KABARBURSA.COM – Prospek penguatan IHSG kembali mengemuka setelah pasar modal Indonesia melalui periode turbulensi tajam sepanjang 2025. Namun, Perkumpulan Analis Efek Indonesia (PAEI) optimis di akhir tahun 2025 dan 2026 indeks akan menghijau.
PAEI, menjelaskan bahwa tahun 2025 merupakan salah satu periode paling dinamis dalam sejarah pasar modal Indonesia. Pergerakan harga saham mengalami tekanan berat pada awal tahun, puncaknya ketika IHSG jatuh di bawah level 6.000 pada April. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran luas, terutama dari investor ritel yang kecewa dengan penurunan cepat selama dua bulan berturut-turut.
Memasuki semester kedua, pasar mulai bergerak berbeda. Sentimen membaik seiring berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang dirancang untuk merespon gejolak pasar. Penurunan imbal hasil obligasi, penguatan likuiditas perbankan, serta percepatan komunikasi dari pemerintah dan otoritas membuat IHSG pulih jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.
Wakil Ketua Umum PAEI, sekaligus Ketua Pelaksana Market Outlook 2026, Aria Santoso, menilai gejolak ekstrem tersebut telah membentuk tahap baru dalam dinamika pasar modal. Ia menjelaskan bahwa investor ritel kini lebih adaptif dalam menghadapi volatilitas serta lebih memahami tren ekonomi yang membentuk pasar. “Pasar kita memang bergejolak, tapi indikator ekonomi sekarang membuat kami yakin menuju 2025 dan 2026. Polanya jelas dan arah kebijakan pemerintah serta bank sentral bergerak sejalan,” kata David di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Kamis, 6 November 2025.
Ia menjelaskan bahwa faktor utama yang memperkuat optimisme ialah konsistensi kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah mendorong percepatan belanja negara untuk meningkatkan konsumsi dan produktivitas. Di sisi lain, Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar dan menurunkan yield obligasi ke titik terendah dalam beberapa tahun, sehingga investor mulai beralih ke pasar saham.
Diskusi panjang dalam forum ini menyoroti beberapa sektor dominan yang menjadi motor kenaikan IHSG dalam beberapa bulan terakhir, khususnya perbankan, energi, konsumsi, serta telekomunikasi. Perbankan dinilai akan tetap menjadi pemimpin karena kapasitasnya dalam merespon perubahan arah suku bunga. Pandangan ini sejalan dengan tren global di mana saham-saham finansial memperoleh manfaat terbesar dari siklus penurunan suku bunga.
Anggota PAEI sekaligus Co Founder Pasardana, Yohanis Hans Kwee, menjelaskan bahwa pelaku pasar memberi perhatian besar pada kemungkinan pergerakan saham bank besar yang belum pulih ke level harga sebelum koreksi. “Kalau BCA kembali ke 11.000-an dan BRI ke level historisnya, indeks bisa naik jauh. Minimal 8.500 itu cukup realistis,” ujarnya.
Diskusi berlanjut pada skenario pertumbuhan indeks pada 2026. Mereka menggarisbawahi bahwa dengan asumsi penurunan suku bunga dua kali, inflasi terkendali di kisaran tiga persen, serta stabilitas rupiah, IHSG berpotensi mencapai 9.200–9.300 pada 2026. Proyeksi tersebut dianggap konservatif karena mempertimbangkan ketidakpastian global.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah yang lebih awal pada 2026 akan memberi dorongan terhadap sektor konsumsi dan investasi. Dengan meningkatnya permintaan kredit sejak awal tahun, sektor perbankan dinilai akan berada dalam posisi kuat. “Kalau pengeluaran negara lebih tepat waktu, pertumbuhan bisa muncul sejak semester awal,” ujarnya.
Pengaruh dinamika geopolitik dan risiko eksternal lain seperti arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat, perlambatan ekonomi China, serta potensi ketegangan di kawasan. Mereka menekankan bahwa risiko eksternal tetap harus diwaspadai, terutama karena volatilitas global dapat mengganggu arus modal asing.
Foto : Suasana konferensi pers Market Outlook 2026 di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Kamis, 6 November 2025. Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Dr. Hans Kwee selaku Ketua Dewan Juri CSA Research Competition, Edwin Sebayang sebagai juri CSA Research Competition, Dega Rapidity sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PAEI, Aria Samata Santoso sebagai Ketua Pelaksana Market Outlook 2026, David Sutyanto selaku Ketua Umum PAEI, Budi Ruseno sebagai Ketua Umum PPJKI, serta Haryajid Ramelan sebagai Ketua Dewan Pengawas PAEI dan Direktur LSPPM.