KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah melanjutkan tren kenaikannya pada perdagangan Selasa, 17 September 2024.
Di New York Mercantile Exchange, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik 0,54 persen ke USD70,74 per barel dari hari sebelumnya yang berada di USD70,09 per barel. Lonjakan harga ini didorong oleh penurunan ekspor minyak dari Libya serta ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga secara agresif dalam pertemuan kebijakan yang dijadwalkan minggu ini.
Sejak awal pekan, harga minyak sudah mengalami kenaikan signifikan. Pada Senin, 16 September 2024, harga minyak WTI naik lebih dari 2 persen, ditutup di atas USD70 per barel.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman November meningkat 1,59 persen ke USD72,75 per barel, setelah penutupan sebelumnya di USD72,75 per barel.
Faktor utama di balik kenaikan ini adalah gangguan produksi minyak di Teluk Meksiko, yang disebabkan oleh Badai Francine, yang memaksa lebih dari 12 persen produksi minyak mentah dan 16 persen produksi gas alam di wilayah tersebut berhenti beroperasi.
Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior di BOK Financial Securities, menyebutkan bahwa selain dampak badai, pasar juga mencermati pertemuan Federal Reserve yang dapat memberikan sinyal pemangkasan suku bunga lebih agresif.
Ekspektasi ini turut melemahkan nilai dolar AS, yang pada gilirannya memberikan dorongan pada harga minyak. Dolar yang lebih lemah membuat komoditas seperti minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lain, meningkatkan permintaan global.
Namun, kondisi ekonomi global juga menahan kenaikan harga minyak. Data ekonomi China yang dirilis akhir pekan lalu memperlihatkan pelemahan yang lebih dalam dari perkiraan. Produksi industri dan penjualan ritel di negara tersebut tidak memenuhi ekspektasi, serta tingkat pengangguran meningkat.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa permintaan minyak dari China, sebagai salah satu konsumen terbesar dunia, akan terus menurun seiring dengan pelambatan ekonomi mereka. Analis dari ANZ bahkan memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB China di kuartal ketiga 2024 akan berada di bawah target pemerintah sebesar 5 persen.
Selain itu, konflik politik di Libya yang menyebabkan penurunan ekspor minyak juga memengaruhi pasar. Perundingan yang dipimpin oleh PBB gagal mencapai kesepakatan, sehingga ketidakpastian tentang kontrol bank sentral di negara tersebut meluas ke sektor minyak, memperparah krisis produksi. Penurunan ekspor ini membantu menstabilkan harga minyak yang sempat jatuh ke level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Meskipun produksi minyak AS di Teluk Meksiko diharapkan pulih setelah dampak badai mereda, perhatian pasar tetap terfokus pada keputusan suku bunga Federal Reserve.
Banyak pelaku pasar memperkirakan bahwa Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin. Pemangkasan ini, jika terjadi, akan memberi dorongan pada ekonomi AS yang pada gilirannya meningkatkan permintaan bahan bakar.
Namun, kekhawatiran terhadap permintaan global, terutama dari Tiongkok, tetap menjadi tantangan besar bagi pasar minyak dunia. Sampai Beijing mengambil langkah stimulus ekonomi yang lebih besar, pasar minyak kemungkinan akan tetap tertekan oleh proyeksi pertumbuhan permintaan yang lebih rendah.
Secara keseluruhan, meskipun harga minyak saat ini didukung oleh pelemahan dolar dan gangguan produksi akibat badai, sentimen pasar tetap berhati-hati.
Para investor memantau perkembangan lebih lanjut dari pertemuan Federal Reserve dan langkah-langkah yang akan diambil oleh Tiongkok untuk menstabilkan ekonominya dalam waktu dekat.
Harga Minyak Pekan Lalu
Harga minyak merosot pada Jumat, 13 September 2024. Setelah produksi minyak mentah di Teluk Meksiko, Amerika Serikat (AS), kembali normal pasca Badai Francine. Ditambah lagi, data terbaru menunjukkan peningkatan jumlah rig minyak di negara tersebut.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup turun 36 sen (0,5 persen) menjadi USD71,61 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 32 sen (0,5 persen) menjadi USD68,65 per barel.
Direktur Berjangka Energi di Mizuho Bob Yawger mengatakan, dengan dimulainya kembali produksi dan aktivitas kilang di Pantai Teluk AS, para investor memilih untuk menjual kontrak minyak sebelum akhir pekan.
"Bisa saja pada Senin mendatang, semuanya kembali normal, kilang beroperasi penuh, platform minyak aktif, dan bensin kembali diproduksi, yang bisa menyebabkan pasar turun secara signifikan,” jelas Yawger.
Minggu ini, harga minyak berjangka sempat naik akibat lonjakan harga yang dipicu badai Francine di awal pekan, mematahkan tren penurunan sebelumnya. Brent mencatat kenaikan sekitar 0,8 persen sejak penutupan perdagangan Jumat lalu, sementara WTI naik sekitar 1,4 persen. (*)