KABARBURSA.COM - Harga nikel di London Metal Exchange (LME) turun ke level terendah tahun ini atau year to date (ytd). Menurut LME, Kamis, 25 Juli 2024, harga nikel turun 1,21 persen menjadi USD 15.827 per ton pada penutupan perdagangan Rabu, 24 Juli 2024.
Perlu dicatat, nikel memang mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Pada penutupan perdagangan Rabu, 24 Juli 2024, dan sebelumnya harga nikel melemah 0,41 persen menjadi USD 16.190 per ton pada penutupan perdagangan Senin, 22 Juli 2024, melampaui level terendah tahun ini, yakni USD 15.921 per ton pada Februari 2024.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memprediksi harga nikel bisa semakin jatuh jika Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memimpin dan mencabut mandat kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) jika memenangkan Pilpres 2024.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menyatakan bahwa kebijakan yang lebih mendukung industri otomotif konvensional akan mempengaruhi harga nikel, meskipun tidak dijelaskan seberapa besar penurunan yang akan terjadi. “Ini pasti akan berdampak ke harga nikel lagi. Kita tidak bisa prediksi ya, karena ini kan konsumsi dunia. Namun, pasti akan menurun, namanya komoditas kan naik-turun ya,” ujar Meidy.
Penurunan permintaan global terhadap nikel juga dapat menyebabkan penurunan harga di pasar global. Meidy menyebutkan hal ini bisa berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia yang sangat bergantung pada ekspor mineral dan logam seperti nikel.
Selain itu, rencana Trump untuk mencabut mandat EV dapat memengaruhi investasi dalam pengembangan teknologi dan infrastruktur terkait EV dan baterai, serta rencana Indonesia dalam mengembangkan industri EV di dalam negeri.
Pencabutan kebijakan pro-lingkungan seperti mandat EV juga dapat memengaruhi upaya mitigasi perubahan iklim global karena EV dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil.
Ketidakpastian kebijakan dapat mengganggu rencana jangka panjang perusahaan-perusahaan terkait investasi di Indonesia, terutama dalam sektor yang terkait dengan EV dan teknologi energi baru.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan penurunan permintaan dari China terkait dengan perekonomian negara tersebut yang belum pulih sepenuhnya. Produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 4,7 persen pada kuartal II 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang merupakan laju terburuk dalam lima kuartal terakhir.
Selain itu, Indonesia juga turut berkontribusi dalam penurunan harga nikel ini. Rizal menyebutkan bahwa produksi nikel dari Indonesia telah mencapai lebih dari 1,7 juta ton pada 2023 dan diperkirakan akan meningkat lagi pada 2024 dan tahun-tahun berikutnya karena beberapa smelter telah masuk ke tahap produksi komersial dan berpotensi menambah pasokan nikel ke pasar global.
RI Produksi 240 Juta Ton
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan bahwa pemerintah telah menyetujui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk pertambangan nikel guna memproduksi sebanyak 240 juta ton bijih pada tahun 2024.
Saat ini, kebutuhan nikel hanya sekitar 210 juta ton. Oleh karena itu, Arifin membantah bahwa banyak RKAB nikel yang belum disetujui. “Tidak, RKAB sekarang sudah mencapai 240 juta ton, sementara kebutuhannya hanya 210 juta ton,” kata Arifin.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Bambang Suswantono, juga menyatakan bahwa pemerintah telah menyetujui RKAB sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sejalan dengan Arifin, Bambang menegaskan bahwa jumlah RKAB yang disetujui sudah melebihi kuota yang dibutuhkan negara. “Jika tidak sesuai aturan, kami belum menyetujuinya. Semua harus sesuai aturan. Jumlahnya sudah melebihi kuota yang dibutuhkan negara,” ujar Bambang.
Di sisi lain, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebutkan bahwa jumlah RKAB nikel yang disetujui sekitar 225 juta ton, sementara total kebutuhan mencapai sekitar 280 juta ton. “Total kebutuhan 280 juta ton, total permintaan lokal,” kata Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey.
Namun, Meidy terus berdiskusi dengan Kementerian ESDM untuk memastikan bahwa RKAB nikel Indonesia tidak melebihi permintaan dan menyebabkan kelebihan pasokan (oversupply).
Sementara itu, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa volume produksi nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta ton pada 2023, menempatkan Indonesia di posisi pertama dunia dengan kontribusi sebesar 50 persen dari total produksi global.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, menyebutkan bahwa cadangan nikel di Indonesia mencapai sekitar 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia. “Indonesia adalah salah satu produsen nikel dan timah terbesar di dunia,” ujarnya. (*)