Logo
>

HGII Siapkan Dua Proyek EBT: Dana IPO Jadi Modal Ekspansi

Dua proyek utama di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) berkapasitas total 35 megawatt (MW).

Ditulis oleh Dian Finka
HGII Siapkan Dua Proyek EBT: Dana IPO Jadi Modal Ekspansi
PLTBg Ujung Batu milik PT Hero Global Investment Tbk (HGII) berlokasi di Desa Sukadamai, Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.

KABARBURSA.COM – PT Hero Global Investment Tbk (HGII) memetakan langkah strategis dalam mengembangkan portofolio energi terbarukan tahun ini. 

Setelah resmi melantai di bursa, emiten dengan kode saham HGII itu langsung tancap gas dengan membidik dua proyek utama di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) berkapasitas total 35 megawatt (MW).

Direktur HGII Robin Sunyoto menegaskan bahwa dana hasil penawaran umum perdana (IPO) sebesar Rp260 miliar akan difokuskan sebagai bagian dari penyertaan ekuitas dalam proyek strategis tersebut.

“Dana IPO ini akan kami gunakan sebagai porsi ekuitas dari proyek tersebut, yang kira-kira sekitar 20 persen. Sisa 80 persennya tentu kami akan mencari pendanaan dari perbankan maupun institusi keuangan lainnya,” kata Robin dalam diskusi EmitenChat, di Jakarta, Kamis 15 Mei 2025.

Menurut Robin, proyek PLTA dan PLTM yang diproyeksikan membutuhkan total investasi sekitar Rp1,1 triliun itu saat ini telah menyelesaikan sejumlah tahapan krusial. Mulai dari perizinan dasar, studi kelayakan teknis, hingga interkoneksi dengan PLN telah dilalui.

“Kami lagi dalam proses untuk memenuhi perizinan-perizinan lainnya satu per satu. Studi kelayakan proyek dan interkoneksi dengan PLN juga sudah kami lakukan. Termasuk studi dampak lingkungan,” ungkapnya.

Kejar Kontrak Jual Beli Listrik dengan PLN

Robin menambahkan, langkah selanjutnya adalah memastikan kedua proyek tersebut bisa masuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) milik pemerintah, sebagai prasyarat untuk memperoleh kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN.

“Kami sedang berkoordinasi dengan PLN untuk memastikan kedua proyek ini selaras dengan rencana usaha pemerintah. Jika semua berjalan lancar, mudah-mudahan tahun ini kami bisa mendapatkan kontrak jual beli listrik untuk dua proyek tersebut,” ujar Robin.

Langkah ini sejalan dengan ambisi HGII untuk menjadi pemain utama dalam sektor energi hijau di Indonesia. Ia mengakui bahwa tren investasi global saat ini memang tengah mengarah ke proyek-proyek ramah lingkungan, dan HGII tidak ingin ketinggalan momentum tersebut.

“Green energy sekarang sedang menjadi perhatian global. Dunia berbondong-bondong menuju ke arah sana, dan kami sudah punya blueprint untuk menangkap peluang ini,” tegasnya.

Investor Asing Mulai Lirik HGII

Tak hanya permodalan dalam negeri, proyek EBT berbasis tenaga air milik HGII juga menarik perhatian investor asing. Menurut Robin, struktur pemegang saham HGII kini telah mulai dihiasi nama-nama investor luar negeri yang melihat peluang besar dari pengembangan energi hijau ini.

“Dunia sekarang berbondong-bondong menuju green energy. Ini bukan cuma tren, tapi menjadi prioritas global. Karena itu, kehadiran investor asing di struktur pemegang saham kami adalah bentuk kepercayaan mereka terhadap roadmap bisnis HGII,” ungkap Robin.

Ia juga menegaskan bahwa proyek PLTA dan PLTM yang digarap HGII sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Menurutnya, pemanfaatan EBT seperti tenaga air memiliki peran kunci dalam mengimbangi emisi dari pembangkit fosil yang masih akan eksis di masa mendatang.

“Net zero emission bukan berarti semua pembangkit fosil menghilang. Tapi pembangkit EBT harus cukup banyak dan menghasilkan karbon kredit yang bisa menutup emisi PLTU. Jadi nanti keduanya berdampingan,” jelasnya.

Karbon Kredit Jadi Aset Masa Depan

Robin menilai bahwa potensi karbon kredit dari pembangkit EBT menjadi daya tarik tambahan bagi investor, termasuk dari luar negeri. 

Ia menyebutkan bahwa proyek HGII akan turut berkontribusi dalam ekosistem karbon nasional, sekaligus membuka peluang monetisasi karbon untuk masa depan.

“PLTA dan PLTM kami nanti tidak hanya menghasilkan listrik, tapi juga karbon kredit. Itu akan jadi aset strategis HGII ke depan,” tegas Robin.

Dengan kesiapan teknis, legalitas yang hampir tuntas, serta dukungan ekuitas dari IPO, HGII optimistis dua proyek EBT ini bisa segera memasuki tahap konstruksi. Perusahaan juga menegaskan komitmennya untuk terus memperluas porsi energi bersih dalam portofolionya, sekaligus menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham.

“Kami mendukung penuh agenda transisi energi dan yakin bahwa proyek ini akan menjadi fondasi pertumbuhan jangka panjang HGII,” pungkas Robin.

Fundamental: Valuasi Premium

Saham HGII memang menarik untuk dimiliki, apalagi jika melihat fundamentalnya yang sangat kuat. Dari sisi valuasi, saham HGII diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PE) sebesar 28,46, baik untuk periode tahunan maupun trailing twelve months (TTM). Angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan median PE IHSG yang berada di angka 7,87, menandakan bahwa saham HGII dihargai dengan premium oleh pasar. 

Meskipun demikian, earnings yield HGII berada di kisaran 3,51 persen, menunjukkan bahwa investor saat ini bersedia membayar lebih untuk setiap unit laba yang dihasilkan.

Dari sisi valuasi lainnya, rasio price to sales HGII tercatat 11,32, mengindikasikan bahwa valuasi terhadap pendapatan perusahaan cukup mahal. Begitu juga dengan price to book value yang mencapai 2,24, menunjukkan bahwa saham diperdagangkan di atas nilai bukunya. 

Price to cashflow dan price to free cashflow yang masing-masing sebesar 20,57, serta rasio EV/EBITDA yang sangat tinggi mencapai 1.177, turut menunjukkan bahwa investor menaruh ekspektasi tinggi terhadap prospek pertumbuhan perusahaan ini.

Laba per saham (EPS) HGII saat ini berada di angka 5,83 dengan revenue per share sebesar 14,66. Dengan cash per share sebesar 2,72 dan book value per share 73,96, terlihat bahwa perusahaan masih memiliki buffer aset yang cukup baik. Dari sisi arus kas, free cashflow per share berada di angka 8,07, menandakan perusahaan mampu menghasilkan kas dari operasionalnya.

Kesehatan keuangan HGII tergolong cukup baik. Current ratio dan quick ratio berada pada angka 2,66, yang berarti perusahaan memiliki likuiditas yang solid untuk menutupi kewajiban jangka pendek. 

Debt to equity ratio sebesar 0,25 dan total liabilities to equity di angka 0,49 menunjukkan struktur modal yang konservatif, sedangkan total debt to total assets sebesar 0,17 memperlihatkan bahwa proporsi utang masih dalam batas yang wajar. 

Nilai Altman Z-score sebesar 4,34 menandakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat dan jauh dari risiko kebangkrutan.

Dari sisi profitabilitas, HGII mencatatkan gross profit margin yang sangat tinggi sebesar 80,01 persen dan operating margin sebesar 53,04 persen, menunjukkan efisiensi operasional yang luar biasa. Net profit margin perusahaan juga impresif, berada di angka 29,93 persen. 

Namun, data return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan return on capital employed (ROCE) masih menunjukkan 0 persen, yang bisa jadi karena data belum diperbarui sepenuhnya atau terdapat penyesuaian akuntansi pasca-IPO.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.