat justru ditutup turun 0,3 persen ke posisi USD3.406,90.
Penguatan dolar AS sebesar 0,8 persen membuat emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Namun sentimen geopolitik tetap menjadi pendorong utama pasar.
“Ketidakpastian geopolitik, terutama konflik Israel-Iran yang kemungkinan akan meningkat sebelum mereda, akan terus menopang permintaan aset lindung nilai,” ujar Jim Wycoff, analis senior di Kitco Metals.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan keinginannya untuk mengakhiri sengketa nuklir dengan Iran secara menyeluruh. Ia bahkan mengisyaratkan akan mengirim pejabat senior AS untuk bertemu dengan perwakilan Republik Islam tersebut, sementara perang udara di Timur Tengah memasuki hari kelima.
Dari sisi kebijakan moneter, bank sentral AS (Federal Reserve) dijadwalkan mengumumkan keputusan suku bunga pada Rabu malam waktu setempat, disusul dengan konferensi pers Ketua The Fed Jerome Powell.
Pasar secara luas memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25–4,50 persen seperti sejak Desember lalu.
Kondisi suku bunga rendah dan ketidakpastian global umumnya memperkuat daya tarik emas sebagai penyimpan nilai.
Sementara itu, survei World Gold Council menunjukkan bahwa bank-bank sentral dunia memperkirakan proporsi emas dalam cadangan devisa mereka akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan.
Dari data ekonomi, penjualan ritel di AS turun lebih besar dari perkiraan pada Mei. Namun belanja konsumen tetap tertopang oleh pertumbuhan upah yang solid.
Di pasar logam lainnya, harga perak spot naik hampir 2 persen menjadi USD37,05 per ons—level tertinggi sejak Februari 2012. Dalam catatan Citi, harga perak berpotensi terus naik ke USD40 dalam 6 hingga 12 bulan ke depan.
“Kami memperkirakan pasokan perak akan makin ketat karena defisit bertahun-tahun, stok yang sulit dilepas kecuali harga tinggi, dan permintaan investasi yang kuat,” tulis Citi dalam risetnya.
Harga platinum juga naik 1,5 persen ke USD1.264,61, sementara paladium menguat 1,7 persen ke USD1.047,54.
Goldman Sachs: Harga Emas bisa Tembus USD3.880 per Ons
Kendati harga emas sudah menyentuh rekor tertinggi, Goldman Sachs Research memperkirakan reli emas masih akan berlanjut hingga tahun depan. Dalam proyeksi terbarunya, lembaga riset bank investasi tersebut memprediksi harga emas akan naik hingga USD3.700 per troy ons pada akhir 2025, dari posisi USD3.220 pada 15 Mei lalu.
Lonjakan ini, menurut analis senior Goldman, Thomas, dipicu oleh akumulasi masif dari bank-bank sentral yang terus membeli emas dalam jumlah besar setiap bulannya.
Selain permintaan dari otoritas moneter, investor institusi seperti pemegang Exchange-Traded Fund (ETF) juga diperkirakan akan menambah kepemilikan emas. Mereka bersiap menghadapi potensi pemangkasan suku bunga dan meningkatnya kekhawatiran resesi global. Dalam skenario resesi, Goldman bahkan memperkirakan harga emas bisa melonjak hingga USD3.880 per ons.
Investor ritel dan privat juga mulai melirik emas sebagai alternatif diversifikasi portofolio—terutama dari aset-aset Amerika Serikat, seperti saham dan obligasi pemerintah. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, performa US Treasury sebagai pelindung portofolio saham cenderung melemah.
Thomas menegaskan meski bukan skenario utama, rotasi modal secara moderat dari aset AS ke emas bisa memberi dampak signifikan. Pasalnya, skala pasar emas masih jauh lebih kecil dibanding pasar keuangan AS. Sebagai gambaran, total kepemilikan global ETF emas saat ini hanya mewakili sekitar 1 persen dari nilai obligasi pemerintah AS yang beredar, dan hanya 0,5 persen dari kapitalisasi pasar S&P 500.
“Jika sebelumnya pembelian dari bank sentral menjadi pendorong utama sejak 2022, kini investor ETF juga mulai masuk ke pasar emas,” ujar Thomas dikutip dari laman Goldman Sachs. “Karena keduanya kini berebut emas fisik di pasar yang sama, kami memperkirakan harga emas akan terus naik lebih jauh.”(*)