KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2024 mencapai Rp624,19 triliun. Angka ini setara dengan 31,38 persen dari target dalam APBN 2024 yang sebesar Rp1.989 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa peningkatan penerimaan pajak secara nominal terutama disebabkan oleh periode penyampaian SPT Tahunan 2023. Namun, penerimaan pajak ini masih mengalami kontraksi sebesar 9,29 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy).
"Tahun ini karena April adalah untuk SPT korporasi, kita mengumpulkan Rp624 triliun akumulasi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Senin, 27 Mei 2024.
Sebagai informasi, realisasi penerimaan pajak pada akhir April 2023 tercatat senilai Rp688,15 triliun. Realisasi ini setara dengan 40,05 persen target APBN. Saat itu, kinerja penerimaan pajak juga tumbuh 21,29 persen secara tahunan atau yoy.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perlambatan penerimaan pajak hingga April 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu terutama disebabkan oleh penurunan PPh nonmigas akibat turunnya PPh tahunan badan.
"Artinya, perusahaan-perusahaan dengan harga komoditas yang turun mengalami penurunan profitabilitas, sehingga kewajiban mereka membayar pajak juga menurun, terutama untuk sektor pertambangan komoditas," ujarnya.
Pada periode ini, penerimaan PPh nonmigas mencapai Rp377,00 triliun atau 35,45 persen dari target. Penerimaan ini secara bruto terkontraksi 5,43 persen. Namun, secara neto, penerimaan ini turun lebih dalam hingga 8,25 persen karena pada akhir April 2023 realisasinya mencapai Rp410,92 triliun.
Sementara itu, realisasi PPN dan PPnBM tercatat senilai Rp218,50 triliun atau 26,93 persen dari target. Penerimaan ini secara bruto tumbuh 5,93 persen. Namun, secara neto, kinerja penerimaan PPN dan PPnBM masih minus 8,95 persen karena pada periode yang sama tahun lalu tercatat Rp239,98 triliun.
Penerimaan pada PBB dan pajak lainnya terealisasi Rp3,87 triliun atau 10,27 persen dari target. Penerimaan ini secara bruto terkontraksi 22,59 persen. Namun, secara neto, realisasi ini minus 21,34 persen dari kinerja pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp4,92 triliun.
Adapun realisasi penerimaan PPh migas hingga akhir April 2024 tercatat senilai Rp24,81 triliun atau 32,49 persen dari target. Kinerja ini secara bruto terkontraksi 23,24 persen. Namun, realisasi secara neto turun 23,81 persen dibandingkan dengan kinerja pada akhir April 2023 yang mencapai Rp32,33 triliun.
"PPh migas ini turun karena lifting yang selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun," tandas Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menekankan pentingnya diversifikasi sumber pendapatan pajak untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tertentu yang rentan terhadap fluktuasi harga komoditas. Menurutnya, upaya untuk meningkatkan basis pajak dari sektor non-komoditas harus terus dilakukan guna memastikan stabilitas penerimaan pajak di masa depan.
"Kita harus fokus pada upaya peningkatan basis pajak dari sektor non-komoditas, seperti industri manufaktur, jasa, dan perdagangan. Ini penting untuk memastikan bahwa kita memiliki sumber pendapatan yang lebih stabil dan tidak terlalu bergantung pada satu atau dua sektor saja," jelasnya.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga akan terus melakukan reformasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperluas basis pajak. Hal ini termasuk memperkuat sistem administrasi perpajakan, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum, serta memberikan insentif bagi wajib pajak yang patuh.
"Kita akan terus mendorong reformasi perpajakan agar lebih adil, efisien, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa penerimaan pajak dapat terus meningkat dan mendukung pembangunan nasional," pungkas Sri Mulyani.