Logo
>

Harga Emas Terkoreksi, tapi Masih di Jalur Kenaikan Mingguan

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Emas Terkoreksi, tapi Masih di Jalur Kenaikan Mingguan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga emas dunia turun lebih dari 1 persen pada Jumat waktu Amerika atau Sabtu, 15 Februari 2025, dini hari WIB akibat aksi ambil untung, meskipun masih berada di jalur kenaikan mingguan untuk ketujuh kalinya berturut-turut. Ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif balasan Presiden Donald Trump masih menjadi pemicu utama kenaikan harga emas dalam beberapa pekan terakhir.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, harga emas spot melemah 1,6 persen ke USD2.882,99, tetapi tetap mencatat kenaikan mingguan 0,8 persen. Sebelumnya, pada Selasa lalu, emas sempat menyentuh rekor tertinggi di USD2.942,70. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS (gold futures) ditutup turun 1,5 persen di USD2.900,70 per ons.

    Menurut Wakil Presiden dan Analis Logam Senior di Zaner Metals, Peter Grant, koreksi ini lebih karena faktor teknikal. Ia menjelaskan kegagalan emas untuk mencetak rekor baru pada Selasa lalu membuka kemungkinan pola double top yang biasanya memicu aksi jual sebelum akhir pekan.

    Meskipun mengalami koreksi, tren emas masih bullish. Chief Operating Officer Allegiance Gold, Alex Ebkarian, menyebutkan faktor seperti kebijakan tarif AS, inflasi yang masih tinggi, serta pelemahan dolar AS, mendorong investor untuk beralih dari aset berbasis kertas ke emas fisik.

    Masih Jadi Pelarian di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    [caption id="attachment_106821" align="alignnone" width="1542"] Sejumlah Pejalan Kaki melintas di Zebra Cross depan Sarinah Thamrin, Senin (16/12/2024). Hampir setiap hari kerja tempat ini di padati warga yang pulang kerja. foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

    Pada Kamis lalu, Trump menginstruksikan tim ekonominya untuk merancang tarif balasan terhadap negara-negara yang mengenakan pajak impor bagi barang-barang AS. Langkah ini berpotensi memicu inflasi lebih lanjut yang pada akhirnya bisa meningkatkan permintaan emas sebagai aset lindung nilai (safe-haven asset) di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

    Di sisi lain, data terbaru menunjukkan penjualan ritel AS mengalami penurunan terbesar dalam hampir dua tahun pada Januari. Ini mengindikasikan perlambatan ekonomi di awal kuartal pertama.

    Namun, pelaku pasar masih memperkirakan Federal Reserve (The Fed) tidak akan memangkas suku bunga sebelum September, mengingat inflasi masih tinggi. Selain itu, data terbaru juga menunjukkan jumlah klaim tunjangan pengangguran di AS mengalami penurunan, yang menandakan pasar tenaga kerja masih cukup kuat.

    Tak hanya emas, harga logam mulia lain juga mengalami koreksi. Harga perak spot turun 0,3 persen ke USD32,27 per ons, meskipun sebelumnya sempat mencapai level tertinggi sejak 31 Oktober 2024.

    “Kami melihat peningkatan permintaan perak dibandingkan tahun lalu, sementara pasokannya terus berkurang,” ujar Ebkarian. Ia menambahkan, kenaikan harga emas yang cukup tajam justru mendorong investor ritel beralih ke perak sebagai alternatif yang lebih terjangkau.

    Sementara itu, harga platinum turun 1 persen ke USD985,04 per ons, dan palladium melemah 1,1 persen ke USD982,90 per ons. Meski mengalami tekanan harian, ketiga logam mulia ini masih berada di jalur kenaikan mingguan.

    Menguat usai Trump Kembali Memantik Perang Dagang

    Harga emas dunia sebelumnya sempat kembali menguat pada Kamis, 13 Februari 2025, waktu Amerika setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif balasan bagi negara-negara yang mengenakan pajak impor terhadap barang asal AS. Langkah ini semakin memperburuk kekhawatiran global akan potensi perang dagang yang berkepanjangan.

    Harga emas spot naik Rp18,6 juta menjadi Rp46,6 juta per ons, mendekati rekor tertingginya di Rp47 juta per ons yang tercapai pada Selasa lalu. Sementara itu, kontrak emas berjangka AS ditutup lebih tinggi Rp9,7 juta di Rp47,1 juta per ons.

    Pada hari yang sama, Trump merilis peta jalan kebijakan tarif balasan yang akan diterapkan pada semua negara yang mengenakan pajak terhadap barang-barang AS.

    Di sisi lain, data ekonomi terbaru menunjukkan harga produsen di AS meningkat cukup signifikan pada Januari, menambah bukti inflasi masih tinggi. Hal ini memperkuat ekspektasi pasar keuangan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga sebelum paruh kedua tahun ini.

    Menurut Managing Partner di CPM Group, Jeffrey Christian, ketidakpastian politik dan dampaknya terhadap ekonomi global menjadi faktor utama di balik kenaikan harga emas. Ia menambahkan, meskipun data Indeks Harga Produsen (PPI) relatif netral, investor masih khawatir dengan dampak kebijakan Trump terhadap perekonomian secara keseluruhan.

    Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam dengar pendapat keduanya di Kongres pekan ini kembali menegaskan bahwa bank sentral tidak terburu-buru memangkas suku bunga.

    Terlepas dari ekspektasi aksi jual pasar akibat kombinasi data PPI yang tinggi, pernyataan Powell, serta pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina, pasar emas tetap bergerak positif. Menurut Senior Market Strategist di RJO Futures, Bob Haberkorn, hal ini terjadi karena investor masih menganggap emas sebagai aset aman dan terus membeli ketika harga sempat turun.

    Secara umum, emas memang dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Namun, jika suku bunga tetap tinggi, daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil akan sedikit memudar.

    Indeks dolar AS tercatat melemah Rp800 atau turun Rp8.000 dalam perhitungan kumulatif, membuat harga emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli luar negeri. “Emas naik terhadap semua mata uang utama, dan pelemahan kecil dolar hari ini memberi ruang lebih bagi emas untuk terus menguat,” ujar Haberkorn.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).