KABARBURSA.COM - Hyundai, produsen otomotif dari Korea Selatan, mengajak PT Pertamina (Persero) untuk mengembangkan proyek mobil hidrogen di Indonesia. Wacana ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Menko Perekonomian, ketika melakukan pertemuan dengan CEO Hyundai Motor Group, Euisun Chung, menyampaikan bahwa Hyundai telah berperan aktif dalam berbagai proyek hidrogen dimulai dari Indonesia dengan Waste-to-Hydrogen hingga pemanfaatan limbah masyarakat lokal. Menurutnya, pengembangan mobil hidrogen yang dilakukan oleh Hyundai tidak hanya akan menguntungkan Indonesia, tetapi juga akan menguntungkan pasar Asean dalam jangka panjang,
Oleh karena itu, Hyundai berencana menggandeng Pertamina untuk mendorong pengembangan proyek hidrogen Hyundai tersebut. “Saya apresiasi upaya Hyundai yang secara aktif mengimplementasikan solusi jaringan HTWO (H2),” kata Airlangga melalui keterangan tertulis.
Hyundai sendiri memiliki mobil berbahan bakar hidrogen bernama Nexo yang pertama kali meluncur pada 2018 untuk pasar global. Mobil ini menggunakan motor elektrik dengan tenaga 163 PS dan torsi 400 Nm. Mobil ini memiliki tiga tangki dengan kapasitas hingga 156 liter, dan mampu menempuh jarak hingga 611 km. Di Korea Selatan, mobil ini telah terjual hingga 10.000 unit per Oktober 2020.
Sebelumnya, Chief Operating Officer HMID, Fransiscus Soerjopranoto mengatakan tidak mudah untuk memperkenalkan mobil berbahan hidrogen ke pasar Indonesia. Selain produk yang tepat, mobil teknologi ini membutuhkan stasiun pengisian hidrogen.
“Karenanya, kami akan fokus dalam memasyarakatkan mobil listrik terlebih dahulu. Apalagi produk dan sarana pendukungnya sudah nyata di depan mata,” ujar Fransiscus.
Pertamina Minta Dukungan Pemerintah
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) Julfi Hadi meminta dukungan pemerintah dari sisi insentif dan regulasi untuk pengembangan bisnis hidrogen hijau. Dukungan dari sisi insentif fiskal itu berkaitan dengan keringanan pajak penghasilan (PPh) badan, serta keringanan pajak impor untuk fasilitas produksi hidrogen hijau dan turunannya.
Selain itu, dorongan subsidi harga hidrogen hijau di dalam negeri. Julfi turut mendorong grant atau pendanaan untuk mendukung sejumlah pilot project bisnis hidrogen yang saat ini didorong perusahaan panas bumi Pertamina tersebut. Misalkan, bantuan pendanaan itu bisa didapat dari pemindahan alokasi subsidi energi fosil dan pajak karbon. “Kalau di Eropa itu ada subsidi harga hidrogen hijau US$3 ya,” kata Julfi.
Ihwal dukungan regulasi, Julfi menyarankan pemerintah untuk mulai mengatur soal ekspor hidrogen hijau dan turunannya. Selain itu, pengaturan soal standar produksi dan transportasi hidrogen hijau dan turunannya termasuk hydrogen refueling station (HRS).
“Yang perlu kita bicarakan di luar dari Jawa dan Sumatra, potential power wheeling untuk off grid produk seperti green hydrogen sebagai first initiative untuk deploye green hydrogen ini karena transportasi menjadi major cost,” kata dia.
Pemerintah Siapkan Aturan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk mendorong pembelian listrik dari pembangkit listrik tenaga hidrogen. Revisi PP itu rencananya bakal menambah sejumlah pasal yang terkait dengan pembelian listrik dari energi baru. Adapun, hidrogen saat ini telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sebagai jenis energi baru.
“Hidrogen juga sudah masuk ke dalam RUU EBET sebagai bagian dari energi baru yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam PP,” kata Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi kementerian ESDM Chrisnawan Anditya. Selain itu, Kementerian ESDM turut membahas izin dan lisensi bisnis hidrogen untuk dapat mendorong ekosistem pengembangan energi baru tersebut.
Saat ini, pembahasan masuk dalam tahap awal identifikasi untuk izin yang diperlukan dan kode klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI. Chrisnawan mengatakan, kementeriannya mendorong pengembangan eksosistem hidrogen di dalam negeri seiring dengan proyeksi pertumbuhan pasar yang signifikan energi baru itu sampai 2050 mendatang.
Hidrogen turut masuk ke dalam opsi bauran energi bersih yang tertuang dalam rancangan revisi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) sampai 2060. “Komoditas hidrogen ini dapat diperdagangkan di pasar regional dan internasional, Indonesia dapat memanfaatkan potensi energi baru terbarukan [EBT] 3.686 gigawatt [GW] untuk produksi hidrogen hijau,” kata dia.