KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka melemah sebesar 10 poin atau turun 0,15 persen ke level 7.062 pada perdagangan Rabu, 5 Februari 2025.
Merujuk data perdagangan RTI Bussiness, sebanyak 174 sahan terpantau menguat, 73 saham melemah, dan 231 saham mengalami stagnan.
Sementara itu mengutip Stockbit, saham SAFE (24,79 persen) berada di posisi teratas top gainer. SMDM (24,59 persen) membuntuti di posisi kedua, diikuti MLPT (13,96 persen), POLU (13,62 persen), dan SONA (10,61 persen).
Adapun dari sisi top loser, LION (-19,08) terpantau menjadi saham dengan koreksi paling dalam. Diikuti SHID (-13,43 persen) di peringkat kedua, OBAT (-11,58 persen), TIRA (-11,26 persen), dan ISAP (-8,33 persen).
Melemahnya IHSG pada pembukaan pagi ini turut diikuti indeks LQ45 yang dibuka di zona merah dengan performa -0,46 persen.
Di sisi lain Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak pada kisaran support pada level 6.987 dan resistance pada level 7.129 dengan kecenderungan menguat.
"Secara teknikal, candle IHSG membentuk inverted hammer (reversal pattern), serta indikator Stochastic golden cross. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar melanjutkan kenaikannya," tulis Reliance berdasarkan risetnya.
Reliance kemudian merekomendasikan sejumlah saham yang bisa dikoleksi hari ini seperti SMGR, PSAB, BRPT, dan FILM.
Sementara diberitakan sebelumnya, analis masih mewaspadai potensi tekanan jual lanjutan jika IHSG menembus support di 6.931. Jika itu terjadi, koreksi bisa berlanjut ke 6.742-6.853. Sebaliknya, jika IHSG mampu bertahan di atas support tersebut, indeks berpeluang menguji resistance di 7.130-7.176.
Menurut Herditya Wicaksana, analis MNC Sekuritas, IHSG saat ini berada di titik krusial. “Waspadai, apabila IHSG menembus area support 6.931, maka skenario merah akan berjalan, di mana IHSG akan melanjutkan koreksinya untuk menguji 6.742-6.853,” ujarnya dalam analisis hariannya yang diterima KabarBursa.com, Rabu, 5 Februari 2025.
IHSG saat ini masih berada dalam fase yang cukup rentan. Jika mampu bertahan di atas 6.931, peluang menguji resistance 7.130-7.176 masih terbuka. Namun, jika tekanan jual makin besar, IHSG bisa melanjutkan koreksi ke 6.742-6.853.
Herditya Wicaksana mengatakan volatilitas pasar masih tinggi dan pelaku pasar perlu mencermati level-level kunci. “Namun sebaliknya, apabila masih mampu bertahan di atas area supportnya, maka IHSG berpeluang menguji resistance terdekat di 7.130-7.176,” katanya.
IHSG sebelumnya menutup perdagangan Selasa, 4 Februari 2025, dengan kenaikan sebesar 43 poin atau 0,62 persen ke level 7.073. Sepanjang sesi, IHSG bergerak stabil di zona hijau dengan rentang pergerakan antara 7.037 hingga 7.125.
Berdasarkan data RTI Business, volume perdagangan mencapai 26,97 miliar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp10,45 triliun. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 1.325.259 kali. Secara keseluruhan, 321 saham mengalami kenaikan, 257 saham melemah, dan 221 saham stagnan.
Wall Street Bangkit, Saham Teknologi Pulih
Sementara di sisi lain, Wall Street akhirnya kembali tenang pada Selasa waktu setempat atau Rabu dini hari WIB. Kali ini, saham-saham teknologi yang jadi jagoan. Salah satunya Palantir Technologies, perusahaan yang lagi naik daun berkat euforia kecerdasan buatan, sukses bikin indeks AS melesat setelah laporan keuangan mereka lebih kuat dari perkiraan.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025, S&P 500 naik 0,7 persen setelah sehari sebelumnya jungkir balik akibat kekhawatiran perang dagang. Dow Jones ikut menambah 134 poin (0,3 persen), sementara Nasdaq yang dipenuhi saham teknologi melesat 1,4 persen.
Trump, yang sehari sebelumnya bikin pasar panik, akhirnya setengah mengendurkan tensi dengan menunda penerapan pajak impor terhadap produk Kanada dan Meksiko selama satu bulan. Pengumuman soal Kanada baru keluar setelah jam perdagangan tutup, tapi efeknya tetap terasa keesokan harinya. Wall Street sedikit lega karena ini memperkuat harapan lama mereka: mungkin Trump sebenarnya cuma gertak sambal.
Investor melihat tarif hanyalah alat negosiasi buat Trump, bukan kebijakan permanen. Lagipula, sejarah menunjukkan bahwa Trump cukup sensitif terhadap reaksi pasar modal. Kalau Wall Street babak belur gara-gara perang dagang, kemungkinan besar dia bakal cari cara buat mundur teratur.
Tapi jangan senang dulu. Beberapa analis mengingatkan ancaman tarif Trump tetap harus dianggap serius. Dalam laporan terbaru Bank of America (BofA) Global Research, tim analis yang dipimpin Mark Cabana menyebutkan “pasar saham adalah barometer kebijakan pemerintah AS, dan setiap kebijakan yang merugikan aset berisiko kemungkinan bakal dikoreksi cepat.” Dengan kata lain, lebih baik tetap hati-hati.
Menurut mereka, pelajaran dari drama tarif ini jelas, yakni pemerintahan Trump bersifat transaksional alias belum ada yang benar-benar final sampai keputusan resmi keluar.
Faktanya, Trump tetap melanjutkan pajak 10 persen untuk perusahaan AS yang mengimpor barang dari China. Beijing tak tinggal diam. Pada Selasa krmarin, China langsung membalas dengan mengumumkan tarif balasan serta investigasi antimonopoli terhadap Google.
Namun, tarif baru dari China, termasuk bea 15 persen untuk batu bara dan gas alam cair asal AS, serta 10 persen untuk minyak mentah, alat pertanian, dan mobil bermesin besar, baru akan berlaku Senin pekan depan. Masih ada waktu buat negosiasi antara Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum perang dagang ini benar-benar pecah.
Sebagian analis di Wall Street melihat konflik dagang dengan China beda kasus dibandingkan perselisihan Trump dengan negara lain. Dalam hubungan dagang dengan Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa, Trump kemungkinan besar bakal berusaha cari titik temu. Tapi untuk China, kemungkinan besar dia bakal tetap keras kepala, sama seperti yang dia lakukan di periode pertama.
Analis di Macquarie, Thierry Wizman, berujar, “Untuk sekutu AS, hasil dari semua drama ini lebih cenderung ke arah kompromi, bukan perang tarif.”(*)