Logo
>

Harga Minyak Naik Lebih Satu Persen: WTI Meningkat USD1,04

Ditulis oleh Syahrianto
Harga Minyak Naik Lebih Satu Persen: WTI Meningkat USD1,04

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak berhasil naik lebih dari 1 persen pada Senin, 9 September 2024, setelah mengalami penurunan ke level terendah pada pekan sebelumnya.

    Peningkatan harga ini dipicu oleh kekhawatiran akan badai tropis yang diprediksi akan melanda wilayah Louisiana pada Rabu, 11 September 2024. Ancaman badai tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa produksi dan pengolahan minyak di sepanjang pesisir Teluk Meksiko, Amerika Serikat (AS), dapat terganggu secara signifikan.

    Menurut laporan Reuters, harga minyak Brent naik 78 sen atau sekitar 1,1 persen, sehingga mencapai harga USD71,84 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mencatat peningkatan lebih tinggi, dengan kenaikan sebesar USD1,04 atau 1,5 persen, dan diperdagangkan pada harga USD68,71 per barel.

    Sebelumnya, pada Jumat, 6 September 2024, harga minyak Brent dan minyak diesel AS sempat jatuh ke level terendah yang belum pernah terjadi sejak Desember 2021. Selain itu, harga WTI juga turun ke titik terendah sejak Juni 2023. Penurunan ini tidak hanya terbatas pada minyak mentah, tetapi juga berdampak pada harga bensin di AS yang ditutup pada level terendah sejak Februari 2021.

    Saat badai Tropis Francine diperkirakan bergerak melintasi Teluk Meksiko, para produsen minyak dan gas di kawasan tersebut segera mengambil langkah-langkah pencegahan. Mereka mulai mengevakuasi staf dari fasilitas-fasilitas pengeboran lepas pantai dan menghentikan operasi pengeboran sementara waktu. Langkah ini diambil sebagai persiapan menghadapi badai yang diproyeksikan akan menjadi badai besar sebelum mencapai daratan di Louisiana pada Selasa, 10 September 2024.

    Berdasarkan proyeksi dari Pusat Badai Nasional AS, badai Francine diperkirakan akan memperkuat diri menjadi badai tropis yang lebih besar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena Teluk Meksiko menyumbang sekitar 50 persen dari kapasitas penyulingan minyak di AS, berdasarkan data dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA).

    John Evans, seorang analis di PVM, mengatakan bahwa kenaikan harga minyak saat ini terjadi akibat kekhawatiran terhadap potensi badai yang dapat mengancam wilayah pesisir Teluk AS. Namun, ia juga menyebutkan bahwa pembahasan yang lebih luas di pasar masih berkisar pada dua hal penting: sumber permintaan minyak di masa depan dan langkah yang akan diambil oleh OPEC+.

    OPEC+, yang merupakan aliansi antara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan sekutunya seperti Rusia, saat ini juga menghadapi tantangan lain. Di Libya, salah satu anggota OPEC, Perusahaan Minyak Nasional (National Oil Corp) negara tersebut telah mengumumkan keadaan force majeure pada beberapa pengiriman minyak mentah dari pelabuhan Es Sider. Produksi minyak di negara tersebut terganggu akibat konflik politik yang berkepanjangan terkait perebutan kendali atas bank sentral dan pendapatan minyak.

    Di sisi lain, terdapat ketidakpastian mengenai risiko resesi di AS. Menurut James Knightley, kepala ekonom internasional di ING, Federal Reserve (The Fed) perlu segera memulai pemotongan suku bunga secara cepat untuk menghindari kemungkinan resesi. Knightley berpendapat bahwa situasi ekonomi AS saat ini membutuhkan stimulus dalam bentuk kebijakan moneter yang lebih longgar.

    Pembuat kebijakan bank sentral AS telah mengindikasikan kesiapan mereka untuk memulai serangkaian pemangkasan suku bunga dalam pertemuan kebijakan yang dijadwalkan pada 17-18 September 2024. Hal ini didorong oleh pendinginan pasar tenaga kerja AS, yang diperkirakan bisa semakin memburuk jika suku bunga tidak segera diturunkan. Jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga, hal ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus permintaan minyak, mengingat biaya pinjaman yang lebih rendah akan mendorong aktivitas ekonomi.

    Namun demikian, tidak semua pihak optimistis terhadap prospek harga minyak. Morgan Stanley, misalnya, telah merevisi prediksi mereka untuk harga minyak Brent pada kuartal keempat tahun ini, menurunkan proyeksi dari US$80 per barel menjadi USD75 per barel. Menurut bank investasi tersebut, harga minyak kemungkinan akan tetap berada di kisaran ini, kecuali terjadi pelemahan permintaan yang lebih parah.

    Selain itu, beberapa pedagang komoditas global, seperti Gunvor dan Trafigura, memperkirakan bahwa minyak mungkin akan diperdagangkan dalam kisaran harga antara USD60 hingga USD70 per barel. Hal ini disebabkan oleh lemahnya permintaan dari China serta adanya kelebihan pasokan minyak global yang terus berlanjut.

    Di China, peralihan negara tersebut menuju penggunaan bahan bakar rendah karbon serta kondisi ekonomi yang lesu juga turut membatasi pertumbuhan permintaan minyak. China, sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam menjaga stabilitas ekonominya. Berdasarkan pernyataan yang disampaikan dalam konferensi energi APPEC, margin penyulingan di Asia telah jatuh ke level terendah secara musiman sejak tahun 2020, menambah tekanan pada harga minyak di pasar internasional.

    Secara keseluruhan, meskipun kekhawatiran mengenai badai tropis di Teluk AS telah memicu kenaikan harga minyak dalam jangka pendek, tantangan global seperti ketidakpastian ekonomi AS, penurunan permintaan dari China, dan kondisi pasar minyak yang kelebihan pasokan terus membayangi prospek pasar minyak mentah dunia. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.