KABARBURSA.COM - Kualitas udara Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) mencapai kategori tidak sehat dan menempati posisi kedua terburuk di dunia pada Sabtu 22 Juni 2024 lalu.
Berdasarkan pantauan dari laman resmi IQAir, yang memantau kualitas udara global, Jakarta pada Sabtu pagi mencatat angka AQI (Air Quality Index) mencapai 167 dengan konsentrasi PM2.5 di angka 99,5 mikrogram per meter kubik.
Ironisnya, Jakarta sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-497 saat itu.
Kondisi ini menjadikan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk kedua di dunia, di bawah New Delhi, India, yang berada di posisi pertama dengan AQI 217.
Posisi ketiga ditempati oleh Dubai, Uni Emirat Arab, diikuti oleh Lahore, Pakistan, dan Kairo, Mesir masing-masing di posisi keempat dan kelima.
Namun, pada hari ini, Minggu 23 Juni 2024, pukul 17.00 WIB, kualitas udara Jakarta membaik menjadi AQI 84, menempatkannya di posisi ke-17 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Meski begitu, angka tersebut masih 5,4 kali lebih tinggi dari panduan kualitas udara tahunan yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).
IQAir mengimbau kelompok sensitif untuk mengurangi aktivitas luar ruangan dan memakai masker jika harus keluar.
Penyebab Polusi Jakarta 2024
Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat menjadi salah satu penyebab utama polusi udara di Jakarta. Emisi gas buang dari mobil, motor, dan angkutan umum menyumbang signifikan terhadap tingginya kadar PM2.5 di udara.
Banyaknya pabrik dan industri di dalam dan sekitar Jakarta turut berkontribusi pada buruknya kualitas udara. Proses produksi yang menggunakan bahan bakar fosil serta aktivitas industri lainnya menghasilkan polutan berbahaya yang dilepaskan ke atmosfer.
Proyek pembangunan besar-besaran di Jakarta, termasuk pembangunan jalan, gedung, dan infrastruktur lainnya, menghasilkan debu dan partikel halus yang mencemari udara. Aktivitas konstruksi ini seringkali tidak diimbangi dengan langkah-langkah pengendalian debu yang memadai.
Praktik pembakaran sampah yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat dan industri menjadi sumber polusi yang signifikan. Pembakaran terbuka menghasilkan berbagai zat berbahaya seperti dioksin dan furan yang dapat mencemari udara.
Penggunaan bahan bakar fosil untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, dan industri juga menjadi salah satu faktor utama penyebab polusi. Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan berbagai polutan termasuk karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Kurangnya ruang terbuka hijau di Jakarta memperparah kondisi polusi udara. Tumbuhan berperan penting dalam menyerap polutan dan menghasilkan oksigen. Kekurangan vegetasi membuat proses alami ini menjadi tidak optimal.
Kondisi geografis Jakarta yang datar dan dikelilingi oleh pegunungan dapat memerangkap polusi udara di dalam kota, terutama pada saat kondisi cuaca tertentu seperti inversi suhu, yang menghalangi polutan untuk naik ke atmosfer yang lebih tinggi dan tersebar.
Pengelolaan lingkungan yang kurang optimal, termasuk pengawasan dan penegakan hukum terhadap sumber-sumber polusi, turut berkontribusi pada tingginya tingkat polusi di Jakarta. Kurangnya inisiatif untuk mengurangi emisi dari berbagai sumber menjadikan masalah ini semakin kompleks.
Data menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 di Jakarta seringkali berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh WHO. Pada periode tertentu, konsentrasi ini mencapai lebih dari 100 mikrogram per meter kubik, jauh melebihi batas aman 25 mikrogram per meter kubik.
Polusi udara di Jakarta memiliki dampak serius pada kesehatan penduduk. Riset Nafas mencatat peningkatan signifikan dalam kasus penyakit pernapasan, termasuk asma dan bronkitis, terutama di kalangan anak-anak dan lansia. Selain itu, ada juga peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke akibat paparan jangka panjang terhadap polusi udara.
Mendorong penggunaan transportasi umum yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta penerapan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi di kawasan-kawasan tertentu.
Memperketat regulasi emisi bagi industri dan pabrik, serta mendorong penggunaan teknologi bersih untuk mengurangi polusi.
Menambah jumlah ruang terbuka hijau dan vegetasi di kota untuk membantu menyerap polutan dan memperbaiki kualitas udara.
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya polusi udara dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi diri, seperti penggunaan masker dan mengurangi aktivitas luar ruangan pada hari-hari dengan polusi tinggi.
Riset Nafas menegaskan bahwa polusi udara adalah masalah serius yang memerlukan tindakan segera dari berbagai pihak. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi semua penduduk Jakarta.
Nafas mengidentifikasi beberapa sumber utama polusi udara di Jakarta:
- Transportasi: Kendaraan bermotor menyumbang sekitar 60 persen dari total emisi polutan.
- Industri: Pabrik dan fasilitas industri menyumbang sekitar 25 persen.
- Konstruksi: Proyek pembangunan menyumbang sekitar 10 persen.
- Pembakaran Sampah: Menyumbang sekitar 5 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.