KABARBURSA.COM - Harga minyak mengalami penurunan tajam ke wilayah negatif setelah sebelumnya sempat naik satu dolar dalam perdagangan pascapenutupan pada Rabu, 2 April 2025. Penyebabnya adalah pengumuman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberlakukan tarif timbal balik terhadap beberapa mitra dagang utama, yang memicu kekhawatiran akan melemahnya permintaan global terhadap minyak mentah.
Seperti dilansir Reuters, harga minyak Brent ditutup naik 46 sen (0,6 persen) menjadi USD74,95 per barel, sementara minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik 51 sen (0,7 persen) ke level USD71,71 per barel.
Namun, setelah sempat menguat, harga minyak berbalik turun selama konferensi pers Trump pada Rabu, 2 April 2025 sore, di mana ia mengumumkan tarif impor untuk negara-negara seperti Uni Eropa, China, dan Korea Selatan.
Sebelumnya, Trump telah lama menyebut 2 April sebagai "Hari Pembebasan," hari di mana tarif baru akan mulai berlaku dan berpotensi mengguncang sistem perdagangan global. Namun, dalam tabel tarif yang ditampilkan saat konferensi pers, tidak ada rincian tentang tarif untuk Kanada dan Meksiko.
Seorang pejabat senior mengatakan kepada Reuters bahwa barang-barang dari Kanada dan Meksiko yang mematuhi ketentuan USMCA, termasuk minyak, akan tetap bebas dari tarif baru tersebut.
Kanada sendiri merupakan pemasok utama minyak ke AS, mengirimkan sekitar 4 juta barel per hari. Namun, kebijakan tarif Trump berpotensi memicu inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan ketegangan perdagangan, yang pada akhirnya dapat membatasi kenaikan harga minyak.
"Reli harga minyak yang terjadi bulan lalu tampaknya mulai berhenti. Brent kesulitan menembus level USD75 per barel, sementara fokus pasar kini beralih dari isu pengurangan pasokan akibat sanksi ke pengumuman tarif Trump dan potensi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi serta permintaan minyak," kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank.
Sementara itu, Meksiko meredakan beberapa kekhawatiran perang dagang setelah Presiden Claudia Sheinbaum menyatakan bahwa negaranya tidak akan menerapkan tarif balasan terhadap AS. Hal ini membantu menenangkan investor yang sebelumnya khawatir ketegangan dagang akan semakin meningkat.
"Harga minyak memang sedikit turun akibat pengumuman ini, tetapi dampaknya tidak seburuk yang dikhawatirkan banyak orang. Ada kekhawatiran besar di awal, tetapi pasar tampaknya mulai menyesuaikan diri," ujar Josh Young, Kepala Investasi di Bison Interests.
Di luar kebijakan tarif, Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif tambahan terhadap minyak Rusia. Pada Senin, 31 Maret 2025 ia juga memperketat sanksi terhadap Iran sebagai bagian dari strategi "tekanan maksimum" untuk mengurangi ekspor minyak negara tersebut.
Sementara itu, Rusia, yang merupakan eksportir minyak terbesar kedua di dunia, pada Rabu memberlakukan pembatasan ekspor melalui jalur utama lainnya. Pemerintah Rusia menangguhkan penggunaan dermaga di pelabuhan Novorossiisk di Laut Hitam, sehari setelah membatasi pengiriman minyak dari pipa utama di Kaspia. Rusia sendiri memproduksi sekitar 9 juta barel minyak per hari, atau hampir 10 persen dari produksi global.
Di tengah berbagai perkembangan ini, investor tampaknya mengabaikan laporan mingguan persediaan minyak AS yang menunjukkan lonjakan besar dalam stok minyak mentah. Data dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa persediaan minyak AS naik 6,2 juta barel dalam seminggu terakhir—angka yang secara teori bersifat bearish bagi harga minyak.
"Laporan ini cukup bearish menurut saya, dengan kenaikan besar dalam stok minyak mentah dan total persediaan minyak bumi," kata Giovanni Staunovo, analis UBS. "Namun, pasar tampaknya menganggapnya sebagai faktor netral karena peningkatan stok ini kemungkinan besar disebabkan oleh lonjakan impor minyak Kanada, yang terjadi sebagai langkah antisipasi sebelum tarif baru diberlakukan."
Trump Umumkan Tarif 10 Persen untuk Semua Impor
Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua impor ke AS serta tarif lebih tinggi untuk puluhan negara lainnya, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS. Keputusan ini semakin memperdalam perang dagang yang dimulai sejak ia kembali ke Gedung Putih.
Tarif besar-besaran ini akan membentuk penghalang baru bagi ekonomi konsumen terbesar di dunia, membalikkan kebijakan perdagangan bebas yang telah membentuk tatanan global selama beberapa dekade terakhir. Mitra dagang AS diperkirakan akan membalas dengan tindakan serupa, yang bisa membuat harga barang mulai dari sepeda hingga anggur melonjak drastis.
Pasar berjangka AS langsung anjlok setelah pengumuman tersebut, menyusul perdagangan yang sudah bergejolak dalam beberapa minggu terakhir karena ketidakpastian tentang dampak tarif terhadap ekonomi global, inflasi, dan laba perusahaan. Saham AS telah kehilangan hampir $5 triliun dalam nilai pasar sejak Februari.
"Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita," kata Trump dalam acara di Rose Garden Gedung Putih.
Trump mengungkapkan bahwa impor dari China akan dikenakan tarif 34 persen, di atas tarif 20 persen yang sudah diberlakukan sebelumnya. Bahkan sekutu dekat AS tidak luput dari kebijakan ini, dengan Uni Eropa menghadapi tarif 20 persen.
Seorang pejabat Gedung Putih, yang berbicara secara anonim, mengatakan bahwa tarif tambahan ini akan mulai berlaku pada 9 April dan akan diterapkan pada sekitar 60 negara. Sementara itu, tarif dasar 10% akan mulai berlaku pada Sabtu.
Trump menyebut tarif ini sebagai langkah "timbal balik", sebagai respons terhadap hambatan tarif dan non-tarif yang diberlakukan negara lain terhadap barang AS.
"Dalam banyak kasus, teman lebih buruk daripada musuh dalam urusan perdagangan," ujar Trump.
Kanada dan Meksiko, dua mitra dagang terbesar AS, sudah menghadapi tarif 25 persen pada banyak barang dan tidak akan dikenakan tarif tambahan dari pengumuman Rabu ini. Beberapa barang, termasuk tembaga, farmasi, semikonduktor, kayu, emas, energi, dan "mineral tertentu yang tidak tersedia di AS", tidak termasuk dalam tarif baru ini, menurut lembar fakta Gedung Putih.
Setelah pidatonya, Trump menandatangani perintah untuk menutup celah hukum perdagangan yang memungkinkan pengiriman paket bernilai rendah (di bawah USD800) dari China masuk tanpa bea—aturan yang dikenal sebagai "de minimis". Perintah ini akan mulai berlaku pada 2 Mei dan mencakup barang dari China serta Hong Kong.
Trump juga berencana untuk memberlakukan tarif tambahan pada semikonduktor, farmasi, dan kemungkinan mineral strategis lainnya, menurut pejabat Gedung Putih.
Kebijakan tarif Trump ini telah mengguncang pasar keuangan dan bisnis yang selama ini bergantung pada kesepakatan dagang yang sudah ada sejak pertengahan abad lalu.
Sebelumnya, pemerintah AS mengatakan bahwa tarif untuk impor otomotif yang diumumkan pekan lalu akan mulai berlaku pada Kamis.
Trump sudah memberlakukan tarif 20 persen untuk semua impor dari China dan tarif 25 persen untuk baja serta aluminium, yang kemudian diperluas hingga mencakup produk turunannya senilai hampir USD150 miliar.
Para penasihatnya mengatakan bahwa tarif ini akan mengembalikan kapasitas manufaktur strategis ke AS.
Namun, ekonom di luar pemerintahan memperingatkan bahwa tarif bisa memperlambat ekonomi global, meningkatkan risiko resesi, dan menambah biaya hidup keluarga AS hingga ribuan dolar per tahun. Bisnis juga mengeluhkan bahwa kebijakan tarif Trump yang sering berubah telah menyulitkan mereka dalam merencanakan operasional.
Kekhawatiran terkait tarif sudah mulai menghambat aktivitas manufaktur di berbagai belahan dunia, sekaligus memicu lonjakan penjualan mobil dan produk impor lainnya, karena konsumen bergegas membeli sebelum harga naik. (*)