KABARBURSA.COM - PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) baru saja resmi meluncurkan Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi Tahap II Tahun 2025 dengan jumlah pokok obligasi sebesar Rp100 miliar.
Peluncuran ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan yang bertujuan untuk menghimpun dana total sebesar Rp1 triliun melalui Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi.
Sebelumnya, pada tahun 2024, perusahaan telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I dengan nilai pokok Rp900 miliar dan memperoleh peringkat idAAAcg dari PT Pemeringkat Efek Indonesia, yang menunjukkan kualitas obligasi yang sangat baik.
Obligasi tahap II ini menawarkan bunga tetap sebesar 7,60 persen per tahun dengan jangka waktu 3 tahun. Masa penawaran obligasi dimulai pada 22 April 2025 dan berlangsung hingga penjatahan yang dilakukan pada hari yang sama.
Setelah itu, distribusi obligasi secara elektronik dijadwalkan pada 24 April 2025, dan pencatatan efek akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 25 April 2025. Menurut manajemen HRTA, pembayaran pokok obligasi secara penuh akan dilakukan pada tanggal pelunasan, yaitu pada 24 April 2028.
Adapun pembayaran bunga pertama akan dilakukan pada 24 Juli 2025, dengan pembayaran bunga selanjutnya setiap tiga bulan.
Obligasi ini diterbitkan tanpa warkat, kecuali sertifikat jumbo obligasi yang akan didaftarkan atas nama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Konfirmasi tertulis akan menjadi bukti kepemilikan obligasi yang tidak dapat dialihkan atau diperdagangkan.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk telah ditunjuk sebagai Wali Amanat untuk menerbitkan obligasi ini, menjamin keabsahan dan pengelolaan dana yang diperoleh.
Seluruh dana yang dihimpun dari penawaran umum obligasi ini, setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan sepenuhnya untuk modal kerja Perseroan dalam memproduksi emas perhiasan dan batangan. Dana tersebut juga akan dialokasikan untuk pembelian bahan baku emas.
Dalam hal dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum tidak mencukupi, perusahaan akan mencari sumber pendanaan lainnya, baik dari kas internal maupun pendanaan eksternal dari pihak ketiga.
Melalui penerbitan obligasi ini, HRTA berusaha untuk memperkuat struktur modal dan mendukung pengembangan bisnisnya, khususnya di sektor manufaktur emas perhiasan dan batangan.
Keberhasilan penerbitan obligasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja keuangan perusahaan, sekaligus memperluas kapasitas produksinya di masa depan.
Pengelolaan Arus Kas dan Utang Perusahaan
PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) menunjukkan kinerja yang menarik dalam beberapa aspek, meskipun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi terkait dengan arus kas dan struktur utang perusahaan. Berdasarkan data keuangan terbaru, perusahaan ini mencatatkan margin laba kotor sebesar 6,04 persen dan margin laba operasi sebesar 5,31 persen.
Meskipun margin tersebut cukup tipis, perusahaan masih dapat menghasilkan keuntungan dari aktivitas operasionalnya. Namun, margin laba bersih yang hanya mencapai 2,84 persen menunjukkan bahwa setelah mengurangi semua biaya dan kewajiban, laba yang tersisa relatif kecil.
Hal ini bisa menjadi perhatian bagi investor, karena meskipun ada profitabilitas, bagian keuntungan yang berhasil diambil setelah biaya tetap rendah.
Dalam hal pendapatan, HRTA mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan pendapatan kuartalan tumbuh sebesar 40,05 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laba bersih juga mengalami lonjakan yang sangat impresif, dengan kenaikan sebesar 204,79 persen YoY pada kuartal terakhir.
Pencapaian ini mengindikasikan bahwa perusahaan sedang berada dalam jalur yang tepat untuk memperluas bisnis mereka. Namun, meskipun ada pertumbuhan yang pesat, margin laba yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan mungkin menghadapi tantangan dalam mengelola biaya dan efisiensi operasional.
Salah satu faktor yang perlu dicermati adalah likuiditas dan solvabilitas perusahaan. HRTA memiliki rasio lancar yang cukup sehat, yaitu 2,05, yang berarti perusahaan memiliki cukup aset lancar untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
Namun, rasio cepat yang lebih rendah, yaitu 0,62, menunjukkan bahwa perusahaan bergantung pada persediaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ini bisa menjadi indikasi bahwa meskipun perusahaan memiliki cukup aset, mereka mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mengonversi persediaan menjadi kas.
Pada sisi utang, HRTA memiliki utang yang cukup besar dengan rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) sebesar 1,46, yang berarti perusahaan memiliki lebih banyak utang daripada ekuitas. Ini menunjukkan tingkat leverage yang tinggi dan meningkatkan risiko finansial perusahaan.
Perusahaan harus sangat hati-hati dalam mengelola utang agar tidak terjebak dalam masalah likuiditas atau kewajiban utang yang berlebihan di masa depan. Meskipun demikian, rasio cakupan bunga (interest coverage) sebesar 2,82 menunjukkan bahwa HRTA masih mampu memenuhi kewajiban bunga utangnya, meskipun dengan margin yang tipis.
Salah satu masalah utama yang dihadapi HRTA adalah arus kas yang negatif. Dengan arus kas dari operasi yang tercatat negatif sebesar 424 miliar, perusahaan tampaknya belum menghasilkan cukup uang tunai dari operasi untuk menutupi pengeluaran operasional mereka. Ini terlihat juga pada arus kas bebas yang negatif, yang menunjukkan bahwa perusahaan saat ini bergantung pada pendanaan eksternal untuk membiayai kebutuhan operasional dan investasi.
Pengeluaran modal (capital expenditure) perusahaan tercatat sebesar 189 miliar, yang menunjukkan bahwa HRTA masih berinvestasi besar dalam memperluas kapasitas produksi dan meningkatkan operasionalnya.
Dengan kondisi keuangan seperti ini, penerbitan obligasi menjadi pilihan yang logis bagi HRTA. Meskipun perusahaan menghadapi beberapa tantangan dalam hal likuiditas dan arus kas, penerbitan obligasi dapat menyediakan dana yang diperlukan untuk mendanai kegiatan operasional mereka, khususnya untuk membeli bahan baku emas dan memperkuat modal kerja.
Ini juga memberikan ruang lebih bagi HRTA untuk memperpanjang jangka waktu kewajiban mereka, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan kas. Selain itu, biaya bunga dari obligasi biasanya lebih terkontrol dibandingkan dengan fasilitas kredit bank yang lebih mahal, sehingga ini menjadi solusi pembiayaan yang lebih efisien.
Namun, risiko terbesar HRTA terletak pada tingkat leverage yang tinggi. Walaupun penerbitan obligasi dapat memberi mereka pendanaan yang dibutuhkan, perusahaan harus memastikan bahwa mereka dapat mengelola utang dengan baik untuk menghindari masalah di masa depan, terutama terkait dengan pembiayaan jangka panjang.
Jika perusahaan tidak dapat meningkatkan arus kas dan profitabilitasnya secara berkelanjutan, maka beban utang dan kewajiban bunga bisa menjadi beban berat yang sulit diatasi.
Secara keseluruhan, meskipun HRTA menunjukkan potensi pertumbuhan yang baik, terutama dengan adanya kenaikan signifikan dalam pendapatan dan laba bersih, mereka tetap menghadapi tantangan besar dalam hal pengelolaan arus kas dan struktur utang.
Penerbitan obligasi adalah langkah yang wajar untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan, tetapi harus diimbangi dengan perbaikan dalam efisiensi operasional dan pengelolaan utang agar perusahaan dapat tetap tumbuh secara berkelanjutan dan menghindari masalah keuangan yang lebih besar di masa depan.
Siapa Saja yang Bisa Mendapatkan Obligasi HRTA?
Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi Tahap II Tahun 2025 (HRTA) ditawarkan kepada pemodal profesional melalui Penawaran Umum. Pemodal profesional, sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peraturan No. 11/POJK.04/2018 tentang Penawaran Umum Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk kepada Pemodal Profesional, mencakup lembaga jasa keuangan dan pihak lain yang memiliki kapasitas untuk membeli efek dan melakukan analisis risiko terhadap investasi tersebut.
Lembaga jasa keuangan yang termasuk dalam kategori pemodal profesional antara lain bank, dana pensiun, dan perusahaan asuransi. Selain lembaga-lembaga ini, pihak lain yang juga memiliki kemampuan untuk menganalisis risiko investasi dan membeli efek seperti obligasi HRTA dapat dianggap sebagai pemodal profesional, dengan catatan bahwa mereka harus menyatakan secara eksplisit kepada penerbit atau penata laksana penerbitan bahwa mereka memenuhi kriteria sebagai pemodal profesional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Obligasi HRTA ini diterbitkan tanpa warkat, kecuali Sertifikat Jumbo Obligasi yang dikeluarkan atas nama KSEI sebagai bukti utang bagi kepentingan pemegang obligasi. Dengan demikian, hanya pemodal profesional yang memenuhi kriteria sesuai dengan regulasi yang dapat membeli dan memiliki obligasi ini.(*)