KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 192 poin atau naik 2,90 persen ke level 6.830 pada perdagangan Senin, 17 Februari 2025.
Berdasarkan data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG hari ini tercatat konsisten, dengan level tertinggi di angka 6.830 dan level terendah di 6.658. Sebanyak 411 saham tercatat menguat, sementara 192 saham melemah dan 188 saham stagnan.
Pada sesi perdagangan hari ini, volume transaksi mencapai Rp19,376 triliun, dengan frekuensi perdagangan sebanyak 1.396.904 kali dan nilai transaksi sebesar Rp11,587 triliun.
Saham SMIL mencatatkan lonjakan tertinggi, naik 34,56 persen, sementara DATA dan PMMP masing-masing menguat sebesar 24,59 persen dan 20,00 persen. Selain itu, saham ENAK dan RATU juga masuk dalam lima besar top gainers, dengan penguatan 18,45 persen dan 16,67 persen, berturut-turut.
Di sisi lain, saham yang tercatat terkoreksi paling dalam hari ini adalah PACK, yang melemah 9,88 persen, diikuti NAYZ (-9,84 persen), MANG (-9,76 persen), CMNP (-9,00 persen), dan AIMS (-8,08 persen).
Indeks LQ45 juga mengalami penguatan sebesar 3,11 persen pada penutupan sore ini. Salah satu saham yang menopang kenaikan indeks ini adalah MDKA, yang tercatat mengalami kenaikan signifikan sebesar 9,09 persen.
Sebelumnya, pergerakan IHSG pada hari ini sudah diprediksi akan menguat. Analis dari Reliance Sekuritas memperkirakan bahwa IHSG akan dipengaruhi oleh rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Q4-24 Jepang serta neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2025. "Support IHSG berada di level 6.579, dan resistance di 6.699 dengan kecenderungan menguat," ujar Reliance.
Secara teknikal, Reliance mencatat bahwa pola candlestick IHSG berbentuk inverted hammer, berhasil menembus MA5, dan indikator Stochastic menunjukkan golden cross pada area oversold.
"Ini mengindikasikan bahwa IHSG berpeluang besar untuk melanjutkan kenaikannya," tambah Reliance.
Dua Katalis Penyulut IHSG Rebound
Analis sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, menjelaskan rebound Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan Senin, 17 Februari 2025. Indeks dibuka menguat di level 6.666 pada pagi hari, sedangkan pada awal perdagangan sesi II, IHSG menghijau di level 6.779.
Menurut Nafan, kondisi tersebut didorong oleh adanya apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pelemahan indeks dolar (DXY). Penguatan ini juga didukung oleh sejumlah faktor fundamental, termasuk ekspektasi kebijakan Bank Indonesia (BI) serta dinamika global yang tengah berlangsung.
“Kita melihat bahwa rupiah mulai terapresiasi dengan baik, seiring dengan pelemahan indeks dolar AS. Ini tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi Presiden Donald Trump dalam periode keduanya, khususnya terkait dengan penjualan ritel AS yang tumbuh di bawah ekspektasi,” ujar Nafan kepada Kabarbursa.com pada Senin, 17 Februari 2025.
Data penjualan ritel yang mengecewakan di AS menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat, yang pada akhirnya menekan dolar terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.
“Dengan depresiasi dolar AS, ini memberikan dampak positif bagi IHSG karena investor cenderung mencari aset yang lebih menarik di emerging markets, termasuk Indonesia,” ucap dia.
Selain faktor eksternal, pelaku pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan berlangsung pekan ini. Menurut Nafan, dengan inflasi domestik yang saat ini berada di bawah batas bawah target BI, ada kemungkinan bank sentral akan melonggarkan kebijakan moneternya.
“Inflasi kita berada di level 0,76 persen, yang sudah di bawah batas bawah target BI di 1,5 persen. Dengan kondisi ini, ada peluang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebesar 20 basis poin dalam pertemuan minggu ini. Jika itu terjadi, ini akan menjadi dorongan tambahan bagi IHSG untuk terus menguat,” ucap dia.
Neraca Perdagangan Curi Perhatian
Selain kebijakan moneter, data neraca perdagangan juga menjadi perhatian pasar.
“Jika surplus perdagangan tetap terjaga, ini akan semakin mengurangi tekanan terhadap IHSG. Meski ada kemungkinan defisit transaksi berjalan di kuartal keempat 2024 lebih besar dibandingkan kuartal ketiga, dampaknya terhadap pasar seharusnya masih terkendali,” ujarnya.
Dari sisi geopolitik, Nafan menilai bahwa prospek perdamaian antara Rusia dan Ukraina masih membutuhkan waktu. Ia menyoroti bahwa kebijakan Trump di periode kedua akan lebih berfokus pada isu domestik dibandingkan keterlibatan dalam konflik global.
“Trump kemungkinan akan lebih fokus pada kebijakan pro-growth melalui Trumponomics 2.0. Ini bisa menjadi angin segar bagi perekonomian global, meskipun pertumbuhan masih berada dalam fase yang relatif stagnan, sebagaimana diproyeksikan oleh IMF dan World Bank dalam laporan terbaru mereka,” ungkapnya.
Meski demikian, Nafan menekankan bahwa ketidakpastian global tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai investor.
“Saat ini IHSG dalam tren positif, tetapi investor tetap perlu mencermati dinamika global dan kebijakan suku bunga dari The Fed serta BI ke depan,” pungkasnya.
Dengan kondisi makroekonomi yang cenderung mendukung, prospek IHSG masih terbuka untuk melanjutkan penguatannya dalam jangka pendek hingga menengah, terutama jika sentimen eksternal dan kebijakan domestik berjalan seiring dengan harapan pasar.(*)