KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) untuk Agustus 2024 sebesar USD78,51 per barel, mengalami penurunan USD3,94 dibandingkan harga sebelumnya sebesar USD82 per barel pada Juli 2024.
Penetapan ICP ini didasarkan pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 348.K/MG.03/DJM/2024 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Agustus 2024 yang diterbitkan pada 2 September 2024.
“Penurunan ini sejalan dengan tren penurunan harga minyak mentah global yang dipengaruhi kekhawatiran pasar terhadap penurunan permintaan serta sentimen negatif pasar, ditambah dengan berkurangnya ketegangan politik di Timur Tengah,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, Jumat, 6 September 2024.
Penurunan harga minyak juga dipicu oleh rencana OPEC+ yang akan menghentikan pengurangan produksi sukarela pada Oktober 2024, yang diperkirakan akan meningkatkan pasokan minyak di akhir tahun 2024.
Selain itu, laporan Agustus 2024 dari International Energy Agency (IEA) menyebutkan adanya peningkatan produksi minyak dunia sebesar 230.000 barel per hari (bph) menjadi 103,4 juta bph, seiring dengan kembalinya pasokan OPEC+ ke pasar dan peningkatan pasokan dari negara-negara non-OPEC+.
“IEA dan OPEC juga menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak, terutama untuk 2025, yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi dan penurunan konsumsi minyak di China,” lanjut Agus.
Di kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak turut dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi China, yang tercermin dari penurunan Purchasing Manager Index (PMI) di sektor manufaktur dan non-manufaktur.
Selain itu, permintaan minyak di China menurun seiring dengan peningkatan penggunaan kendaraan listrik dan berbahan bakar gas alam cair. OPEC juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang di 2024 sebesar 0,1 persen menjadi 0,2 persen, akibat lemahnya iklim investasi pada semester pertama 2024.
Harga Minyak Dunia Stabil
Sementara itu, harga minyak mentah menguat sedikit dalam perdagangan Asia, Jumat, 6 September 2024, dengan para investor bersikap hati-hati menunggu rilis data pekerjaan dari Amerika Serikat (AS) yang krusial.
Selain itu, mereka mempertimbangkan penurunan besar dalam persediaan minyak mentah AS serta keputusan OPEC+ untuk menunda kenaikan produksi.
Dilansir dari Reuters, minyak Brent naik 13 sen menjadi USD72,82 per barel pada pukul 05:07 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 12 sen atau 0,17 persen menjadi USD69,27 per barel.
Menurut Yeap Jun Rong, seorang strategis pasar, kewaspadaan yang lebih luas tampaknya mendominasi karena pelaku pasar masih mencerna data ekonomi AS yang beragam minggu ini. Sementara itu, menjelang laporan pekerjaan yang krusial, mungkin membatasi pengambilan risiko.
Meski begitu, Brent diperkirakan turun hampir 8 persen untuk minggu ini, sementara WTI diperkirakan mengalami penurunan sekitar 6 persen.
Sepanjang minggu, terdapat sinyal yang bervariasi terkait kondisi ekonomi AS, sementara data nonfarm payrolls pada Jumat diharapkan menjadi faktor kunci yang mempengaruhi keputusan Federal Reserve terkait suku bunga pada pertemuan 17-18 September.
Aktivitas sektor jasa AS relatif stabil pada Agustus, namun pertumbuhan pekerjaan sektor swasta melambat, mencerminkan pasar tenaga kerja yang semakin longgar. Investor juga masih mengingat aksi jual besar pada awal Agustus, yang menyebabkan harga minyak turun lebih dari satu dolar.
Brent sempat menyentuh level terendah dalam tujuh bulan akibat kekhawatiran resesi di AS, meskipun harga kembali pulih karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah.
Pada Kamis, 5 September 2024, Brent kembali turun ke level terendah dalam lebih dari setahun, dipicu kekhawatiran terhadap permintaan dari AS dan China, meski penurunan ini sedikit tertahan oleh penarikan besar dalam persediaan minyak mentah AS serta keputusan OPEC+ untuk menunda kenaikan produksi.
Persediaan minyak mentah AS dilaporkan turun 6,9 juta barel menjadi 418,3 juta barel, jauh melebihi perkiraan penurunan sebesar 993.000 barel dalam survei Reuters. OPEC+ sepakat untuk menunda kenaikan produksi yang direncanakan untuk Oktober dan November, dengan opsi untuk menunda lebih lanjut atau bahkan membatalkan kenaikan tersebut jika diperlukan.
Meskipun demikian, pasar tampaknya kurang terpengaruh oleh keputusan tersebut. “Kekhawatiran terhadap permintaan masih menjadi faktor utama yang melemahkan sentimen,” tulis analis ING dalam sebuah catatan.
Dari sisi permintaan, pelemahan dolar AS sedikit membantu mengangkat harga minyak, karena mata uang AS berada di dekat level terendah dalam satu minggu setelah adanya sinyal beragam dari indikator pasar tenaga kerja. Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar. (*)