Logo
>

Harga Minyak Kembali Merosot: Dilema Ekonomi Global

Ditulis oleh Syahrianto
Harga Minyak Kembali Merosot: Dilema Ekonomi Global

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak mengalami penurunan pada Senin, 23 September 2024, dengan ketidakpastian pasar yang semakin meningkat. Kekhawatiran akan melemahnya permintaan minyak mentah dipicu oleh data aktivitas bisnis yang mengecewakan dari zona euro serta penurunan ekonomi di China, memberi andil pada kondisi ini.

    Di pasar global, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman November turun 59 sen (0,8 persen) menjadi USD73,90 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan 63 sen (0,9 persen) menjadi USD70,37 per barel.

    Data menunjukkan bahwa aktivitas bisnis di zona euro mengalami kontraksi tajam dan tidak terduga pada bulan ini. Sektor jasa, yang menjadi pilar utama perekonomian zona euro, menunjukkan stagnasi, sementara penurunan dalam sektor manufaktur berlangsung semakin cepat.

    Sebaliknya, di AS, meskipun aktivitas bisnis tetap stabil, harga rata-rata barang dan jasa yang dijual mencatat kenaikan tercepat dalam enam bulan terakhir, menandakan potensi inflasi yang mungkin meningkat di bulan-bulan mendatang.

    Situasi ekonomi di China, yang merupakan importir minyak terbesar di dunia, juga menambah tekanan pada harga minyak. Negara ini sedang berjuang menghadapi tantangan deflasi dan kesulitan dalam mendorong pertumbuhan, meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan untuk meningkatkan pengeluaran domestik.

    Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, menyatakan, "Angka-angka ekonomi yang mengecewakan dari China, ditambah dengan perlambatan tak terduga dalam manufaktur Eropa, membuat permintaan minyak mentah berada pada level terendah tahun ini."

    Di tengah kekhawatiran akan penurunan permintaan, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga meningkatkan kekhawatiran pasokan minyak. Serangan udara Israel terhadap target-target Hizbullah pada Senin lalu menambah ketegangan, di mana setelah hampir setahun konflik di Gaza, Israel kini mengalihkan fokus ke perbatasan utaranya. Dalam konteks ini, Hizbullah meluncurkan roket ke wilayah utara Israel, yang merupakan salah satu eskalasi paling signifikan dalam hampir setahun.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa Israel menghadapi "hari-hari yang sulit" dan menyerukan kesatuan di antara warga Israel selama operasi militer berlangsung. Keterlibatan Iran dalam konflik ini berpotensi membahayakan ekspor minyak, yang semakin memperburuk kekhawatiran pasar.

    Lebih lanjut, gangguan yang disebabkan oleh badai tropis di dekat Teluk Meksiko juga mengancam suplai minyak. Perusahaan Shell telah mengambil langkah pencegahan dengan menutup produksi di fasilitas Stones dan Appomattox, sementara Equinor, perusahaan minyak Norwegia, telah mengevakuasi beberapa staf dari platform produksinya di Teluk Meksiko. Selain itu, Chevron juga melakukan evakuasi terhadap personel yang tidak esensial.

    Survei awal oleh Reuters menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 1,2 juta barel minggu lalu. Dalam minggu sebelumnya, kedua patokan minyak tersebut mengalami kenaikan lebih dari 4 persen, yang didorong oleh keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin. Sinyal akan adanya pemangkasan suku bunga lebih lanjut di akhir tahun menjadi harapan bagi para pelaku pasar.

    Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, memperkirakan lebih banyak pemangkasan suku bunga selama tahun depan sebagai bagian dari upaya bank sentral AS untuk mencapai 'soft landing' bagi perekonomian, dengan harapan inflasi tetap terkendali tanpa mengganggu pasar tenaga kerja.

    Di awal perdagangan hari Senin, harga minyak sempat mengalami sedikit kenaikan akibat kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah yang berpotensi mengganggu suplai, serta penurunan suku bunga AS yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan.

    Harga minyak mentah berjangka Brent untuk bulan November naik 20 sen, mencapai USD74,69 per barel, sementara minyak mentah berjangka AS untuk bulan yang sama mengalami kenaikan 22 sen menjadi USD71,22. Meskipun demikian, ketidakpastian tetap membayangi pasar, dan para analis mencermati perkembangan situasi di Timur Tengah yang dapat memengaruhi stabilitas pasokan minyak secara global.

    Pasar minyak dunia sedang mengalami gejolak. Harga minyak merosot tajam akibat kombinasi faktor internal dan eksternal. Di satu sisi, data ekonomi yang kurang menggembirakan dari zona euro dan China telah mengendurkan permintaan global akan minyak. Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan gangguan produksi akibat cuaca ekstrem semakin memperumit situasi. Meskipun ada harapan dari pemangkasan suku bunga oleh The Fed, namun kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global tetap mendominasi sentimen pasar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.