Logo
>

Harga Minyak Naik Imbas Serangan Terbaru Iran ke Israel

Harga minyak naik lebih dari 2 persen setelah Iran kembali menyerang Tel Aviv. Trump serukan evakuasi Teheran, pasar waspada pasokan terganggu.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Harga Minyak Naik Imbas Serangan Terbaru Iran ke Israel
Harga Brent naik ke USD74,4 setelah serangan rudal Iran ke Israel. Ketegangan geopolitik bisa ganggu pasokan global dan dorong harga lebih tinggi. Foto: Dok. U.S. Department of Energy.

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia melonjak lebih dari 2 persen pada Selasa pagi, 17 Juni 2025, waktu Asia seiring meningkatnya tensi konflik Iran-Israel. Terbaru, Iran kembali melancarkan serangan rudal balistik ke Tel Aviv pada Selasa, dini hari WIB.

Pasaca serangan itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan agar semua orang segera meninggalkan Teheran. Ini memperbesar kekhawatiran akan kekacauan regional yang berpotensi mengganggu pasokan minyak global.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Selasa, kontrak berjangka Brent naik USD1,17 atau 1,6 persen menjadi USD74,4 per barel (setara Rp1.219.000), sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) melonjak USD1,34 atau 1,87 persen ke USD73,11 per barel (sekitar Rp1.199.000). Keduanya sempat menguat lebih dari 2 persen di awal sesi perdagangan.

Kenaikan ini berbalik arah dari perdagangan Senin kemarin, di mana harga minyak sempat terkoreksi lebih dari 1 persen seiring kabar bahwa Iran ingin mengakhiri ketegangan. Namun situasi justru memburuk pada hari kelima konflik, ketika media Iran melaporkan ledakan dan tembakan pertahanan udara di Teheran. Di Tel Aviv, sirene serangan udara kembali meraung setelah Iran meluncurkan misil.

Sebagai produsen minyak terbesar ketiga di antara anggota OPEC, Iran memainkan peran penting dalam pasokan global. Ketegangan berkepanjangan bisa mengganggu ekspor minyak mentahnya dan mendorong harga dunia naik lebih tinggi.

Pada Senin, serangan Israel dikabarkan mengenai kantor penyiaran negara Iran. Kepala badan pengawas nuklir PBB juga menyebut adanya kerusakan parah di fasilitas pengayaan uranium terbesar milik Iran.

Trump kembali menyentil Iran yang menurutnya seharusnya meneken kesepakatan nuklir dengan AS sebelum serangan dimulai. Ia mengklaim Iran kini mulai tertarik untuk mencapai kesepakatan baru. Jika sanksi AS dilonggarkan sebagai bagian dari kesepakatan, Iran bisa kembali mengekspor minyak secara bebas. Namun, ini berpotensi menekan harga minyak dunia.

Sementara itu, OPEC dan sekutunya seperti Rusia (dikenal sebagai OPEC+) memperkirakan ekonomi global masih akan tetap tangguh hingga paruh kedua tahun ini. Namun mereka memangkas proyeksi pertumbuhan pasokan minyak dari AS dan negara non-OPEC+ lainnya untuk tahun 2026 mendatang.

JP Morgan Ramal Harga Minyak Bisa Meledak Dua Kali Lipat

Di tengah gejolak geopolitik yang kian panas, lembaga keuangan JP Morgan memilih bersikap tenang. Dalam catatan riset terbarunya, Kamis, 17 Juni 2025, lalu, mereka tetap mempertahankan proyeksi harga minyak di kisaran rendah hingga menengah USD60 per barel (setara Rp984.000) sepanjang 2025 dan USD60 pada 2026. Namun, mereka juga mewanti-wanti, dalam skenario terburuk, harga minyak bisa meroket dua kali lipat.

Peringatan itu datang saat Trump menyatakan bahwa AS mulai menarik sebagian personelnya dari Timur Tengah karena kawasan tersebut “bisa menjadi tempat yang berbahaya”. Dalam pernyataan yang sama, Trump juga menegaskan bahwa Amerika tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir—yang oleh Teheran dibantah sebagai bagian dari program damai.

Ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran membuat kekhawatiran soal gangguan pasokan minyak kembali mencuat. Kedua pihak dijadwalkan bertemu pada Minggu, namun pasar tampak lebih percaya pada eskalasi ketimbang rekonsiliasi.

Menurut JP Morgan, harga minyak saat ini yang diperdagangkan sedikit di bawah USD70 per barel (sekitar Rp1.148.000), atau USD4 lebih tinggi dari estimasi nilai wajarnya di USD66, sudah mencerminkan sebagian premi risiko geopolitik. Namun bila skenario terburuk terjadi, dampaknya bisa jauh lebih besar dari sekadar terganggunya 2,1 juta barel per hari ekspor minyak Iran.

Fokus kini tertuju pada risiko konflik yang lebih luas di Timur Tengah. Dua titik paling rawan, yakni kemungkinan penutupan Selat Hormuz—jalur sempit yang dilewati sepertiga pasokan minyak dunia—dan potensi serangan balasan dari negara produsen minyak utama di kawasan.

"Jika skenario itu terjadi, kami memperkirakan harga minyak bisa melambung ke kisaran USD120 hingga USD130 per barel," tulis analis JP Morgan dalam laporan tersebut sebagaimana dikutip Reuters. Dengan kurs saat ini, itu setara Rp1,968 juta hingga Rp2,132 juta per barel.

Pada Kamis, harga Brent diperdagangkan di level USD68,76 (Rp1.129.664), sedangkan minyak WTI bertengger di USD67,14 (Rp1.103.096). Ancaman perang terbuka juga dilontarkan langsung oleh Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh. Ia menyatakan bila negosiasi nuklir gagal dan konflik dengan AS benar-benar meletus, maka pangkalan militer Amerika di kawasan akan menjadi sasaran utama serangan balasan.

Ketegangan ini makin panas setelah Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan Iran melanggar komitmen non-proliferasi nuklir. Menanggapi hal itu, Teheran langsung mengumumkan langkah balasan yang menandai kian rapuhnya jalur diplomasi.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).