KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia nyaris tak bergerak pada awal pekan ini. Pelaku pasar tengah mencermati dampak sanksi baru Uni Eropa terhadap pasokan minyak Rusia, sembari waswas bahwa ancaman tarif baru bisa melemahkan permintaan bahan bakar, terutama ketika negara-negara produsen di Timur Tengah tengah menaikkan produksi.
Pada Senin, 21 Juli 2025, kontrak berjangka Brent hanya naik enam sen menjadi USD69,34 (sekitar Rp1.126.275) per barel setelah turun 0,35 persen pada akhir pekan lalu. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) menguat 17 sen ke level USD67,51 (sekitar Rp1.096.538) per barel, usai melemah 0,30 persen di sesi sebelumnya.
Kenaikan harga yang minim ini mencerminkan kehati-hatian pasar terhadap sejumlah sentimen geopolitik dan perdagangan internasional.
Pada Jumat lalu, Uni Eropa menyetujui paket sanksi ke-18 terhadap Rusia sebagai respons atas konflik yang terus berlanjut di Ukraina. Sanksi ini juga menyasar Nayara Energy, perusahaan India yang diketahui mengekspor produk olahan dari minyak mentah Rusia.
Namun, Kremlin melalui juru bicara Dmitry Peskov menyatakan Rusia telah membangun semacam “kekebalan” terhadap sanksi-sanksi Barat.
Analis dari ING menilai reaksi pasar yang datar mencerminkan keraguan terhadap efektivitas sanksi terbaru tersebut. “Bagian paling berdampak mungkin adalah larangan impor produk olahan yang berasal dari minyak Rusia, tapi diolah di negara ketiga,” tulis tim analis yang dipimpin Warren Patterson dikutip dari Reuters. “Namun, sangat sulit melacak sumber minyak mentah di kilang negara lain, sehingga penegakan larangan ini akan jadi tantangan besar.”
Sementara itu, Iran—negara penghasil minyak lain yang juga disanksi—dijadwalkan menggelar perundingan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada Jumat ini. Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan pertemuan tersebut akan menentukan arah negosiasi. Ketiga negara Eropa telah memperingatkan bahwa kegagalan melanjutkan dialog akan memicu sanksi internasional kembali dijatuhkan.
Di Amerika Serikat, jumlah rig pengeboran minyak aktif turun dua unit menjadi 422 rig pekan lalu, menurut data Baker Hughes. Ini adalah angka terendah sejak September 2021 dan menjadi sinyal melemahnya aktivitas pengeboran di tengah ketidakpastian harga.
Tarif impor AS terhadap produk dari Uni Eropa dijadwalkan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Meski begitu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan optimistis kesepakatan dagang masih mungkin dicapai sebelum tenggat tersebut.
“Ancaman tarif dari AS akan terus menjadi tekanan menjelang 1 Agustus,” kata analis pasar IG, Tony Sycamore. “Namun, ada peluang harga ditopang data stok minyak jika menunjukkan suplai yang ketat.”
Menurut Sycamore, pasar minyak saat ini bergerak dalam rentang harga sempit, yakni antara USD64 hingga USD70 (sekitar Rp1.040.000–Rp1.137.500) per barel untuk pekan ini.
Rentang harga tersebut terjadi usai gencatan senjata pada 24 Juni yang menghentikan konflik 12 hari antara Israel dan Iran. Sejak itu, harga Brent bergerak dalam kisaran USD66,34 hingga USD71,53 per barel.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.