Logo
>

IHSG Ditutup Hijau, Mayoritas Sektor Sumbang Penguatan

Indeks Harga Saham Gabungan hari ini Selasa, 22 April 2025 ditutup menghijau. Ternyata mayoritas semua sektor sumbang penguatan.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
IHSG Ditutup Hijau, Mayoritas Sektor Sumbang Penguatan
IHSG ditutup menghijau pada hari ini. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup menguat pada perdagangan Selasa 22 April 2025, naik 87,25 poin atau 1,35 persen ke level 6.533,22. 

    Sepanjang sesi, indeks sempat menyentuh level tertinggi di 6.538,32 sebelum terkoreksi ke level terendah di 6.428,10. Total volume transaksi di seluruh pasar mencapai 163,20 juta lot dengan nilai perdagangan sebesar Rp8,89 triliun dari 1,06 juta transaksi. Di pasar reguler, volume tercatat sebanyak 146,38 juta lot dengan nilai Rp8,30 triliun.

    Pada penutupan perdagangan sore ini, sejumlah saham mencatatkan kenaikan dan masuk jajaran top gainers. Penguatan signifikan pada perdagangan hari ini. PT Net Visi Media Tbk dengan kode saham NETV dari sektor teknologi melonjak 34,75 persen ke harga Rp190. 

    PT Natura City Developments Tbk dengan kode saham CITY yang bergerak di sektor properti naik 34,18 persen ke level Rp106. Saham PT Indika Energy Tbk dengan kode saham INDY dari sektor energi menguat 24,89 persen ke Rp1.405. 

    PT Daaz Bara Lestari Tbk dengan kode saham DAAZ yang juga bergerak di sektor energi mencatatkan kenaikan 24,78 persen ke Rp4.280. Sementara itu, PT Ifishdeco Tbk dengan kode saham IFSH dari sektor barang baku tumbuh 20,29 persen ke Rp830.

    Sebaliknya, sejumlah saham mencatatkan pelemahan tajam dan masuk peringkat lima besar jajaran top losers. PT Matahari Department Store Tbk dengan kode saham LPPF dari sektor siklikal turun 14,90 persen ke harga Rp1.685. 

    PT Fortune Mate Indonesia Tbk dengan kode saham FMII dari sektor properti melemah 14,80 persen ke Rp380. PT Cisadane Sawit Raya Tbk dengan kode saham CSRA dari sektor barang baku turun 14,29 persen ke Rp570. 

    PT Sunter Lakeside Hotel Tbk dengan kode saham SNLK dari sektor transportasi dan logistik terkoreksi 11,94 persen ke Rp590. Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dengan kode saham JPFA dari sektor non-siklikal susut 9,97 persen ke Rp1.715.

    Penguatan saham sore ini dipengaruhi oleh mayoritas indeks sektor ditutup di zona hijau. Sektor energi memimpin dengan kenaikan sebesar 3,27 persen, disusul sektor barang baku yang naik 3,12 persen, sektor infrastruktur sebesar 1,49 persen, sektor transportasi dan logistik sebesar 1,72 persen, serta sektor properti yang menguat 1,67 persen. 

    Di sisi lain, sektor non-siklikal dan teknologi justru mengalami tekanan dengan penurunan masing-masing sebesar 1,20 persen dan 0,57 persen.

    Penguatan IHSG hari ini ditopang oleh aksi beli investor terhadap saham-saham energi dan pertambangan, seiring tren naik harga komoditas global serta sentimen positif dari laporan kinerja emiten kuartal pertama tahun 2025.

    Ada sejumlah 371 saham yang mengalami kenaikan, 220 saham yang mengalami penurunan dan 210 saham mengalami stagnan.

    IHSG Berpotensi Bullish

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menunjukkan performa impresif sepanjang bulan April 2025, dengan rebound signifikan sebesar 8,96 persen hingga 21 April dari level support penting di 5.923. 

    Kenaikan ini terjadi di tengah tekanan global yang tak kunjung reda, termasuk perang dagang dan ketidakpastian moneter dari The Fed. Namun, apakah pergerakan ini cukup kuat untuk menegaskan bahwa pasar telah berbalik arah ke tren bullish, atau justru hanya pantulan teknikal sementara dalam tren turun yang lebih besar?

    Dari sisi teknikal, Ezaridho Ibnutama, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, melihat terjadi penguatan tajam yang membawa IHSG menembus resistance penting di 6.248. Namun, secara formasi candlestick, belum terbentuk pola reversal yang solid seperti bullish engulfing atau morning star. 

    Hal ini menandakan bahwa meski ada momentum jangka pendek yang positif, validitas tren naik secara jangka menengah masih perlu dikonfirmasi. IHSG tampaknya kehilangan momentum saat bergerak di atas area resistance ini, yang menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya yakin untuk mengukuhkan tren bullish jangka panjang.

    Salah satu katalis positif utama yang memberi ruang untuk optimisme adalah meredanya tekanan jual asing. Data per 17 April menunjukkan Net Foreign Sell di pasar reguler hanya sebesar Rp539,13 miliar — angka yang relatif kecil dibandingkan periode sebelumnya, memberikan sinyal bahwa pelaku pasar asing mulai melihat valuasi IHSG sebagai peluang, bukan risiko. 

    Apalagi, banyak saham blue chip saat ini diperdagangkan pada valuasi yang terdiskon cukup dalam, berada di bawah -2 standar deviasi dari rata-rata Price to Earnings (P/E) historisnya. Situasi ini menyiratkan bahwa risiko penurunan harga lebih lanjut relatif terbatas karena valuasi sudah cukup menarik.

    Sentimen positif juga datang dari sektor eksternal. Hubungan dagang bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat belakangan ini tampak semakin solid, terutama dengan adanya perjanjian dagang yang dianggap “iron-clade”. Ini memberi kepercayaan lebih kepada investor bahwa arus perdagangan Indonesia tidak akan terganggu secara signifikan oleh eskalasi ketegangan geopolitik global.

    Namun di balik sinyal positif tersebut, awan gelap tetap bergantung di atas pasar. Risiko fiskal, baik dari sisi domestik maupun eksternal, masih menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Ketidakpastian kebijakan fiskal dalam negeri menyusul transisi pemerintahan dan beban APBN yang meningkat dapat memicu volatilitas baru di pasar keuangan. 

    Di sisi lain, meski perang tarif tampaknya sudah “priced-in” oleh pasar, kenyataan bahwa kesepakatan dagang antara AS dan Indonesia masih rentan goyah menjadi potensi pemicu kekhawatiran baru.

    Yang lebih krusial adalah risiko dari sisi moneter global. Bank Sentral AS (The Fed) masih membuka ruang untuk langkah hawkish tak terduga, terutama jika inflasi tetap tinggi. Jika hal ini terjadi, Rupiah kemungkinan besar akan melemah, yang pada gilirannya bisa memaksa Bank Indonesia (BI) ikut bersikap hawkish untuk menjaga stabilitas nilai tukar. 

    Siklus suku bunga tinggi tentu menjadi kabar buruk bagi pasar saham, terutama sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pendanaan.

    Dalam situasi seperti ini, IHSG berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada peluang besar dari valuasi murah dan potensi aliran modal asing kembali masuk. Di sisi lain, risiko makroekonomi, baik domestik maupun global, masih belum sepenuhnya mereda. 

    Maka, pertanyaan “to be or not to be bearish” tetap relevan untuk saat ini, menuntut investor untuk bersikap cermat, fleksibel, dan responsif terhadap perkembangan data ekonomi serta sinyal teknikal dalam waktu dekat.

    Rupiah tak Mampu Tahan Gempuran Dolar

    Nilai tukar rupiah ditutup melemah sebesar 53 poin di level Rp16.859,5 terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa, 22 April 2025.

    Pelemahan rupiah terjadi di tengah kekecewaan pasar yang dipicu oleh kekhawatiran seputar kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) , setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk merombak Federal Reserve. 

    Pengamat mata  uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan Trump pada hari Senin menegaskan kembali seruannya kepada Fed untuk menurunkan suku bunga, dengan mengatakan ekonomi AS dapat melambat jika Fed tidak segera memangkas suku bunga. 

    "Minggu lalu, Powell mengatakan bahwa bank sentral tidak cenderung memangkas suku bunga dalam waktu dekat, dengan alasan kemungkinan tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi yang berasal dari tarif baru," ujar dia, Selasa, 22 April 2025.

    Menurut Ibrahim, perkembangan ini telah memicu kekhawatiran tentang independensi Fed. Selain itu, ada pula ketegangan perdagangan antara AS - China yang terus meningkat.

    "Tiongkok mengeluarkan peringatan keras kepada negara-negara yang mempertimbangkan perjanjian perdagangan dengan AS yang dapat merugikan kepentingan Tiongkok," jelasnya. 

    Dari domestik, Ibrahim menyebut neraca perdagangan Indonesia ke depan masih diliputi ketidakpastian terutama akibat meningkatnya risiko pelemahan permintaan ekspor dan pergeseran permintaan domestik. 

    Alasannya, kata dia, terjadi eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh  Donald Trump kepada para mitra dagangnya termasuk Indonesia. 

    Tarif Trump tersebut dinilai dapat menyebabkan pelemahan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia seperti China, AS, dan Uni Eropa sehingga menurunkan volume ekspor, khususnya di sektor manufaktur dan yang berbasis sumber daya alam. 

    "Selain itu, fluktuasi harga energi dan mineral global dapat memengaruhi nilai ekspor Indonesia," pungkasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".