KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan terkoreksi pada perdagangan Jumat, 9 Mei 2025. Beberapa saham yang direkomendasikan analis untuk perdagangan pagi ini adalah ADRO, AMRT, BRPT dan ICBP.
Analis MNC Sekuritas memproyeksikan IHSG terkoreksi sebesar 1,42 persen ke level 6,827 disertai dengan tekanan jual tinggi.
“Kami perkirakan, sudah berada di akhir wave (a) dari wave [b], sehingga IHSG berpeluang menguat dalam jangka pendek untuk menguji 6,859-6,897,” kata Tim Analis MNC Sekuritas pada Jumat, 9 Mei 2025.
MNC Sekuritas mengungkapkan, level support pada perdagangan pagi ini adalah 6,759, 6,682. Sedangkan untuk resistance berada di level 6,986, 7,075.
Adapun beberapa saham yang direkomendasikan oleh tim MNC sekuritas pada perdagangan pagi ini, antara lain: ADRO, AMRT, BRPT dan ICBP.
ADRO - Buy on Weakness
ADRO terkoreksi 0,26 persen ke 1,895 disertai dengan munculnya tekanan jual. Analis memperkirakan, posisi ADRO sedang berada pada bagian dari wave c dari wave (b), sehingga ADRO rawan melanjutkan koreksinya.
Buy on Weakness: 1,765-1,850
Target Price: 1,975, 2,030
Stoploss: below 1,725
AMRT - Buy on Weakness
AMRT menguat 1,73 persen ke 2,350 dan masih didominasi oleh volume pembelian. Analis memperkirakan, posisi AMRT sedang berada bagian dari wave [iii] dari wave C, sehingga meskipun terkoreksi akan relatif terbatas.
Buy on Weakness: 2,200-2,320
Target Price: 2,480, 2,550
Stoploss: below 2,180
BRPT - Spec Buy
BRPT terkoreksi 2,96 persen ke 820 disertai dengan munculnya tekanan jual. Kami perkirakan, posisi BRPT sedang berada pada bagian dari wave (iii) dari wave [c], sehingga BRPT masih berpeluang berbalik menguat.
Spec Buy: 805-820
Target Price: 895, 935
Stoploss: below 800
ICBP - Buy on Weakness
ICBP menguat 2,93 persen ke 11,400 disertai dengan munculnya volume pembelian. Kami perkirakan, posisi ICBP sedang berada pada bagian dari wave [iv] dari wave A, sehingga ICBP rawan berbalik terkoreksi dahulu.
Buy on Weakness: 10,575-11,125
Target Price: 11,650, 11,900
Stoploss: below 10,100
Pasar Modal Tetap Bergairah IPO
Seperti diberitakan sebelumnya, Pasar modal Indonesia menunjukkan ketahanan meski berada dalam bayang-bayang tekanan global, termasuk keputusan Federal Reserve (The Fed) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level saat ini.
Meski demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pelemahan dalam beberapa sesi terakhir. Pergerakan indeks mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar yang cenderung menunggu kejelasan arah kebijakan global dan domestik. Hingga awal Mei 2025, IHSG mencatat penurunan sebesar 13 persen secara year-to-date (ytd), menjadikannya salah satu indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Setelah mencapai titik tertinggi di level 7.910,56 pada September 2024, IHSG mengalami tekanan berkelanjutan hingga menyentuh kisaran 6.000 pada Maret 2025. Koreksi ini menandai penurunan lebih dari 20 persen dari puncaknya. Tekanan pasar memuncak pada 18 Maret 2025, saat IHSG anjlok 7,1 persen dalam satu hari, yang memicu penghentian sementara perdagangan selama 30 menit untuk meredam gejolak.
Sebagai pembanding, pada akhir 2024, IHSG masih mampu bertahan di level 7.036,57—menunjukkan kinerja positif dibanding tahun sebelumnya. Namun memasuki awal 2025, tekanan global dan dinamika dalam negeri menyebabkan perubahan tren yang cukup drastis, menekan kepercayaan investor dan memperburuk sentimen pasar.
Meski demikian, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, tetap optimistis terhadap prospek pasar modal domestik. Ia menegaskan bahwa Indonesia masih menjadi pilihan menarik di tengah situasi global yang tidak menentu.
"Teman-teman, investasi di capital market, di Bursa Efek Indonesia, menjadi salah satu pilihan yang menarik di antara kondisi yang ada seperti yang kamu sampaikan tadi. The Fed masih dalam posisi yang saat ini posisi stand still lah," ujar Nyoman dalam pernyataannya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Terkait minat terhadap penawaran umum perdana saham (IPO), Nyoman membantah adanya penurunan antusiasme investor. Ia menyatakan bahwa Indonesia masih mencatatkan posisi teratas di antara negara ASEAN dalam hal aktivitas IPO.
"Nah ini, enggak. Jadi saya tegasin, teman-teman sekalian, kalau kita komparasi ASEAN dan non-ASEAN, kita yang paling tinggi di ASEAN. Di non-ASEAN, kita sama dengan New York Stock Exchange," tegasnya.
Nyoman mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 30 perusahaan yang sudah berada dalam pipeline IPO. "Pre-active kan model juga, tapi di pipeline ada 30. Tolong dicatat ya," katanya. Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada perusahaan BUMN yang masuk dalam daftar tersebut. "Sepertinya sih belum masuk ke BUMN ya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Nyoman menyebutkan adanya dua perusahaan yang dikategorikan sebagai Lighthouse IPO tahun ini. "Ada dua," ujarnya. Ketika ditanya soal sektor usaha kedua perusahaan tersebut, ia menjawab, "Sektornya energi yang satu, satu lagi consumer," katanya.
Nyoman menekankan bahwa meskipun tekanan dari luar negeri belum mereda, minat terhadap IPO tetap tumbuh. Hal ini menjadi cerminan bahwa pasar modal Indonesia masih memiliki daya tarik kuat. Ia menutup dengan menyampaikan bahwa BEI terus memantau dinamika pasar demi menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Pasar modal Indonesia menunjukkan ketahanan meski berada dalam bayang-bayang tekanan global, termasuk keputusan Federal Reserve (The Fed) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level saat ini.
Meski demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pelemahan dalam beberapa sesi terakhir. Pergerakan indeks mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar yang cenderung menunggu kejelasan arah kebijakan global dan domestik. Hingga awal Mei 2025, IHSG mencatat penurunan sebesar 13 persen secara year-to-date (ytd), menjadikannya salah satu indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Setelah mencapai titik tertinggi di level 7.910,56 pada September 2024, IHSG mengalami tekanan berkelanjutan hingga menyentuh kisaran 6.000 pada Maret 2025. Koreksi ini menandai penurunan lebih dari 20 persen dari puncaknya. Tekanan pasar memuncak pada 18 Maret 2025, saat IHSG anjlok 7,1 persen dalam satu hari, yang memicu penghentian sementara perdagangan selama 30 menit untuk meredam gejolak.
Sebagai pembanding, pada akhir 2024, IHSG masih mampu bertahan di level 7.036,57—menunjukkan kinerja positif dibanding tahun sebelumnya. Namun memasuki awal 2025, tekanan global dan dinamika dalam negeri menyebabkan perubahan tren yang cukup drastis, menekan kepercayaan investor dan memperburuk sentimen pasar.
Meski demikian, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, tetap optimistis terhadap prospek pasar modal domestik. Ia menegaskan bahwa Indonesia masih menjadi pilihan menarik di tengah situasi global yang tidak menentu.
"Teman-teman, investasi di capital market, di Bursa Efek Indonesia, menjadi salah satu pilihan yang menarik di antara kondisi yang ada seperti yang kamu sampaikan tadi. The Fed masih dalam posisi yang saat ini posisi stand still lah," ujar Nyoman dalam pernyataannya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Terkait minat terhadap penawaran umum perdana saham (IPO), Nyoman membantah adanya penurunan antusiasme investor. Ia menyatakan bahwa Indonesia masih mencatatkan posisi teratas di antara negara ASEAN dalam hal aktivitas IPO.
"Nah ini, enggak. Jadi saya tegasin, teman-teman sekalian, kalau kita komparasi ASEAN dan non-ASEAN, kita yang paling tinggi di ASEAN. Di non-ASEAN, kita sama dengan New York Stock Exchange," tegasnya.
Nyoman mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 30 perusahaan yang sudah berada dalam pipeline IPO. "Pre-active kan model juga, tapi di pipeline ada 30. Tolong dicatat ya," katanya. Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada perusahaan BUMN yang masuk dalam daftar tersebut. "Sepertinya sih belum masuk ke BUMN ya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Nyoman menyebutkan adanya dua perusahaan yang dikategorikan sebagai Lighthouse IPO tahun ini. "Ada dua," ujarnya. Ketika ditanya soal sektor usaha kedua perusahaan tersebut, ia menjawab, "Sektornya energi yang satu, satu lagi consumer," katanya.
Nyoman menekankan bahwa meskipun tekanan dari luar negeri belum mereda, minat terhadap IPO tetap tumbuh. Hal ini menjadi cerminan bahwa pasar modal Indonesia masih memiliki daya tarik kuat. Ia menutup dengan menyampaikan bahwa BEI terus memantau dinamika pasar demi menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.(*)